Ada kalanya hujan hadir tanpa awan hitam yang biasanya muncul lebih dulu. Begitupula kesakitan yang tengah kurasakan.
Decakan kekesalan keluar dari bibir Aji. Kemacetan yang menguncinya di perjalanan pulang memang menambah rasa kesal yang sejak kemarin telah dia rasakan.
Malam ini ia akan menjadi tersangka. Dirinya mungkin akan mendapatkan pengadilan dari kedua orang tuanya serta kedua orang tua Wulan. Bukan tidak mungkin bila ia yang akan dipojokkan.
Padahal semua yang akan dirinya lakukan adalah atas permintaan istrinya sendiri. Namun apa mereka semua mau mendengar penjelasan darinya. Karena yang berada diposisi tidak enak adalah Aji. Bukan dia yang meminta, tapi dia yang menjalankan bahkan dia juga yang akan mendapatkan cacian.
Apalagi sejak tadi Wulan sudah memberikan kabar bila semua orang tua sudah berkumpul di rumah. Habislah dia. Jawaban apa yang akan dia berikan kepada semuanya?
Menjabarkan secara detail mengapa ia menikahi Nisa, sama saja membuka aib orang lain. Bahkan aib yang akan dia bongkar adalah aib dari calon istrinya sendiri.
Akan tetapi bila dia tidak jujur, maka selamanya ia yang akan menanggung tuduhan dari semua orang.
Bukannya Aji ingin menjelekkan orang tuanya, tetapi sepanjang usia Aji, kedua orang tuanya lebih suka mengomentari apa yang terjadi dari pada mencari tahu alasan apa dibalik semua ini.
Dan Aji sangat tidak suka itu.
Seumur hidupnya dituduh melakukan sesuatu yang bahkan tidak dia lakukan sangat tidaklah nyaman. Gunjingan sana sini dari orang sekitar sangat pasti ia dapatkan. Bahkan walau Aji tidak peduli sedikitpun.
"Aarrggghh.. " geramnya semakin terdengar bersamaan dengan suara panggilan diponselnya.
Aji berusaha mengacuhkannya, tetapi suara dering itu terus berulang sampai perhatian Aji memang terpusat pada ponsel yang berada di sakunya.
Ia pikir Wulan yang menghubunginya, namun ternyata panggilan itu berasal dari salah satu bawahannya.
"Halo.." ucapnya dengan nada cukup kencang.
"Bos, unit yang kemarin ditarik ternyata digugat balik sama konsumennya. Mereka nuntut balik perusahaan. Sekarang saya dikantor polisi."
Sebelah tangan Aji terkepal kuat. Dengan sekuat tenaga dia memukul stir mobilnya. Melampiaskan kekesalannya pada benda mati itu.
Aji berpikir Tuhan memang sedang mengujinya. Ia merasa langkah hidupnya setiap hari terasa begitu berat. Hingga ada saja masalah hidup yang menyita perhatiannya.
Masalah di rumahnya saja belum juga selesai, kini ada masalah kantor lagi yang harus menjadi perhatiannya sebagai salah satu pimpinan cabang. Dan bila ada case seperti ini biasanya dia akan hadir mendampingi anak buahnya. Bahkan bila konsumen yang melakukan pelaporan cukup kuat, mereka harus melewati tahap persidangan di pengadilan.
Padahal semua ini tidak perlu terjadi. Mengingat anak buahnya melakukan penarikan unit sudah sesuai ketentuan dan pasti karena konsumen tersebut melakukan tunggakan pada angsurannya. Apalagi sesuai batas ketentuan awal, melewati satu hari dari jatuh tempo bila konsumen belum juga bayar, maka unit berhak menjadi milik perusahaannya.
Kejam memang, namun ini adalah pekerjaan. Konsumen dapat apa yang mereka mau, sebagai gantinya bila konsumen melanggar, perusahaan bisa melakukan tindakan sesuai perjanjian.
Tapi masih saja banyak konsumen yang 'mengeyel' dan beranggapan bila mereka baru menunggak sekian hari. Seharusnya perusahaan memberikan surat peringatan terlebih dahulu, baru melakukan penarikan unit. Namun nyatanya semua faktor dapat terjadi. Bisa saja ketika ada anak buahnya yang ingin mengantarkan surat pemberitahuan kepada konsumen, namun konsumen tidak ada ditempat sudah jelas surat itu kembali lagi ke kantor.
KAMU SEDANG MEMBACA
POLIGAMI
SpiritualAku munafik bila ini hanya tentang sebuah permintaan. Tapi nyatanya ada cinta yang begitu besar terselip di sana -Satya Wiraji- Mungkin hanya aku perempuan yang meminta suaminya untuk menikah lagi. Namun satu hal yang menjadi dasarku melakukannya, k...