Kindness World: 4

15.6K 925 15
                                    

“Ibu!” Aku terkejut bukan main. Sungguh, aku pasti bermimpi.

“Bangun! Ayolah, bangun!” Ucapku pada diriku sendiri.

Aku kembali membuka mataku, lalu tepat di depanku terdapat seseorang lelaki memakai jubah berwarna gelap. Wajahnya tertutup, dan ia memegang sebuah tongkat dengan pisau di ujungnya.

Aku tersentak lalu terjatuh. Lalu ia mengayunkan tongkatnya ke atas, siap untuk menusukku. Lalu aku menutup mataku lagi.

Dan...

Bisa kurasakan cahaya yang terang di balik kelopak mataku. Kuputuskan untuk membuka mataku lagi. Ada sebuah cahaya di depanku. Entah apa ini semua. Mungkin aku akan terbangun dari mimpi aneh ini.

Sesuatu—menurutku sebuah tangan—mencengkeram bahuku hingga aku bangkit dari dudukku. Mungkin ini tangan Ibu yang sedang mencoba membangunkanku.

“Ibu!”

Namun aku langsung terdiam saat kejadian-kejadian aneh itu terlalui. Di depanku, terdapat 2 wanita sedang memerhatikanku dengan aneh. Mereka berpakaian serba hijau. Dan dedaunan menghiasi kepala mereka dengan rapih.

“Siapa kalian?”

Kemudian wajah mereka menjadi tenang dan wanita bertubuh pendek dariku ini pergi meninggalkan aku dengan wanita tinggi ini.

“Selamat datang, di Dunia Sihir Kindness.”

Dunia Sihir Kindness? Apa itu? Sepertinya aku belum bangun dari mimpiku.

“Mari ikutiku.”

Ia berjalan dengan anggun dibalik gaun hijau cerah di siang hari ini. Tunggu, perasaan aku kesini saat tengah malam. Mungkin dunia sihir ini berbeda dari dunia nyata.

“Namaku Grace, aku Penyihir Hijau. Dan aku memiliki pekerjaan seba-gai pemandu untuk para pengunjung.” Setelah kuperhatikan dengan secara jelas, aku baru menyadari kalau ia tidak berjalan. Ia melayang. Sihir. “Ini adalah wilayah Penyihir Putih. Cukup luas karena mereka bertugas menjaga Dunia Sihir Kindness.”

Sepertinya aku sudah tau itu. Penyihir Putih punya kelebihan bisa melawan musuh apapun. Lalu terdengar suara—seperti suara lonceng raksasa kurasa—berbunyi menggema dari arah depanku.

“Kita harus cepat, pidato akan segera dimulai.”

Saat aku masih mencerna perkataannya, aku melihatnya berjalan dengan cepat meninggalkanku. Lalu aku berlari mengejarnya. Ia melayang menelusuri semak-semak. Aku tetap berlari melewati semak-semak yang di laluinya. Sakit, karena mereka menusuk-nusukku. Dan aku bisa melihat segerombolan orang-orang berbondong-bondong berjalan untuk memasuki sebuah tembok besar yang berada di depanku. Aku melihat mereka dengan tatapan bingung.

“Ayo cepat!”

Grace berteriak dengan keras, dan agak jauh dariku. Tapi semua sibuk berbondong-bondong menuju ke tembok besar ini. Ada apa di dalamnya?

Aku berjalan dengan cepat dengan Grace di sampingku. Kulihat dibalik tembok besar ini ada sebuah bangunan bergaya seperti kastil, namun tidak terlalu kuno. Terdapat banyak tumbuhan dan air di sekitar sini. Dan para Penyihir Putih sudah berbaris di depan gerbang besar kastil ini.

“Kau ke barisan itu, setelah selesai pidato ini aku akan menemuimu di pintu gerbang tadi.”

Yang kulakukan hanya mengangguk. Aku berjalan menuju kerumunan orang-orang yang kelihatan sama sepertiku. Tatapan mereka bingung dan polos. Pakaian mereka sama sepertiku—memakai pakaian manusia modern sekarang. Aku memilih barisan paling pinggir.

Seketika semua hening. Aku bisa melihat di balkon istana ini sudah berjajar orang-orang dengan pakaian sesuai golongan penyihirnya. Kecuali putih. Karena Putih bebas memakai warna baju apapun. Lalu terompet dibunyikan, dan seseorang berambut abu-abu keluar dari pintu besar. Kemudian berjalan agak kedepan. Orang itu pasti raja di sini.

Kindness WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang