Masalah Ibarat Rumput, Tumbuh Satu Anaknya Seribu

41 2 0
                                    

2| Masalah Ibarat Rumput, Tumbuh Satu Anaknya Seribu

"Pokoknya Luna gak setuju kalau dia tinggal disini." Telunjuk Aluna mengarah tepat di depan wajah Ovan.

"Okey, berarti kamu mau saya laporkan ke polisi atas dasar penganiayaan." Balas Ovan enteng.

Aluna menggeram.

"Sudahlah Luna. Tak ada salahnya membantu orang yang sedang kesusahan. Lagipula kamu harus bertanggung jawab atas perbuatanmu. Lihat, Ovan sampai babak belur gara-gara kamu. Mendiang orangtua kita tidak pernah mengajarkan kita lepas dari tanggung-jawab bukan? Sekarang sebaiknya kamu obati Ovan."

Untuk pertama kalinya Ovan mendengar Alinna berbicara sepanjang itu. Sedari tadi hanya satu-dua patah kata yang Alinna ucapkan.

Dengan menggerutu Aluna berlalu masuk ke kamarnya meninggalkan Ovan dengan Alinna di ruang tamu.

Tak lama kemudian Alinna menyusul Aluna ke kamar.

"Membantu orang memang perbuatan mulia, Kak. Tapi dia, kurasa membantu dia adalah sebuah kesalahan." Cerocos Aluna.

"Bagian mana yang merupakan kesalahan, Luna? Bukankah membantu orang tak pandang siapa dia?" Bantah Alinna bersikeras dengan keputusannya menampung Ovan di rumah mereka.

Aluna meraih tangan kurus kakaknya. "Kak, percaya sama Luna. Dia bukan orang baik-baik. Lebih baik dia mencari penginapan saja daripada tinggal disini."

Alinna menggeleng tegas. "Lalu, luka lebam akibat pukulan kamu bagaimana? Kamu mau dilaporkannya ke polisi? Penjara bukan tempat yang hangat, disana tampat pesakitan Aluna."

Aluna mendesah pasrah. Seumur-umur tempat yang paling ditakutinya adalah penjara.

Meski masih kesal, Aluna akhirnya memutuskan mengalah dan mengobati Ovan.

"Mengaku salah tidak membuat dirimu hina, Luna. Minta maaflah!" Saran Alinna saat Aluna hendak beranjak keluar kamar.

Aluna hanya mengangguk.

***

"Maaf, aku salah. Tapi kamu juga salah, seharusnya saat orangnya tidak ada di rumah kamu menunggu di luar." Aluna meminta maaf namun masih tak terima jika hanya dia yang disalahkan.

"Saya disini karna saya butuh tempat sembunyi dari orang-orang yang mengejar saya. Sudah saya jelaskan tadi pada kakak kamu." Balas Ovan, enggan mengulang cerita yang sama alasan kenapa ia harus bersembunyi.

"Memangnya kenapa?" Aluna penasaran.

"Kamu tanyakan pada kakak kamu nanti, sekarang bisakah kamu obati luka saya?" Ovan setengah memerintah.

Aluna mengalah, ia mengambil kotak P3K kemudian mulai mengobati Ovan.

Kamu boleh merasa menang sekarang, tapi aku akan tetap mencaritau motif kamu tinggal disini. Liat aja, kamu dalam pengawasanku!

***

Aluna duduk di kursi teras rumahnya. Menikmati indahnya taburan bintang ditemani teh melati hangat favoritnya. Lampu teras sengaja dimatikannya, berada di kegelapan memang selalu membuatnya sedikit lebih tenang.

Benaknya masih tak habis pikir dengan keputusan kakaknya menampung Ovan di rumah mereka. Aluna tau, Ovan memang seorang artis terkenal yang membuat siapa saja mau melakukan apa-pun asal bisa dekat dengan sang idola, tapi Aluna sangat mengenal siapa kakaknya, Alinna bukan orang seperti itu.

Pasti ada sesuatu!

Getar ponsel yang terletak di meja membuat Aluna menghentikan pikiran-pikiran tak jelas di otaknya. Meraih ponsel dan mendapati nama Dipo tertera disana. Aluna menggeser tombol hijau pada ponselnya.

"Ya,"

"Lun, Ziva ketangkap satpol PP." suara di seberang sana terdengar panik.

"Sial! Gue kesana." Putus Aluna segera mematikan sambungan telepon dan bergegas masuk untuk mengambil tas dan memakai sepatunya.

Dari balik pintu mata Ovan tak lepas mengamati apa yang Aluna lakukan. Ia penasaran apa yang sebenarnya Aluna sembunyikan.

-

"Gimana Ziva bisa ketangkep, sih?" tanya Aluna gusar.

Dipo hanya mengendikkan bahu, sahabat Aluna itu juga tak tahu-menahu kenapa Ziva bisa tertangkap satpol PP.

"Lo kemana aja, bisanya Ziva lepas dari kontrol Lo!" hardik Aluna mulai emosi.

"Gue lagi ngumpulin barang dari anak-anak, besok lusa kita udah harus beroperasi. Gue sama sekali gak nyangka Ziva nekat. Padahal Gue udah suruh Kimbo buat awasin Ziva, tapi masih aja itu anak bisa lolos." Jelas Dipo enggan disalahkan. "Lo juga kemana aja seharian? Gak ada ngecek markas sama sekali." Ganti Dipo yang mengintrogasi Aluna.

"Ada lah, Lo gak perlu tau."

Aluna memijit pelipisnya, otaknya sama sekali tidak bisa berpikir saat ini. Masalah di rumahnya belum kelar sekarang ia dihadapkan pada masalah baru.

"Bantu mikir, Monyet."

"Ini juga Gue mikir, Lun. Masalahnya Ziva kan udah pernah ketangkap sebelumnya, buat bebasin kedua kalinya pasti sulit. Lagipula kita gak ada duit buat bebasin Ziva."

Dipo benar. Jalan mereka kali ini benar-benar buntu. Waktu itu Ziva bisa dibebaskan karena bos mereka mau menjamin. Kali ini mereka sama sekali tidak bisa berkutik.

"Sial!" Aluna menjambak rambutnya kasar.

"Saya bisa bantu kamu." Ujar seseorang keluar dari samping gudang yang menjadi markas Aluna dan teman-teman.

Ovan. Aluna tak perlu menebak kali ini, ia yakin seratus persen kalau Ovan mengikutinya.

Dasar penguntit!

"Memangnya apa yang bisa Lo lakuin, hah?" Aluna tak lagi memakai sopan-santunnya. Tangannya mencengkram kerah kemeja Ovan.

"Wow... Saya suka yang menantang seperti ini." Bukannya memberontak, Ovan malah menyeringai seolah baru saja menang lotre.

Aluna mendorong Ovan ke samping, "Pergi Lo!" Bentaknya berang.

"Lun, dia siapa?" Dipo benar-benar tidak mengerti suasana. Ia malah semakin membuat Aluna murka.

Aluna melancarkan tatapan menusuk pada Dipo yang dibalas lelaki itu dengan kernyitan tidak mengerti.

"Saya serius, saya bisa bantu kamu bebasin anak buah kamu. Siapa namanya? Zila? Ah ya, Ziva."

"Gak. Gue gak butuh Lo!" Aluna menolak mentah-mentah niat Ovan.

"Ayolah, saya yakin kalian tidak punya pilihan lain. Saya bisa bayar berapapun asal Ziva bebas."

Aluna memicingkan mata, "Dan sebagai gantinya?" Aluna tau betul, orang seperti Ovan gila pamrih. Ikhlas tak pernah ada di kamus mereka.

"Kamu?" Ovan mengerling jahil.

"Lo mau tiket ke neraka? Mimpi!"

"Baiklah, bagaimana kalau sebagai gantinya saya mau kalian mengenalkan saya pada bos kalian." Ovan sepertinya mulai bosan bertele-tele.

"Oke!" kali ini Dipo yang menjawab. Tatapan tajam Aluna diabaikannya.

Tbc

guys, yang di mulmed itu ziva ya...

FOREVERMORETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang