Matahari bersinar terik. Awan putih pun urung menunjukan diri. Tepat sudah seminggu, semenjak terbakarnya desa klan phoenix. Dan selama satu minggu itu, Vive menghabiskan waktunya bermain- main dengan para hewan kecil penghuni hutan.
Seperti hari ini, Vive sedang berjalan-jalan di hutan. Ia berkeliling ditemani seekor tupai kecil dibahunya. Sesekali, ia memetik buah yang ditemuinya. Entah, itu beri liar, ceri atau buah yang lainnya. Ketika haus, ia akan minum dari tabung air yang terbuat dari daun talas dan lontar yang dibuatnya.
Beruntung, dulu Vive memerhatikan dengan baik. Saat ayahnya mengajari membuat tabung air. Bagi Vive, perlu waktu yang agak lama, kesabaran, serta usaha ekstra untuk membuat tabung airnya itu. Vive kesulitan saat membuat bentuk dasarnya. Selebihnya, Vive bisa melakukannya dengan sempurna.
Tidak buruk, ia berhasil membuat tiga buah tabung air seukuran lengannya. Ditambah, dari sisa daun lontar yang ia cari. Vive bisa membuat sebuah sabuk yang berfungsi sebagai tempat menggantung tabung airnya.
Vive berhenti berjalan. Ia mendengar suara gemerisik. Tupai dibahunya juga terdiam waspada. Telinga Vive mendengar dengan seksama. Lama ditunggu, suara itu tak kembali didengar. Tenang tak ada bahaya, Vive kembali berjalan.
Srekk sreekk
Suara gemerisik itu terdengar lagi. Dan asalnya dari balik semak-semak didepan Vive. Jantung Vive berdegub kencang. Perasaannya was-was. Sementara, tupai dibahunya sudah mencengkeram bajunya kuat-kuat. Perasaan Vive makin tidak enak. Vive ragu antara menghampiri atau lari. Beruntung, kalau itu hanya binatang kecil. Dan sial, bila itu binatang buas. Meskipun, Vive tak pernah menemui binatang buas disana. Bukan berarti tidak ada, kan?
Vive perlahan-lahan berjalan mundur. Ia sudah memutuskan untuk lari. Vive tak bisa membela diri dan ia tak punya senjata seperti yang biasa dibawa ayahnya saat berburu. Satu-satunya keahlian Vive adalah berlari. Karena itu, ia akan berlari. Tak peduli hewan buas atau bukan, Vive akan tetap berlari.
Vive sudah dua kali melangkah mundur. Sejauh ini aman. Ia hanya tinggal membalikan badan, lalu lari sekencang-kencangnya. Vive membeku, suara gemerisik semakin terdengar keras. Keringat dingin meluncur dari kening Vive dan tubuhnya gemetaran.
Vive mendengar langkah kaki. Sedangkan, tupai dibahunya sudah bersembunyi dibalik baju yang ia kenakan. Tenggorokan Vive terasa kering, kakinya lemas dan lututnya gemetar.
Tap tap
Ada kaki yang keluar dari semak-semak. Warnanya gelap mungkin hitam. Keringat dingin semakin banyak keluar. Vive sendiri ragu untuk memastikan, hewan apa yang akan keluar.
Tap
Satu lagi, kaki dengan warna yang sama keluar. Dan samar-samar Vive bisa melihat bentuk si hewan. Tubuh Vive semakin bergetar. Ia sudah tak sanggup berlari, untuk mencari tempat yang aman.
Tap tap tap
Akhirnya, seluruh tubuh si hewan terlihat jelas. Vive seketika ambruk ditanah yang dipijaknya. Kakinya yang lemas sudah tak sanggup lagi untuk menopang. Tentu saja. Sedari tadi, Vive terlalu banyak gemetar.
Vive bersungut-sungut. Ia merasa dikerjai oleh dirinya sendiri. Vive tahu dirinya penakut. Tapi, baru kali ini ia merasa telah mempermalukan dirinya sendiri. Setidaknya, Vive bisa menghembuskan napas lega. Karena, hewan yang dijumpainya bukanlah binatang buas. Vive sendiri baru sadar, kalau sejak tadi ia ternyata menahan napas.
Ditatapnya, hewan yang baru saja keluar dari semak-semak. Hewan itu saat ini sedang memakan beri liar disana. Tanpa sedikitpun memedulikan Vive yang ada didekatnya. Vive kesal dengan tingkah hewan misteriusnya. Berani-beraninya ia membuat Vive ketakutan setengah mati. Padahal, Vive sudah membayangkan proses kematiannya. Tapi, setidaknya Vive bersyukur. Sebab, ia tidak jadi berlari tunggang-langgang, hanya karena ketakutan bertemu dengan seekor rusa.
KAMU SEDANG MEMBACA
echo
FantasyDikatakan pada sebuah ramalan. Akan lahirnya sang penerima berkat surya. Sang pembawa cahaya baru. Sang penentu dari takdir dunia yang tertunda. Sang penentu takdir akan terlahir sebagai anak bayangan matahari. Karenanya, banyak tangan-tangan keji y...