Part 13

971 91 32
                                    


             "Masker mentimun,"

Mata ku membelalak lebar ketika Quinn menyebutkan jenis masker yang sedang ia oleskan diwajahku, "QUINN!!" teriak ku kesal. Ku raih tisu dari atas nakas lalu membersihkan wajahku. Rasa kesal masih menyulutku. Quinn diam menatapku, dan baru ku sadari matanya kini berkaca-kaca. Ku hela nafasku sesaat setelah melihat kearah matanya, "Oh, tidak." Rutukku. Aku pun segera beringsut duduk disebelahnya. Bola matanya mengikuti pergerakan tubuhku, "Sayang, kau kan tahu Dad tidak suka timun. Maafkan sikap Dad barusan, ya?" Quinn mengusap air matanya, "Kemari," pintaku dan tubuh mungilnya berpindah kedalam dekapanku. Isak tangisnya masih terdengar samar. Ku usap puncak kepalanya seraya mendaratkan kecupan kecil.

Aku merutuki diriku sendiri karena telah membentak Quinn. Aku tidak ingin anak perempuan ku satu-satunya ini tumbuh dengan sifat yang keras karena ku bentak. Aku telah belajar dari sifat Elsa yang terkadang sulit sekali ku atur.
"Daddy," Quinn mendongakan kepalanya, "Quinn mau sekolah disekolah Daddy," kedua alis ku saling bertautan, namun seulas senyum mengembang, "Quinn mau belajar apa disana?" tanyaku sembari memperhatikan ekspresi wajahnya, "Menurut Daddy alat musik apa yang cocok untukku?"

"Hmm, biarkan Daddy berpikir," Aku menyipitkan mataku, mencoba menunjukkan wajah sedang berpikir, "Piano?" Quinn mengangguk setuju, akupun kembali memeluknya "Tapi, aku tidak mau jika Daddy yang mengajar," Alis ku menukik tajam, "Kenapa? Bukannya lebih asyik jika Daddy yang mengajar?" Quinn tertawa, "Menurutku tidak asyik,"

"Ahh, gadis nakal," ujarku lalu mendekapnya erat.

Beberapa hari ini aku belum mengecek kondisi sekolah ku. Ini semua dikarenakan jadwal padat dikantor yang begitu menyita perhatian ku. Aku tidak bisa pulang cepat dan harus segera menyelesaikan pekerjaan ku jika tidak mau semuanya menumpuk. Niall memberitahuku jika sudah ada sepuluh siswa yang mendaftar dan itu adalah angka yang cukup bagus untuk permulaan.
Menutup pintu mobil, aku berlari kecil masuk kedalam gedung. Didalam sudah ramai terdengar suara dari murid-murid yang sedang belajar. Dimeja resepsionis terlihat Niall yang sedang melayani para Ibu muda mendaftarkan anak mereka, "Ah! Greyson!" Seru Niall setelah melihat ku masuk, "Mrs. Dwayne, kenalkan ia adalah pemilik sekolah musik ini," Aku tersenyum lalu menjabat tangan Mrs. Dwayne, "Greyson Chance," Ia tersenyum lebar, "Natasha Dwayne. Aku menyukai sekolah musikmu," ujarnya dengan senyuman lebar. Hatiku langsung menghangat mendengar respon baik darinya, "Terima kasih banyak, Mrs. Dwayne,"

"Aku sudah mendaftarkan anakku untuk mengikuti kursus piano, ku harap ia nyaman belajar disini,"

"Oh tentu, Mrs. Dwayne, aku sendiri yang akan mengajar anakmu," Mrs. Dwayne menatapku dengan cengiran aneh, "Tapi ia sudah mulai berlatih sekarang,"

Eh.."Maaf?" Aku menatap kearah Niall, "Tenang saja bung, sudah ada yang menggantikan mu mengajar," ujar Niall yang langsung kutanggapi dengan tukikan alis ku.

"Ooh kalau begitu aku permisi sebentar," Dengan langkah terburu-buru aku menuju ruangan kelas dimana seharusnya aku berada. Dalam jarak satu meter aku bisa mendengar suara piano yang berdenting. Ku buka pintu kelas, disana terlihat Anton yang sedang menggantikan ku mengajar.

"Hey buddy," sapanya dengan sebelah tangan menyanggah kepalanya.

"Anton, kau seharusnya melatih diruang musik khusus drum," omelku.

Ia mengernyit, "Kau pikir berapa murid yang kita punya? Peminat baru menempati kelas gitar dan juga piano. Aku belum memiliki murid dikelasku,"

Aku terkekeh kecil lalu menepuk pundaknya, "Terima kasih telah menggantikanku dan halo semua. Semoga kalian senang belajar disini," sapaku pada semua murid yang rata-rata anak berusia enam sampai sembilan tahun ini. Mereka tersenyum lalu melambaikan tangannya padaku.

New Journey [Greyson Chance]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang