lanjutan dari chapter sebelumnya.
Aku berputar putar mencari jalan kepuncak. Kabut tidak kunjung tipis, dingin masih menusuk. Masih belum ketemu dimana jalannya. Sedikit frustasi karena malam semakin dingin. Aku kembali ke gadis tadi, selain memastikan dia tidak apa apa juga karena tas ku sengaja kutinggal bersamanya. Aku tak tahu mesti berbuat apa.
"Mas dimana arah jurang? Kalau tidak salah Jalan ke puncak deket jurang ke arah kiri." Dia berkata sambil terengah-engah kedinginan ketika melihatku kembali.
"Sebentar, aku cek dulu" aku bergegas mencari jurang. Iya entah kenapa aku lupa jalan ke puncak. Kabut masih tebal sampai akhirnya kutemukan jalannya. Aku bergegas kembai dan mengajaknya segera jalan lagi. Jalan dari tempat kami ke arah puncak selain gelap dan berkabut, ternyata merupakan pematang, dimana kanan dan kiri kami adalah jurang. Aku tidak tau seberapa dalam jurang itu, karena memang lampu senter tidak mampu meberikan penerangan yang baik. Aku hanya mencari dimana kakiku bisa melangkan dengan benar.
Di jalan yang begitu berbahaya itu kami tetap bergandengan. Entahlah, tapi aku merasa takut dia terpisah dariku malam ini. Tangannya tetap ku genggam sampai kami tiba di pondok.
Gerimis masih turun, Kabut masih tebal dan dingin semakin menusuk. Di pondok ada orang lokal yang memang sengaja menjual makanan instan. Di pondok ini juga banyak ilalang yang sengaja di taruh di sana sebagai lantai, agar bisa di jadikan alas untuk tidur dan beristirahat, tentunya agar bisa merasa hangat.
Kami berdua memesan air panas, lalu menyeduh coklat yang ku bawa. menikmati hangatnya coklat sambil melihat senyumnya kali ini. ya, dengan senyumnya. karena sebelumnya aku sama sekali tak melihat bagaimana wajah dan ekspresinya. setidaknya aku tidak begitu mengamati.
Jam sudah menunjukan jam 11:30 malam. ini sudah larut, dan sudah terlalu dingin untuk tetap terjaga. aku mengajaknya untuk istirahat, agar esok bisa menikmati puncak sedari pagi.
Aku gelar sleeping bag, begitupun dia, kami tidur bersebelahan. hanya kutatap sejenak saja wajahnya sebelum aku tidur. senyum yang menghangatkan untuk dingin puncak lawu malam ini.
Sebelum subuh aku sudah terbangun. ku lirik sebelah kananku ternyata dia sudah tidak ada. tiba tiba saja aku penasaran dan ingin mencarinya. Ternyata dia pergi ke belakang Pondok. Disana dia menunggu pagi terbit di ufuk timur. Sambil duduk di sebuah batu kecil dan segelas coklat yang sudah dingin ada di tangannya.
"masih terlalu gelap untuk menikmati sunrise." sapaku.
"tak apa. sambil menikmati coklat hangat dan bintang dari jarak yang lebih dekat."
Aku tersenyum saja, sambil menatap bintang bintang yang ada di langit timur puncak lawu.
Lama kami hanya terdiam saja, aku duduk disebelahnya di batu yang kurang lebih sama, menghadap ketimur hanya saja aku tanpa coklat. hingga akhirnya, pemandangan yang begitu menakjubkan ada di timur.
Bintang nampak jelas di langit, dan di jalanan kota yang tampak dari puncak begitu kelap kelip dengan berbagai warna lampunya. dan kedua pemandangan itu di pisahkan oleh garis horizon sang fajar. begitu indah pemandangan kala itu.
"inilah yang kutunggu, sampai saat ini aku hanya menemuinya di puncak lawu." suaranya memecah keheningan.
Aku masih terkagung menikmati pemandangan di depan mataku, dan juga masih tetap heran dengan perempuan di sampingku. Sesama indahnya untuk kutemui di puncak gunung yang sudah mati ini.
Dan senyum gadis itu, seolah membalas senyum sang fajar yang membelah antara langit dan bumi jauh ditimur sana. Begitu hangat senyumnya, juga cahaya pagi kala itu, bahkan aku lupa dingin malam ini.
Pagi ini aku hanya menikmati dua pemandangan yang sebelumnya belum pernah kutemui itu. menikmati hangatnya suasana yang semalam telah hilang di perjalanan. Kami bahkan ke tugu puncak lawu hanya mengambil 1 foto saja dan kemudian langsung turun kembali. entahlah, aku juga merasa, setelah pagi yang menakjubkan tadi, aku tidak ingin berlama lama di puncak. bagiku tak ada yang lebih indah daripada pagi tadi.
=== === ===
Malam ini sudah seminggu setelah aku naik gunung lawu. masih tergambar jelas bagaimana kejadian malam itu. masih terekam dengan detil apa yang terjadi. Antara aku menyesal atau masih dengan egoku, aku belum berkenalan dengan gadis itu.
Aku membuka halaman google, dan aku sengaja browsing dengan kata kunci, "puncak lawu 30 Juli 2016" entah di halaman ke berapa dari pencarian google, dan entah ada hal apa yang membuat aku memilih link itu untuk kubuka. Ternyata link itu menuju ke sebuah blog memajang fotonya di puncak lawu. Foto itu aku yang mengambilnya dengan hapenya. WOW. ini kebetulan sekali. Di bawah foto itu ada tulisan yang membuatku tehenyak.
"Ia yang lengannya kecil namun menggenggamku dengan eratnya.
ia yang senyumnya dingin sedingin lawu kala itu.
ia yang tak pernah sebutkan nama dan bertanya nama.
ia-lah yang menemaniku hingga kepuncaknya.
dimalam yang berkabut, dengan sikapnya ia jadi selimut.
dalam keadaan gelap, ia menjadi mata dimana kami kehilangan arah
aku menemukan tangan yang menuntunku, meski dengan ikatan yang tak pernah terikat
ia lelaki yang bersamaku menyongsong mentari.
seperti horizon fajar ia hadir
memisahkan antara keindahan malam kota dan bintang.
dan ia, memisahkan antara keberanianku sebagai pendaki, dan kelemahanku sebagai perempuan."
Dan di balik dinding kamarku, aku bergetar membacanya.
Selesai.
Thailand, 7-8 Agustus 2016
#blankidea
Abdillahwahab
visit : http://masihpunyadila.blogspot.com
KAMU SEDANG MEMBACA
Senyum Di Puncak Lawu
Short StoryPerjalanan pendakian yang memberikan kehangatan ditengah gigil angin Lawu.