To : Anak manja bunda
From : Zero
Cindy, aku pulang duluan.Setelah mengetik pesan kelewat singkat itu dan mengirimnya pada Cindy, lelaki dengan tubuh jangkung itu berjalan lurus menuju halte yang tidak jauh dari sekolahnya. Beberapa murid memperhatikannya, mencari sosok kapten cheers yang biasanya selalu menempel disekitar lelaki itu.
"Kak Zero!!"
Lelaki itu menghentikan langkahnya takala ada seorang yang memanggilnya. Ia berbalik, mendapati seorang siswi berlari menghampirinya.
"Kak, kakak liat kak Cindy gak?" tanya siswi itu.
Zero memandang siswi itu sebentar, mencoba mengingat siapa siswi dengan kacamata yang ada dihadapannya ini, "kau siapa?" tanya Zero setelah tidak berhasil menggali memori otaknya.
Entah apa yang lucu, siswi itu hanya tertawa geli, "Maaf kak jadi gak sopan langsung nanya tanpa ngenalin diri dulu. Aku Lucia kak. Beberapa hari yang lalu kakak pernah nunjukin jalan ke ruangan klub cheers. Aku sering liat kakak jalan bareng kak Cindy dan kakak-kakak yang suka teriak di kantin..."
Zero hanya ber'oh' ria. Ia ingat kalau beberapa hari yang lalu saat ia sedang berjalan menuju perpustakaan-tempat biasa ia menunggu Cindy- ia bertabrakan dengan gadis di depannya ini.
"Jadi kakak tau kak Cindy dimana nggak?""Mungkin dia di ruang ganti dengan anak cheers lain."
"Oh gitu ya kak?"
Siswi yang mengaku bernama Lucia itu masih saja berdiri di depan Zero walau sudah mengetahui dimana Cindy berada, dan hal itu membuat Zero sedikit merasa terganggu. Bukannya jahat, ia ingin segera pulang. Tapi untuk meninggalkan seseorang yang punya keperluan dan rasanya belum selesai, itu ugh.
"Sudah selesai?" tanyanya, berusaha sesopan mungkin. Walau ia terkenal karna sifat dinginnya, ia tidak ingin meninggalkan kesan tidak sopan. Biar bagaimanapun, ibunya selalu menasihatinya agar bersikap sopan pada orang lain. Yah, walaupun terkadang sangat sulit melakukannya.
Lucia mengangguk, "Ah iya, terimakasih ya kak." jawabnya tidak lupa dengan senyum yang ramah. Ia lalu berbalik dan berjalan pergi meninggalkan Zero.
Zero menghela nafas berat, ia berbalik dan berjalan kembali menuju halte.
Brukkk
Zero berdecak, menyembunyikan ringisannya karena seorang siswi lain menabraknya.
"Ah maaf," ucap siswi itu. Siswi itu menolehkan kepalanya ke atas, mencari tahu korban yang ia tabrak.
DEG
Jantungnya mendadak berdetak kencang saat Zero, kakak kelas yang belakangan ini ia perhatikan dari jauh berada tepat di depannya.
"A-anu, itu, ng ma-maaf.. a-aku tidak senga..ja," katanya dengan suara yang bergetar menemani rasa gugup yang ia rasakan.
Ini sudah kali keempat ia menabrak seseorang dalam sehari. Pertama Ibu Dila, guru kelas dua belas yang mengajar untuk pelajaran ekonomi. Guru yang terkenal killer itu langsung menceramahinya karena tidak hati-hati. Kedua Pak Vian, guru pengawas di laboratorium kimia. Beruntung Pak Vian seorang yang ramah dan mengerti kecerobohannya. Dua orang selanjutnya adalah kakak kelasnya. Ia bahkan tidak sengaja membuat minuman kakak kelasnya tumpah di kantin. Beruntung mereka juga memaafkannya. Dan kali ini, siswa yang terkenal seantero sekolah karena sifat dingin sekaligus orang yang ia kagumi.
"Hn, tidak apa."
Jawaban singkat Zero membuat pipinya memanas. Terlalu lebay mungkin, tapi itulah kenyataan yang ditulis dicerita ini. Haha.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Chrysalis
Teen FictionTidak ada cerita yang spesial termasuk cerita mereka. Ini hanya seperti kebanyakan cerita yang dialami murid-murid SMA lainnya. Cerita persahabatan tentang Cindy Austin kapten tim cheerleader yang menjadi primadona sekolah, Zero Hidehira siswa yang...