Aku duduk bersandar di bagian depan mobil Aston Martin hitam milikku sambil bersedekap, menunggui Lilia yang sedang mengantre membeli coke dan roti isi di dalam restoran. Tadi saat pulang sekolah, Lilia mengeluh padaku jika dia lapar dan ingin memakan sesuatu. Maklum saja, tadi pagi kami tidak sempat sarapan karena Mom sedang tidak berada di rumah. Mom berada di Boston untuk urusan pekerjaan. Sebenarnya aku juga ke Boston menemani Mom, dan baru kembali satu hari yang lalu karena tentu saja aku khawatir.
Mom sudah berulang kali mengatakan padaku bahwa Lilia akan baik-baik saja, namun dengan segenap hati aku mengatakan padanya jika aku tidak akan merasa tenang sebelum benar-benar menemui adikku satu-satunya.
Margareth, pembantu kami, sudah dua hari ini izin karena keponakannya merayakan ulang tahun. Jadi, tidak ada seorang pun yang menyiapkan makanan untuk kami. Dan pilihan untuk memasak sendiri, tidak akan pernah singgah di benak kami, karena tidak ingin berakhir di rumah sakit.
Aku mendongak menatap langit. Cerah. Bagus, sore nanti aku bisa menghabiskan waktu di loteng tanpa seorang pun mengganggu, dan aku sudah memperingatkan Lilia sebelumnya soal ini.
Aku menoleh menghadap ke arah jalan raya. Di sana, di seberang jalan. Seorang pemuda tengah berdiri dengan setelan jas berwarna hitam. Aku merasa tidak yakin jika ia memperhatikanku, tapi kurasa itu memang benar.
Dia lebih tinggi dariku-kurasa. Wajahnya, well, tampan. Tapi aku lebih tampan darinya, tentu saja.Kakinya yang terlihat sempurna dibalut dengan sepasang sepatu hitam yang mengkilat.Tangan orang itu ramping dan hampir halus. Mulutnya kecil dan feminin. Matanya yang hitam kelam dan rambutnya yang berwarna coklat gelap sangat kontras dengan kulitnya yang putih pucat.
Tunggu!? Hey, kenapa jadi aku yang malah memperhatikannya?
Kuputuskan untuk berpaling dan melihat ke arah restoran, berharap Lilia sudah keluar dari sana. Aku mendengkus kesal, sebab tak ada-ada tanda Lilia bakal menampakkan diri balik pintu. Melirik arloji yang tersemat manis di tangan kiriku, waktu terasa berjalan lama. Aku berdiri sambil menggulung lengan seragamku hingga ke siku. Sesekali menendang kerikil kecil yang berada di sekitar kakiku.
Entah dorongan apa, aku kembali meliriknya. Pemuda itu masih di sana, dan ia mulai bergerak menyeberang jalan. Langkahnya aneh tapi terlihat anggun, seakan-akan ia meluncur di tanah dan bukan berjalan. Saat ia berjarak satu meter dariku, tangan kanannya terulur.
"Kenalkan," ujarnya. "Namaku Vishous. Ada yang harus kita bicarakan."
Saat tangan itu terulur ke udara, instingku mengatakan jika aku harus menjauhi pemuda ini. Sejauh mungkin.
Aku langsung mundur, dan tanganku bersembunyi di balik tubuhku. Mengepal kuat saat asap berbentuk sulur berwarna hitam menyelubungi kedua tanganku, bersiap-siap menyerang jika pemuda bernama Vishous itu memulainya.
Akan tetapi pemuda itu lebih cepat dariku, sangat cepat sehingga aku hampir-hampir tak sempat bergerak. Sesaat yang lalu ada jarak di antara kami, sesaat kemudian jarak itu menghilang, tubuhnya menekan keras tubuhku, mencengkeram lengan kananku. Bisa kulihat asap sulur berwarna hitam yang menyelubungi tanganku mulai menghilang bergantian dengan sinar yang berpendar keunguan.
'Sial, segel itu,' umpatku dalam hati.
Vishous semakin mencengkeram lenganku dan menghunjamkan kuku-kukunya ke kulitku. Wajahnya menyentuh wajahku, hidungnya mengusap pipiku.
"Ditemukan," bisiknya tepat ke telingaku.
"AAARRGGHH!" Aku mengerang kesakitan. Segel sialan itu kini semakin bersinar terang hampir kemerahan, menciptakan sensasi panas yang membakar seluruh tubuhku. Segel dengan ukiran huruf Enochian yang kudapat saat aku dijatuhkan beribu-ribu tahun yang lalu.
Tiba-tiba kenangan pahit itu muncul kembali. Aku bisa melihat diriku terjatuh, terguling-guling menembus angkasa. Aku terbakar, menjerit, dan meraung. Seluruh sosokku diselubungi api yang bergolak. Aku berputar di udara dan melihat jauh di bawah sana, samudra. Kulihat bayangan sosokku yang terbakar tercermin di air.
Ditemukan.
Sejenak sebelum terhunjam ke bawah, kutangkupkan sayap hitamku, dan api itu pun akhirnya padam.
Mataku terpejam.
Ada suara memanggil namaku.
"Yoongi," kata suara itu. "Kau pasti menunggu lama. Maaf, Dennis juga berada di sini, jadinya kami mengobrol agak lama. Kuharap kau tidak marah."
Aku membuka mata.
Lilia dan Dennis sudah berdiri di depanku. Dan, tunggu! Sejak kapan Dennis berada di sini? Aku menatapnya penuh keheranan dan kulihat ia tersenyum samar ke arahku, membaca pikiranku.
"Aku tak menyangka kalian berdua juga membeli makanan di sini. Sebenarnya tadi aku juga akan membelikan makanan untuk kalian di rumah, tapi kulihat Lilia sudah membeli terlalu banyak makanan." Dennis bicara di belakang Lilia, sementara adikku itu hanya nyengir sembari mendekap satu kantong penuh makanan dan minuman ringan. Bisa kupastikan, jika Mom tahu apa yang Lilia beli, makanan itu akan berakhir di tong sampah belakang rumah. Mom tidak akan membiarkan anak-anaknya memakan makanan sampah yang dibeli dengan harga 20 Poundsterling.
"Eh, Yoong. Ada apa dengan tanganmu?" Lilia melihat darah yang menetes dari jariku. Ia meraih tanganku dan nampak jelas, ada lima tusukan di lenganku. Lilia bergegas masuk ke mobil meletakkan kantong penuh makanannya di kursi depan, dan kembali dengan sebuah perban serta plester luka untuk menghentikan pendarahanku. Dia mulai membalut lukaku.
Aku tak telalu memperhatikan yang Lilia lakukan, karena perhatianku terfokus pada seseorang di seberang jalan. Ya, dia masih di sana. Vishous. Pemuda itu memandangi kami dengan wajah tanpa ekspresi. Matanya terlihat sayu.
Dennis tahu yang sedang aku pikirkan. Dia mengikuti arah pandangku. Aku bisa melihat kilat kemarahan pada mata Dennis. Ia hampir menyeberang ke arah pemuda itu, namun aku mencegahnya. Kupandangi lagi jalan seberang sana, namun pemuda bernama Vishous itu telah menghilang.
Dennis berjalan mendekatiku, sementara Lilia telah selesai membalut tanganku. Ia berbisik tepat di telingaku. Hal yang sama dilakukan oleh Vishous tadi padaku-kurasa.
"Kau sebaiknya berhati-hati, jaga Lilia!" Dennis memperingatiku. []
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fallen
FantasyDia yang terbuang bersumpah untuk memerangi langit sampai ia menemukan kembali separuh jiwa yang telah direnggut darinya. Dia mulai membujuk Lucifer untuk menentang langit dan menyebabkan dua ratus malaikat terjatuh hingga menciptakan neraka mereka...