5 | Mata Mata-mata
Aluna tidak tau siapa yang membawanya kesini, yang Aluna tau saat ini ia sedang berada di rumah sakit karena dua orang suster berseragam putih-hijau baru saja keluar dari ruang tempat Aluna dirawat.
Aluna mengedarkan pandangan kesekeliling ruangan, sebuah televisi plasma menghias dinding di depan Aluna, tak jauh dari sana terdapat lemari kecil yang diasumsikan Aluna sebagai tempat pakaian ganti pasien, dan tepat di sebelah kanannya terdapat nakas yang sejajar dengan tinggi ranjang. Sedangkan disebelah kiri terdapat sofa panjang yang bisa menampung empat orang. Ruangan yang membosankan, batin Aluna.
Suara pintu dibuka mengalihkan perhatian Aluna dari tata ruang perawatan rumah sakit. Seorang dokter kisaran umur awal tiga puluhan berjalan masuk ke arah Aluna, senyum manis tersungging di bibirnya.
"Bagaimana keadaan kamu? Sudah mendingan?"
Aluna mengangguk pelan menjawab pertanyaan dokter laki-laki yang cukup tampan itu.
"Saya Ervin, tadi sore saya menemukan kamu pingsan di depan apotik, lalu saya bawa kesini. Kebetulan saya bekerja disini. Maaf kalau saya lancang, tadi saya sempat memeriksa tas kamu dan membuka kartu identitas kamu, karena diperlukan di bagian administrasi. Saya juga sudah menghubungi keluarga kamu." Jelas Dokter Ervin.
"Tidak apa-apa. Terimakasih, Dokter."
"Kamu mau istirahat? Kalau begitu saya permisi dulu. Semoga lekas sembuh, Aluna." pamit Dokter Ervin, bergegas keluar tanpa menunggu jawaban Aluna.
Memangnya siapa yang dihubungi Dokter Ervin? Kak Alinna?
Aluna meraih tiang infus, berjalan perlahan mendekati lemari kecil tempat pakaian pasien. Sedikit kesusahan karena harus menunduk agar bisa meraih tasnya yang berada di rak paling bawah lemari.
Memilih berdiri, Aluna memeriksa isi tas. Mencari ponselnya dan melihat panggilan keluar.
Dipo?
Kemudian mengecek notifikasi ponselnya, tiga panggilan tak terjawab dari nomor baru dan satu pesan dari Dipo.
"Gue kasih tau Kak Alinna kalo lo masuk Rs?"
Pertanyaan apa penyataan sih!
Aluna mengetikkan balasan:
"Lo nanya?"
Beberapa menit Aluna menunggu namun tak ada sms balasan dari Dipo.
Aluna benar-benar bosan. Ia menyalakan televisi dan mengotak-atik remote mengganti chanel namun tak ada yang menarik baginya. Akhirnya Aluna memilih berbaring kembali dan terlelap.
***
Ovan berjalan menunduk menyembunyikan wajahnya menggunakan jaket. Berkat menguping pembicaraan Alinna dengan Dipo ditelepon, Ovan tau kalau Aluna dirawat di rumah sakit. Ada perasaan bersalah di dalam hatinya, bagaimana jika ternyata Aluna sakit karena kejadian tadi siang?
Tapi apa mungkin Aluna selemah itu?
Rumah Sakit Abdi Barata, begitu yang Ovan dengar dari pembicaraan Alinna dan Dipo di telepon. Karena tidak melihat gerak-gerik Alinna hendak menjenguk Aluna, Ovan berinisiatif pergi sendiri. Dengan memakai jaket dan masker Ovan nekat pergi menjenguk Aluna meski ia tau kemungkinan besar ia akan bertemu orang suruhan mamanya.
"Ruang Anggrek, No 11." gumam Ovan mengingat pembicaraan Alinna dan Dipo tadi. Matanya mencari-cari ruangan Anggrek tempat Aluna dirawat.
Ovan pernah satu kali ke rumah sakit ini, menjenguk temannya yang kecelakaan, dan dari temannya itu ia mengetahui kalau ruang perawatan di Rumah Sakit ini menggunakan nama bunga berurutan abjad yang artinya huruf A berada di lantai paling dasar.
Ruang Alamanda berada di sebelah kanan lorong pertama dari pintu masuk, berseberangan dengan ruang Anyelir, lorong kedua sebelah kanan barulah Ovan menemukan ruangan perawatan bertuliskan "Ruang Anggrek". Dengan teliti Ovan mengecek satu-persatu nomor ruangan dan berhenti di ruangan paling ujung bernomorkan 12. Lah, bukannya yang dia cari nomor 11?!
Ovan sengaja melewati ruang perawatan Aluna karena seorang perawat keluar membawa botol infus yang kosong. Setelah dirasa aman, Ovan masuk. Tampak Aluna sudah terlelap.
Bisanya dia tidak sadar suster mengganti infusnya... Dasar Kerbau.
Tapi seperti ada yang aneh, Aluna tidak tampak tertidur melainkan... Tidak, Nafas Aluna kenapa lemah sekali?
Ovan panik. Pikiran negatif menghantui otaknya, perawat tadi kenapa memakai masker? Padahal Aluna tidak sakit parah yang mengharuskan ruangannya steril.
Dengan cepat Ovan memencet tombol emergency yang terletak di dinding. Entah berapa kali ia memencetnya namun belum ada satu pun perawat yang datang. Ovan mengerang prustasi. Ia segera melesat keluar dan berteriak memanggil dokter yang berjaga.
"Dok... Dokter..." setengah berteriak Ovan memanggil seorang dokter yang hendak masuk ke ruang perawatan Anggrek I.
Dokter itu menoleh ke belakang, mencari sumber suara. Jantung Ovan seakan berhenti berdetak. Ia sangat mengenali dokter yang berada beberapa meter darinya.
"Ovan? Kamu kenapa ada disini?" tanya sang dokter penasaran.
"Nanti aku jelasin, sekarang ikut aku. Ada pasien kritis di ruangan 11."
Sang dokter yang tau siapa penghuni ruang perawatan Angrek XI segera berlari mendahului Ovan.
"Aku periksa Aluna, kamu panggil perawat yang lain." ujar sang dokter tegas.
Tanpa membantah Ovan bergegas mencari perawat yang lainnya. Jam segini yang tersisa memang hanya beberapa perawat dan dokter jaga dan biasanya beberapa dari mereka berkeliling dan sebagian lagi berada di ruang jaga. Ovan tidak tau dimana letak ruang jaga, rumah sakit terasa seperti kuburan, sepi senyap.
Namun saat Ovan hendak berbalik arah, sepasang mata tertangkap basah sedang mengawasinya. Mata-mata.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
FOREVERMORE
Fiksi RemajaAluna membenci Ovan, lelaki tak tahu diri yang menumpang di rumahnya. Namun Alinna masih saja bersikeras agar Ovan tetap tinggal di rumah mereka. Entah apa yang sebenarnya terjadi, yang Aluna tau, Alinna tampak menyimpan sesuatu terhadap Ovan. Aluna...