2

1.6K 68 3
                                    

Di selusur pagar itu, ada bercak gelisah. Pernah ada rindu tertahan berwujud air mata.

Ada resah yang tak kunjung bertemu dengan legah. Akhirnya ia kembali pulang membawa patahan harap di ujung senja.

Lalu senyum yang terenggut paksa itu akhirnya berkilah.

Susah payah ia rentangkan garis bibir, namun tetap...

Ia berusaha membuat sebuah lekukan agar senyum itu tercipta.

Sendu di wajahnya, bagai embun kala fajar, terjatuh dengan arif. Lalu teriknya matahari menggugurkan sisa-sisa harapan.

Lupakan luka itu, lupakan.

Jangan pernah takut dengan sesuatu yang berada di depan.

Cinta, tak lain adalah eufimisme dari rasa penerimaan. Menerima suka, pun dengan duka.

Bandung, 03 Juni 2016

PELARUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang