Part 9 - Prejudice

3.3K 291 27
                                    

Perasaan hampa yang dirasakan Ella semakin menjadi-jadi seiring berjalannya waktu. Hari ini genap seminggu kepulangannya namun ia tidak juga merasa betah di rumah. Ella bahkan mencoba memutar kembali kenangannya di rumah ini sebelum ia pergi, kenangan-kenangan dengan Papa, Paman Tedjo, dan pelayan lain yang bekerja di rumah. Namun sayang, semua itu kini hanya ingatan kabur tanpa emosi.

Berulang kali Ella meyakinkan diri bahwa tidak ada yang berubah pada dirinya. Semua baik-baik saja, semua sama seperti semula. Ia hanya liburan selama tujuh tahun dan jarang pulang. Ya, seharusnya hanya itu dan tidak ada yang berubah.

Cahaya matahari yang semakin terik membuat Ella mulai gerah berada di tempatnya berdiam diri saat ini. Halaman belakang rumah menjadi pilihan Ella untuk melamun, ia hanya duduk-duduk di pinggir kolam renang dengan kedua kakinya yang ia rendam ke dalam air. Sang Ayah sedang menemani mama Ajeng berbelanja, dan Kak Kyra yang tidak lagi tinggal di rumah ini membuat Ella tidak tahu harus melakukan apa di rumah sebesar ini sendirian. Dulu mungkin ia bisa bermalas-malasan, menonton TV, bermain Playstation, menganggu Paman Tedjo bekerja, atau bahkan membantu bibi Asih di dapur meskipun hanya mengupas buah, tetapi sekarang Ella bahkan tidak berniat melakukan kebiasaan lamanya.

Ella melirik ke arah jam tangan yang di kenakannya, pukul 11.30 siang. Biasanya jam segini dirinya masih sibuk berkutat dengan berbagai berkas di firma hukum tempatnya bekerja dulu. Bahkan kebiasaan Ella mengenakan jam tangan kemana-mana terbawa hingga sekarang, padahal saat ini ia hanya bersantai di rumah.

"Mungkin ini yang orang lain ributkan, kalau sudah terlalu sering bekerja saat tidak ada kerjaan jadi hampa," Ella mendesah pasrah, kakinya kembali ia mainkan di dalam air.

Ella merogoh saku celana pendek yang dikenakannya untuk meraih ponsel, tiba-tiba saja ia ingin menghubungi Wendy untuk memecah kesunyian.

"Wen, kamu dimana sekarang?"

"Aku lagi di jalan. Setelah jam makan siang ada interview di kafe yang kamu rekomendasi kemarin."

"Oh... oke. Goodluck ya..." kata Ella dengan nada kecewa yang terdengar jelas di telinga Wendy.

"Kenapa kamu?" tanya Wendy penasaran, jarang-jarang temannya satu itu merajuk padanya.

"Aku akan mati bosan sebentar lagi," Ella kembali merajuk, sekarang hanya pada Wendy ia bisa melakukan kebiasaan lamanya untuk merengek karena entah kenapa Ella sudah lupa caranya menjadi gadis polos yang manja seperti banyak orang ributkan dulu.

"Yaudah ke apartemen kan bisa? Aku juga paling sebentar. Bawa makanan dan DVD jadi kita bisa quality time berdua" saran Wendy mencoba memberikan solusi pada Ella.

"Ok, aku siap-siap sekarang. Bye Wen, see you soon."

Ella segera beranjak dari tepi kolam menuju kamar, setidaknya kini ia tahu apa yang bisa dilakukannya untuk membunuh waktu. Terlebih Ella belum mengatakan apapun pada sang Ayah terkait rencananya untuk bekerja di firma hukum yang buka cabang di kota ini.

Drrt...drrt...drrt...

Ponsel Ella kembali berdering di saku celananya, tepat saat gadis itu memasuki kamarnya. Tanpa menunggu lebih lama Ella segera menjawab panggilan tersebut tanpa mengecek Caller ID yang tertera di layar ponselnya, paling juga dari Wendy pikir Ella.

Cinderella's BeastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang