BAB I : Perkenalan

155 15 7
                                    

Cindy POV

Burung-burung berkicau pagi hari. Pagi ini hari senin, waktunya kembali mengerjakan kewajibanku sebagai pelajar.

Tok.. tok.. tok...

"Hei muka bantal, bangun!" ucap seorang laki-laki mengetuk pintu kamarku. Aku malas mempedulikannya dan memilih untuk tetap terlarut dalam mimpi. Karena tidak ada jawaban dari balik pintu, laki-laki itu segera masuk.

Ceklek

"Hei, bangun muka bantal!" teriak Zero, sambil menarik selimutku.

"Uuum.. Apa'an sih Zero~ masih ngantuk tau!" ucapku kesal sambil menggeliat.

"Hei, bangun! Kau mau aku tinggal?" ucapnya lagi dan berhasil.

Aku mulai mengerjap-ngerjapkan mataku berusaha menyesuaikan mataku dengan cahaya matahari dibalik tirai kamar.

"Sudah pagi ya? Hoaamm... kamu kok udah rapi?" gumamku sambil menguap.

"Hn, cepat mandi!" Zero membantuku bangun, dan mendorongku ke kamar mandi.

Oh ya aku lupa, Hai! Perkenalkan, namaku Cindy Austin. Bisa dipanggil Cindy, aku anak bungsu dari keluarga Austin, aku memiliki satu kakak laki-laki yang bernama Edmund Austin. Kakakku baru menikah dan sedang bulan madu di London bersama istrinya. Hal yang paling, paling, paling, paling aku benci dari sifat kakakku yaitu sifat yang sangat OVERPROTECTIVE padaku. Aku pernah mengadu kepada ayahku atas sikap kakakku yang satu ini. Kalian tau apa yang di katakannya? Ayahku berkata, "Hahaha, itu artinya kakakmu sangat sayang padamu, bla... bla... bla...." Bukannya kasih solusi malah buat tambah stress saja. Haaahh... begitulah nasibku.

Dan yang marah-marah tadi namanya Zero Hidehira, Zero adalah temanku sejak SD. Kami melanjutkan ke SMP dan SMA yang sama sehingga hubungan kami sangat dekat, bahkan bisa dibilang seperti saudara. Dia tipe cowok cuek dan jaim alias jaga image. Dan sepertinya dia tidak tertarik untuk berinteraksi secara berlebihan dengan orang yang tidak dekat dengannya.

Setelah selesai mandi dan memakai seragam sekolah dan menyisir rambut ikal ku yang tergerai sampai punggung. Aku segera turun ke bawah dan disana ada ayah, bunda, dan juga Zero yang sedang menungguku di meja makan.

"Pagi ayah, bunda," ucapku ke kedua orang tuaku. "Oh ya lupa. Hai, Zero yang ganteng." ledekku yang tidak ditanggapi olehnya.

"Cindy, cepat duduk dan sarapan. Nanti kalian terlambat. " Ucap ayah. Aku segera duduk dan menyomot roti tawar dengan selai coklat yang ada diatas meja.

"Cindy langsung berangkat ya bun, yah. Udah siang nih, nanti telat."

"Iya hati hati ya sayang." Ucap ibuku.

"Iya bundaku yang cantik~~ Ayo Zero berangkat! Nanti kita telat." Kataku pada Zero

Zero mendengus kesal, "Cindy yang manja ini memang sudah terlambat," ledeknya

"Kamu sih lama sekali membangunkanku." Protesku gak terima.

"Memangnya kamu anak kecil yang tiap hari harus dibangunin lagi?"

"Sudah-sudah berantemnya. Aduh kalian, berantem mulu deh. Heran tau! Katanya tadi udah telat?" ucap bundaku.

"Iya Tante. Kami pergi dulu ya!" ucapnya menarik tanganku agar segera bergerak keluar.

***

"Masih kesal ya?" tanyaku pada Zero. Sedari tadi dia memang hanya diam denganku, tidak ingin mengucapkan satu katapun denganku.

"Zero!" teriakku marah karena Zero tidak mau membalas perkataanku.

"Apaan sih?" tanya Zero kesal.

The ChrysalisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang