Serbuan berbagai rasa mengungkung Elodie di suatu sore yang mendung. Rasa tak percaya, panik, sedih, tak berdaya, hancur, hampa dan entah apa lagi berputar-putar mengelilingi dirinya bagaikan angin tornado. Elodie benar-benar terkejut dengan pesan singkat yang baru saja diterimanya. Telepon genggamnya terjatuh ke karpet berwarna merah stroberi. Sedetik kemudian Elodie merasa kehilangan tenaga sehingga ia pun terjatuh berlutut dengan tatapan hampa. Otaknya dengan lambat mencerna lagi isi pesan singkat itu. Namun lambat laun kesadaran pun menghampiri benaknya dan seketika itu pula air matanya menetes perlahan, setetes dan setetes lagi hingga kemudian semakin deras membasahi pipinya. Elodie menangis tanpa suara. Keheningan melingkupi kamar bernunsa pink muda dan merah stroberi itu.
Altair, Altair, Altair. Oh Tuhan, aku harus berhenti mencintai Altair, sebentar lagi dia akan menjadi milik orang lain. Ya Tuhan, bisakah aku berhenti mencintainya, melupakannya? dalam hati Elodie meratapi Altair. Matanya enggan terpejam hingga burung-burung terbangun dari tidurnya dan berkicau menyambut pagi.
"El, Elodie???" Terdengar suara yang sangat familiar di telinganya. Itu Lilith teman satu rumahnya. Elodie menyewa sebuah rumah dengan dua temannya, Lilith dan Karinka. Sedetik kemudian terdengar gedoran di pintu tanda tak sabar.
"Masuk aja Lil.."
Lilith pun membuka pintu, raut wajahnya yang semula cemberut berubah heran melihat Elodie yang terduduk di karpet bersandar ke tempat tidur.
"Ooh my god. What the hell..." teriaknya sambil berjalan ke arah Elodie. Lilith terpana melihat Elodie masih dengan seragam kerja, riasan wajah yang belepotan lengkap dengan mata panda.
Elodie masih terdiam tak bersuara.
"Kenapa El? Apa yang telah terjadi?" cecar Lilith penasaran.
"It's over. Totally over. Gue harus berhenti berharap, Lil. Sudah saatnya berhenti berharap untuk memiliki Altair." sahut Elodie dengan suara parau.
Kemudian Elodie beranjak ke kamar mandi meninggalkan Lilith yang terpaku berdiri di tengah ruangan.Hari demi hari berlalu. Elodie menjadi makhluk yang pendiam. Dia tetap pergi bekerja, tetap makan walau pun tak berselera, tetap mandi dua kali sehari tapi selebihnya mengurung diri di kamar.
Lilith dan Karinka mencoba maklum dengan keadaan itu. Mereka membagi tugas membersihkan rumah berdua saja. Mengerti dengan sejelas-jelasnya bahwa Elodie sedang berduka karena Altair sang legenda di hidup Elodie sedang menuju ke tahap baru dalam hidupnya. Meninggalkan Elodie dalam kesedihan dan duka yang dalam.Sabtu jam tujuh pagi, sembilan hari sejak bermulanya kesedihan Elodie terdengar tangisan dari kamarnya. Tangisan yang menyayat hati yang membangunkan Lilith dan Karinka dari tidur. Mereka berlarian dari kamar masing-masing secepat kilat ke kamar Elodie.
"Lil, Rin... apa yang harus gue lakukan? Altair akan menikah hari ini. Oh Tuhan!! Gue mau mati aja sekarang.." Elodie meratap, menatap nanar kedua temannya.
Karinka memeluk Elodie sambil mengusap-usap rambutnya.
"Let's get out of here. She needs fresh air." sahut Lilith sambil beranjak keluar kamar.
"Ayo El..." Karinka menarik tangan Elodie yang hanya pasrah mengikuti langkah temannya.
Dengan pakaian ala gembel baru bangun tidur mereka berangkat ke arah luar kota, ke tempat dingin bernama Berastagi yang berjarak sekitar dua jam dari Medan tempat tinggal mereka. Sepanjang perjalanan mereka hanya diam ditemani lagu-lagu kesukaan dari masa remaja mereka. Savage Garden, Six Pence None the Richer, Matchbox Twenty, LeAnn Rimes dan banyak lainnya. Lilith menyetir dengan tenang sementara Karinka duduk di belakang menemani Elodie.
Akhirnya mereka tiba di villa yang sering mereka sewa jika berlibur ke Berastagi. Udara dingin, hamparan pepohanan pinus dan bunga warna warni menyambut kehadiran mereka.Setelah selesai memindahkan barang-barang dan bahan-bahan makanan yang dipilih terburu-buru dari rumah di Medan ke dalam villa, Lilith dan Karinka kemudian menyiapkan sarapan praktis yang terdiri atas teh hangat dan roti lalu menuju teras untuk bergabung dengan Elodie yang duduk bagai patung. Sinar matahari yang lembut dan pemandangan indah tak mampu menghilangkan kesenduan di hati Elodie. Padahal biasanya Elodie sangat bahagia jika berlibur ke villa itu.
"Pakai jaket El, nanti lo masuk angin" kata Karinka sambil menyampirkan Janet ke bahu Elodie.
"Makasih ya Rin, Lil... udah ngurusin gue..."
"Easy, girl. That's what friends are for.." sahut Lilith santai.
"Gimana perasaan lo sekarang, El?" tanya Karinka setelah menyeruput teh hangat.
"Hancur lah..."
"Hmmm... El kalau gue boleh jujur, elo harusnya nggak sekaget ini. Faktanya elo udah lima tahun nggak ketemu dengan Altair ini, elo nggak tau dimana rimbanya, baru tahun lalu elo dapat nomor telepon genggamnya dan komunikasi antar kalian berdua hanya sebatas say hello, ya harusnya elo udah lama-lama mendepak dia dari hati dan pikiran elo. Gue juga udah capek ya ngenalin cowok-cowok ke elo tapi lo menutup hati rapat-rapat. And now Look what happened." cerocos Lilith panjang lebar.
"Hati nggak dipaksa Lil, yang sudah terjadi biarlah terjadi. Sekarang tinggal El yang harus membenahi hatinya. Lo nggak ada niat mau nyari ribut di kawinan Altair ini kan, El?" sahut Karinka mencoba mencairkan suasana yang dibalas dengan pelototan Elodie.
"Seru aja kali seandainya kita datang ke lokasi pesta Altair kemudian elo berteriak menyuruh penghulu menghentikan proses Ijab Kabul. Eh, masih sempat nggak kita kalau mau jadi wedding crashers?" tambah Lilith makin ngawur.
"Akad nikahnya jam 10 pagi..." sahut Elodie. Wajahnya semakin sendu sehingga sejenak Lilith dan Karinka kehilangan kata-kata.
"I'm really sorry dear. Terlambat sudah..."" celetuk Karinka pelan.
"Terlambat lima tahun. Harusnya gue menyatakan perasaan gue dari dulu di saat kami masih dekat, setiap hari bertemu, bercanda, ngobrol. Sekarang cuma bisa menyesal. Sangat sangat menyesal.." tutur Elodie mengusap air mata yang mulai mengalir di pipinya.
Lilith dan Karinka pun hanya bisa terdiam melihat kesedihan Elodie yang sepertinya tidak akan memudar dalam waktu dekat.
Tiba-tiba terdengar suara indah LeAnn Rimes menyanyikan refrain I Need You, nada panggil telepon genggam milik Karinka.
"Halo sayang, maaf kita batal jalan hari ini. Gawat. Ngurus Elodie. Details belakangan ya." Karinka langsung mengakhiri panggilan masuk.
Sesaat kemudian terdengar refrain Kiss Me milik band Six Pence None the Richer dari telepon genggam milik Lilith.
"Hello handsome, ini lagi di Berastagi. Nginap sampe besok bareng Elodie dan Karinka. Urgent. See you on Monday. Love you" Lilith mengakhiri panggilan sambil tersenyum.
"Pacar nomor dua dulu, mari kita senang-senang menikmati indahnya Berastagi. Dunia belum terakhir El, lo bisa bahagia lagi asal elo mau membuka hati."
Elodie menghela nafas. Dadanya masih terasa sesak tapi dalam hatinya teruntai doa-doa kepada Sang Pencipta.
Tuhan, tolong aku melewati kesedihan ini dan melupakan dia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta kan Berbalas
ChickLitJangan bersedih. Jangan memaksakan sesuatu yang memang bukan untuk kita. Sesungguhnya kita tak pernah mengetahui apa yang menanti kita di balik tikungan.