"Heaa!"Tiga orang makhluk aneh yang berada didepanku sontak terkejut ketika melihat sebuah benda menggelinding didekat kaki mereka. Mata mereka membesar dan raut muka kemarahan terlukis diwajah aneh mereka yang berwarna hijau, saat mereka menyadari benda yang menggelinding itu adalah kepala teman mereka.
Kuhunuskan pedang besar yang kupegang ditanganku kearah mereka, dan berkata dengan lantang "Lepaskan anak itu!"
Makhluk berwarna hijau yang berada ditengah hanya mendelik, lalu ia berkata dengan bahasa yang tak kumengerti sama sekali.
Seolah mendapat perintah, kedua temannya segera berlari kearahku, jelas bukan untuk berkenalan karena pisau yang ada ditangan mereka teracung sedemikian rupa seolah ingin menusuk tubuhku. Dengan waspada kupasang kuda-kuda, untung sewaktu kecil aku pernah berlatih silat sehingga kurasa aku mampu menghadapi tiga makhluk aneh ini.
Dengan bertumpu pada kaki kiri, ku dorong tubuhku kedepan dan pedang besarku pun ikut terayun seiring gerakan tubuhku. Pedang itu sukses menghantam lawan terdekat dan tak kusangka lawanku terbelah begitu saja. Darah berwarna merah kehitaman terciprat kearah muka dan pakaianku.
Melihat itu, dua makhluk aneh tadi tak tinggal diam. Mereka segera mengepungku dan menyerang secara bersamaan. Melihat serangan mereka, ku ayunkan pedangku kearah leher mereka dan sukses menebas leher salah satu penyerangku, tapi...
Sebuah rasa nyeri terasa dipunggungku, lawanku berhasil menyarangkan pisaunya disaat aku sedang lengah. Perih dan sakit menjalar dari punggungku, membuat linu sendi tulang-tulang ditubuhku. Pedangku segera kuangkat dan kuayunkan tepatvkearah kepalanya.
Akan tetapi seranganku terhenti karena ia menahannya dengan pisau yang tadi digunakan untuk menusukku.
Melihat seranganku terhenti, kutendang bagian perutnya dan sukses membuat ia terjengkang kebelakang. Kulanjutkan seranganku dengan mengayunkan pedangku dari bawah keatas. Tapi yang membuat ku terperangah bukanlah lawanku yang berhasil menghindari seranganku, tapi sebuah aliran angin melaju dengan kencang setelah ayunan pedangku. Membelah tubuh lawanku dan sukses menghantarkan ia ke alam baka.
Dengan nafas terengah dan menahan nyeri akibat tusukan tadi, kualihkan pandangan kearah pemilik suara yang tadi berteriak.
Seorang gadis kecil berambut pirang tampak terduduk, menangis ketakutan. Gaun yang dikenakannya tampak kotor, begitu pula sebagian tubuhnya.
Kudekati anak itu dengan langkah yang tertatih dan bertanya "Kau tak apa-apa kan?"
"Aku baik-baik saja," jawab gadis kecil itu diiringi anggukan kepalanya "tapi kakak..." suara gadis kecil didepanku terhenti saat ia melihat darah yang mengalir dari lukaku.
"Hanya luka kecil," jawabku sambil tersenyum dan bertanya "nama kamu siapa dan rumah kamu dimana?"
"Namaku Lily, dan rumahku didesa dekat hutan ini."
"Kalau begitu mari kakak antar kamu pulang" ujarku seraya menggenggam tangan mungilnya.
"Tapi..." Lily tak melanjutkan kata-katanya, ada sesuatu yang sangat ia khawatirkan dari nada suaranya itu.
"Kenapa?"
"Rose, kakakku diculik saat kami sedang mencari buah-buahan di hutan ini."
"Sebaiknya kita pulang dulu, tak mungkin kita mencarinya tanpa bantuan orang tuamu." jawabku.
Kini aku sadar bahwa saat ini aku berada di Vrathea, dengan kata lain aku ada dalam dunia game yang sering kumainkan.
Tiba-tiba kepalaku berdenyut dengan kencang, pandanganku buram, tiap sendi tulangku serasa terlepas dan kakiku tak lagi sanggup untuk berjalan. Tubuhku ambruk diiringi pekikan kecil Lily yang berjalan disampingku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dragon Nest. Rise of the Adventurer
FantasySinopsis Perjalanan seorang anak manusia bersama teman-temannya yang tersesat dalam dunia yang hanya ada dalam hayalan. Berawal dari impian untuk penjadi seorang petualang yang tangguh, kuat, dan pemberani saat berhadapan dengan monster-monster yang...