Leon POV
Gue menunjukkan boneka kelinci tepat di wajah Cindy yang baru saja gue menangin dari permainan kotak besar berisi puluhan boneka imut di game center. Dia hanya menatap gue dengan pandangan kesal. Melihat wajahnya seperti itu, gue jadi pingin ngakak.
Dia melihat sekitar seperti mencari sesuatu, sejurus kemudian ia langsung tersenyum, "aku mau coba permainan itu," katanya kepada Zero.
"Yakin?" Zero bertanya tak yakin pada Cindy.
"Ya, yakin sekali" jawabnya kemudian berjalan ke arah mesin permainan itu.
Gue dan Zero hanya mengikutinya. Setelah Cindy memasukkan koin kedalamnya, dia langsung bersiap memegang pukulan bentuk palu berwarna hijau.
Gue melihat Cindy mengambil ancang-ancang, lalu..
Pushh!!
Ting!!
Gue gak tau deh ya, ini emang cara mainnya gitu atau emang Cindy-nya yang punya tenaga dalam. Soalnya, yang gue liat, Cindy seolah-olah dendam banget sama mesin itu dan seolah-olah ingin menghancurkannya.
"Kok bisa?" Tanya gue padanya.
"Rahasia" jawabnya sok misterius.
Gue sama Zero cuma geleng-geleng kepala melihat tingkah Cindy. Kemudian kami melanjutkan bermain beberapa permainan. Bahkan kami sudah mencoba semuanya. Oke, ralat, sebenarnya yang lebih banyak main Cindy. Dan Zero? Tuh anak malah keliatan kayak baby sitter nya Cindy
"Gue udah capek nih, pulang yuk!" Ajak gue saat baru keluar dari ruang karoke di game center.
"Tunggu dong! Kita belum nyoba semua permainan disini?" Jawab Cindy semangat.
Nih bocah emang gak ada capeknya ya, "Cindy yang cantik, imut kayak bayi baru lahir, semua mainan disini udah lo coba deh kayaknya. Apa lagi yang belum?" Tanya gue lagi.
"Umm,, pasti ada yang be--" omongannya terpotong, sejurus kemudian dia mengajak kami ke sebuah box yang kira-kira bisa memuat kami bertiga.
Cindy tersenyum misterius yang sukses membuat gue dan Zero menghela napas pelan.
"Maksudmu kita bertiga foto gitu?" Tanya Zero.
"Yup! Nah itu lo kamu ngerti. Ayo masuk" Cindy menyeret kami kedalam box itu.
Gue sama Zero cuma pasrah ngikutin bocah ini. Cindy kemudian mengambil posisi duduk diantara kami berdua, lalu menyetel beberapa pilihan di layar setelah dia menggesekkan kartu Game Center.
"Oke, kamu pegang ini, dan kamu pakai ini" Cindy menyuruhku memegang 2 tongkat kecil yang diujungnya ada kumis warna coklat sedangkan satunya lagi kertas dengan tulisan JOMBLO. Dan kalian tau Zero dipakaikan apa sama Cindy? Wig model rambut vokalisnya Nidji berwarna pink.
Gue gak bisa nahan tawa saat melihat wajah Zero yang datar-datar aja kayak triplek. Jujur, sekarang ini dia bahkan lebih lucu dari Charlie Chalpin. Akhirnya tawa gue benar-benar pecah tepat saat Cindy mencet tombol jepret pertama.
"Nah, ini bagus hasilnya. Natural banget lagi, aku juga kelihatan manis di sini. Ayo-ayo foto lagi. Masih ada 7 kali jepret lagi" kata Cindy yang siap memencet tombol lagi.
Kami kemudian mengambil beberapa jepretan lagi. Wajah Zero dari foto pertama sampai terakhir gak berubah-berubah, tetap datar kayak triplek. Setelah selesai berfoto, Cindy mengirim hasil foto lewat email lalu mencetaknya.
"Liat deh, wajah kamu lucu banget di sini" Cindy menunjuk salah satu foto yang wajah gue paling jelek banget.
"Lo sih, gue mau foto bagus malah lo cubit lengan gue. Eh-- tapi liat yang ini, gigi lo kelihatan maju di sini" jawab gue tak mau kalah sambil tertawa. Cindy cemberut lalu memukul bahuku kuat.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Chrysalis
Teen FictionTidak ada cerita yang spesial termasuk cerita mereka. Ini hanya seperti kebanyakan cerita yang dialami murid-murid SMA lainnya. Cerita persahabatan tentang Cindy Austin kapten tim cheerleader yang menjadi primadona sekolah, Zero Hidehira siswa yang...