Part 4

297 36 6
                                    

“Belum ada tanda-tanda lagi ya dari si peneror itu?” tanya Vino saat mereka sedang berada di markas utama.

“Be-belum, Vin.”

“Sekarang apa yang akan kita lakuin?” tanya Saktia.

“Ga ada. Kita cuma bisa nunggu sampai dia ngelakuin kesalahan dan ninggalin barang bukti.” Jawab Vio.

“Ja-jadi, maksudnya ki-kita harus nunggu sampai ada ko-korban selanjutnya? Gue ga ma-mau ada korban la-lagi, gu-gue ga mau li-liat darah kayak kemarin lagi!”

“Bener kata Vio. Kita ga bisa ngapa-ngapain sebelum dia berbuat kesalahan. Kita ga punya bukti apa-apa tentang kasus ini. Bahkan detektif dari kepolisian yang lebih ahli daripada kita pun belum dapet apa-apa...” jelas Vino. “Jadi, mau ga mau, kita harus nunggu dia beraksi lagi.” lanjutnya.

“I-itu sama aja ki-kita numbalin nyawa ma-manusia dengan sukarela dong?! Gimana kalau korban selanjutnya sa-salah satu diantara ki-kita? Apa akan ki-kita ikhlasin gi-gitu aja? Pokoknya gu-gue ga mau sampai ada ko-korban lagi! Cukup Yu-Yupi.” Nada kesedihan terdengar jelas saat Dellon menyebut nama tambatan hatinya itu.

“Tunggu, bukannya di surat pertama yang dia kasih, dia bilang kalau kita berhasil nyelametin satu calon korban, dia akan ngasih tahu jati dirinya? Untuk korban selanjutnya, dia pasti akan ngasih kita kode lagi, kita harus mecahin kode-kode yang dia kasih sebelum dia ngebunuh korban.” Jelas Saktia panjang lebar. Entah apa yang baru di makannya.

Vio menghela nafasnya, "udahlah kita gak usah ambil pusing soal ini. Jangan terlalu dipikirin. Mending lanjutin hidup kita aja. Yang penting kita hati-hati. Gimana, Vin?"

"Untuk saat ini, cuma itu yang bisa kita lakuin."

Tiba-tiba handphone Vino berbunyi. Ada telepon masuk.

"Detektif Nobi?" Vino pun mengangkatnya. "Halo?"

"Vino, apa telepon ini kamu speaker?"

"Tidak. Hanya saya yang mendengar suara anda. Ada apa menelepon saya?"

"Mengenai kasus Yupi. Baru saja saya dapat laporan dari tim forensik dan mendapatkan sebuah fakta, apa kalian tahu, bahwa Yupi masih hidup ketika kalian berkumpul di depan TKP?"

"Bapak, serius?"

"Dan satu lagi. Saya baru saja selesai memeriksa TKP, dan penyiksaan yang dilakukan pada korban sebelum korban meninggal tidak terjadi di TKP. Ada TKP lain."

"Ke-kelas saya?"

"Salah satunya. Sisanya berada di kelas anggota Tim Detektif yang lain. Dan saya rasa, kalian bukan hanya korban disini. Tapi kemungkinan juga pelaku."

Vino terdiam sesaat dan mencoba menenangkan dirinya. "Kenapa anda memberi tahu saya?"

"Entahlah. Saya juga heran. Mungkin karena saya berharap kalian berhenti. Hentikan ini Vino. Atau tolong bantu hentikan temanmu. Ini keterlaluan untuk seorang anak SMA."

Vino memejamkan matanya dan menghela nafasnya, "terima kasih. Tapi saya akan pastikan bahwa salah satu dari kami bukanlah pelakunya." Ucap Vino sebelum mematikan teleponnya.

"Siapa, yang?" Tanya Lidya.

Vino menatap anggota Tim Detektif satu persatu yang menatapnya khawatir, Vino pun membalas dengan senyuman dan kembali menoleh Lidya.

"Bukan siapa-siapa, kok."

Sementara itu, Nobi yang tengah berdiri di samping mobil dinasnya hanya menatap nanar layar handphonenya.

"Pak Nobi."

Nobi pun menoleh dan medapati Handoko, anak buahnya baru saja keluar dari sekolah Vino.

Fri(end)sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang