BABAK 3 (Bagian 2)

33 2 0
                                    

Vive masih menunggangi punggung induk rusa. Dilehernya, telah menggantung kalung giok yang didapatnya. Kalung giok oranye itu tersembunyi, dibalik bajunya. Vive tak tahu atas alasan apa, ia mendapatkannya. Yang jelas, ia hanya mengikuti permintaan induk rusa.

Saat ini, induk rusa sedang mengantarnya entah kemana. Setelah kejadian tadi, induk rusa tiba-tiba mensejajarkan tubuhnya disamping Vive. Tingkahnya, seolah meminta Vive menaikinya. Vive pun naik ke punggung induk rusa dan pergi dari hutan cahaya.

Hutan cahaya. Mulai sekarang, Vive akan menyebut daerah hutan yang terang itu, sebagai hutan cahaya. Sementara, untuk daerah hutan yang gelap, Vive akan menamainya hutan malam.

Vive pergi dari hutan cahaya hanya bersama induk rusa dan tupai kecil yang seminggu ini setia bersamanya. Sisanya, anak rusa dan penghuni hutan lain masih ada disana.

Vive termenung sesaat. Vive baru saja memberi nama pada hutan ajaib yang ditemukannya. Tapi, ia belum memberi nama pada tupai kecil, anak rusa berserta induknya. Vive merasa sudah bersikap tidak adil.

Vive lalu meraih tubuh tupai kecil dari bahunya dan mulai mengelus bulunya.

"Mulai sekarang. Aku akan memanggilmu, Errol." ucap Vive.

Errol, tupai kecil itu. Hanya, mengedip-ngedipkan matanya dan setelah itu, ia kembali bertengger dibahu Vive.

"Untuk, induk rusa. Aku menamaimu, Carol dan anakmu Arantya. Jadi, nanti aku akan memanggilnya Aran." ucap Vive bangga, telah menemukan nama yang pantas untuk sepasang rusa cantik itu.

"Bagaimana menurutmu?"

Dengusan. Itulah, respon dari Carol. Namun, dengusannya kali ini terdengar lebih halus dan lembut. Jadi, Vive menganggap Carol menyetujui pilihan namanya.

Vive tak tahu sudah berapa lama menunggangi Carol. Tapi, sekarang ia mulai mengenali daerah hutan yang dilewatinya. Ini adalah daerah hutan tempat tadi ia jalan-jalan. Pohon-pohon disini, tidak serapat di daerah hutan malam. Dan cahayanya, juga tak seterang di hutan cahaya.

Vive melihat keatas. Sepertinya, sudah sore. Karena, matahari sudah tak berada ditengah-tengah langit. Vive sedikit termangu. Ia pikir hari sudah malam. Mengingat, seberapa jauhnya ia sudah berjalan dan petualangan apa saja yang ditemuinya.

Vive melihat lagi kearah depan. Dilihatnya, hamparan ilalang. Itu artinya, mereka sebentar lagi akan keluar dari hutan. Bukankah, mereka barusan masih ditengah hutan?

Vive, Carol dan Errol, akhirnya sampai dipadang ilalang. Carol masih belum berhenti berjalan. Ia membawa mereka menembus padang ilalang, setelahnya menelusuri sungai yang beraliran sangat deras.

Sungai itu adalah sungai disebelah utara desa klan phoenix. Vive risau. Perasaannya tiba-tiba menjadi berat. Vive menduga-duga tujuan Carol. Bahunya meluruh, ia tidak suka dengan prasangkanya sendiri.

Setelah itu, Carol membawa Vive melewati jajaran perkebunan. Perkebunan yang ditanami banyak sayur-sayuran. Perkebunan itu masih terlihat cukup rapi. Meskipun, sudah satu minggu ditinggal para pemilik. Vive memang tidak suka sayuran, tapi Vive suka main ke perkebunan. Dan tempat itu meninggalkan sangat banyak kenangan. Vive dan perkebunan, hanya dua hal itulah yang mungkin selamat dari kebakaran. Sayangnya, hanya ia, klan phoenix yang selamat dari kebakaran. Sendirian.

Sendirian

Dada Vive sesak. Ada lubang disana yang kembali terbuka. Vive duduk dengan tidak tenang. Tubuhnya perlahan gemetar. Carol, sepertinya akan membawa Vive kembali ke desa. Tetapi, Vive tak ingin kembali lagi kedesa. Terlalu banyak kenangan buruk disana. Terlalu banyak. Dan semua itu, membuat Vive tidak senang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 04, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

echoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang