Berkah Opo Mubah?

80 6 10
                                    

I am queen of typo.
Enjoy!^^
***

Playlist, Demons by Imagine Dragons

[Author's Point Of View]

Terkenal dengan kecantikan, wajah anggun, dan tubuh molek. Itulah yang dia rasakan semenjak tubuh kanak-kanaknya bertransformasi, mengikuti alur kehidupan dimana dia memasuki masa baligh.

Dengan kulit kuning langsat, halus dan bersih membuat sosoknya semakin mempesona. Mungkin saja itu berkat mendiang ibunya dulu yang rajin memberi dia jamu beras kencur, atau lulur bengkoang setiap pagi dan membalurkan di seluruh tubuh mungilnya. Tapi sekarang itu semua tidaklah penting.

Sama tidak penting seperti tatapan iri dari seluruh wanita ataupun tatapan lapar pria-pria yang ada di sekitarnya. Tak acuh dan melenggang dengan tenang seakan hanya dia saja yang ada di rumah joglo besar itu -tempat orang-orang seperti mereka biasa berkumpul-.

Seorang wanita paruh baya dengan baju kebaya warna hijau tua menghampirinya. Gelungan rambut yang terlewat tinggi ikut bergoyang ke kiri-kanan mengikuti setiap langkah si-empunya. Mengingatkannya akan buntut ayam jago yang sering dia lihat. Senyum sumringah terpampang jelas diwajah bulatnya itu.

"Heh Ami," -wanita itu menepuk pelan bahunya dengan kipas kecil yang selalu dia bawa- "Ojo meneng terus. Ayo kerja! Kae loh, Mister Albet wis nunggoni kowe!" (Jangan diam terus. Ayo kerja! Itu loh, Mister Albert sudah menunggumu!)

Tanpa menjawab, hanya dengan sekali anggukan kepala dia menuruti perkataan wanita itu. Berjalan dengan tenang menuju segerombolan orang berkulit putih yang tengah asyik bercengkrama. Wajahnya dia buat selembut mungkin. Kendati hati dan perasaan terlampau muak.

"Ow! Ami!" Seru seorang lelaki berambut pirang saat melihat dia datang. "Ini dia Stef yang aku ceritakan padamu," sambung lelaki itu dengan nada riang, membuat seluruh teman-temannya menoleh.

"Mooi, heel mooi (cantik, sangat cantik). Pantas saja kau sering kesini Al," jawab lelaki bernama Stefan itu. Dia melepaskan tangan kekarnya yang saat itu sedang merangkul seorang wanita. Stefan mengulurkan tangannya ke arah Ami yang segera disambutnya. Stefan mengecup buku-buku jari halus itu layaknya seorang bangsawan.

Semua orang yang ada di gerombolan itu mengamatinya. Termasuk perempuan berkebaya kuning yang menatapnya dengan tatapan iri. Sebenarnya dia tidak terlalu peduli. Karena hal itu sudah sering dia terima. Sekedar tatapan sinis maupun iri bahkan umpatan kasar sudah menjadi makanan sehari-hari. Hanya orang bodoh dan tak berotak yang banyak bicara. Gujih (banyak omong).

"Hey! Al. niet al te oude, dwaas!" (Hey! Jangan terlalu lama, bodoh!) seru Albert saat Stefan tak kunjung melepas kecupannya di tangan Ami. Raut mukanya tamak tak nyaman, pun rambut pirang lelaki itu yang bergerak tertiup angin malam semakin membuat rona wajahnya semakin tak enak dilihat.

Stefan mengangkat kedua tangannya dan tergelak. Dia menepuk bahu Albert seraya berkata, "tenanglah kawan... aku tak akan merebutnya."

Albert kembali rileks, lalu tersenyum tipis. Dia mengalihkan tatapannya ke arah Ami yang sedari tadi mengamati kedua sekawan itu dengan raut datar.

Disisi lain, Ami berusaha untuk tidak memutar bola mata jengah demi melihat kelakuan kedua orang itu. Saat dilihatnya Albert mendekati dirinya, dia memasang senyum manis andalannya. Tepat saat dia menoleh ke arah Albert, tangannya ditarik oleh lelaki rambut pirang itu. Tubuh mungil namun proposionalnya dipeluk dengan erat. Satu ciuman mendarat di pipi kanan.

"Je bent mooier, lieve." (Kau tambah cantik, sayang) Bisik Albert dengan menjilat cuping telinganya di akhir kalimat.

Sejenak dia terpaku, lalu kembali melemaskan tubuhnya dan memasang senyum manis. "Bedankt (terimakasih), Mister Albert," jawabnya.

ArundatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang