Part 3

120 12 3
                                    

Teriakan cie-cie-cie bergema dalam kelas. Kata yang bahkan tidak terdaftar dalam KBBI dan entah dari mana juntrungannya itu dilontarkan kepada dua sosok yang sedang duduk berdampingan di kursi bagian depan sana. Bu Siska guru Bahasa Inggris kami sedang izin tidak masuk hari ini, katanya anaknya yang berusia 2 tahun itu sedang sakit. Jadi sebagai seorang ibu yang bertanggungjawab beliau meminta izin sehari untuk merawat anaknya. Karena ketidakhadiran Bu Siska ini jadi semua orang bebas melakukan apa saja, termasuk menggoda Bhadra dan Ode.

Odelina Askanah, dia itu siswa pindahan yang masuk ke kelas kami beberapa minggu lalu. Biasanya sekolahku tidak akan menerima murid baru di pertengahan semester seperti ini, tetapi melihat Ode entah dia punya koneksi dari mana. 

Ode itu cantik, aku akui. Dia berkulit putih bersih dengan wajah yang blasteran itu menambah kesan rupawan padahal dia asli Indonesia. Mungkin waktu mamanya mengandung, sering nonton telenovela makanya Ode cantik kayak begitu. Tubuhnya tinggi dan ramping tapi berisi, untuk ukuran anak SMA dia itu body goals kata teman-teman. Karakternya yang periang, mudah bergaul dan selalu menebar senyum itu membuat Ode dalam seminggu sudah berhasil menarik perhatian anak sekelas.

"Cie ... Ode sama Adra lagi PDKT nih," celetuk Surya entah dari mana, terlalu banyak orang di depan sana tapi aku kenal itu suara Surya. Dia itu ketua kelas yang sering marah dan teriak-teriak tidak jelas di depan kelas kalau kami sedang tidak bisa diatur.

"Si Ode pergerakannya cepat. Penyerobotan nih namanya." Muncul suara lain yang akhirnya ditanggapi dengan tawa anak sekelas.

"Kamu yang geraknya kayak kura-kura lagi bunting, Din. Makanya kalah cepat sama Ode," kata Surya lagi. 

Oh, jadi yang bicara tadi itu Dina, salah satu cewek yang mendapat julukan penghidup suasana kelas. Aku teringat waktu kami masih kelas XI, saat yang lain sibuk mempersiapkan hiasan kelas untuk lomba tujuh belasan, si Dina malah berdiri di depan kelas dan teriak kalau dia suka sama Bhadra dan minta izin datang ke rumahnya buat melamar cowok tampan itu. Gokil memang si Dina, urat malunya udah putus sejak bayi kayaknya. Semua orang kaget termasuk aku, tapi akhirnya kami cuma tertawa terpingkal-pingkal mendengar leluconnya. Dina kan memang begitu orangnya.

Beberapa anak sudah kembali ke tempat masing-masing, tetapi tetap menaruh minat pada dua orang yang sedang jadi bahan godaan di sana. Dengan begini aku bisa lihat kalau Bhadra dan Ode sedang duduk berdua di mejanya Bhadra. Mendengar godaan teman-teman yang lain, Bhadra cuma senyum-senyum tak banyak bicara, sedangkan Ode terlihat sengaja mendekatkan duduknya ke sisi Bhadra. Dasar anak baru kecentilan.

"Kalau Adra pacaran sama Ode bisa jadi pasangan sekolah paling populer dong yah?" Kali si Indra ikut bersuara. Indra itu duduk di belakang bangku Bhadra. Sering colek-colek Bhadra minta contekan kalau sedang ujian. Kalau punggung Bhadra itu ibarat sabun colek, mungkin sudah tandas dicolek melulu sama si Indra.

"Kalau Adra mau sih, aku enggak masalah. Orang ganteng begini siapa yang bakal menolak sih," celetuk Ode tersenyum penuh arti sambil berpangku tangan melihat Bhadra.

Cih, dasar cewek ganjen. Kenapa juga Bhadra tidak mengelak dari sana? Tanpa sadar aku berdiri dan mendorong kursiku ke belakang dengan kasar, menimbulkan bunyi suara yang cukup keras. Aku berjalan keluar kelas sembari sesekali menghentakkan kakiku, masa bodoh dengan kebingungan teman-temanku. Aku harus mendinginkan kepalaku saat ini, jadi kuputuskan untuk ke parkiran belakang. Sekolah itu tidak punya taman belakang, adanya cuma tembok pembatas yang sering jadi sasaran aksi panjat murid yang telat. Di sini lebih aman daripada harus ke kantin dan ketemu pak Setyo yang sekarang merangkap jadi guru BK.

Aku duduk di salah satu motor matic, kembali menghirup dan menghembuskan napasku berulang kali. Hatiku bergejolak seperti nyala api yang berkobar-kobar. Melihat Ode yang terang-terangan menaruh minat pada Bhadra tadi, ditambah sikap Bhadra yang terima saja didekati begitu. Aku kesal, ingin marah, tapi tidak punya hak. Berat bro rasanya.

Aku & Perasaan IniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang