Prolog

15 0 0
                                    

Gadis itu tak ada hentinya memandang ke sebuah benda. Benda yang sangat penting bagi dirinya. Hanya sebuah kotak berwarna biru yang berisi beberapa barang. Dapat dipastikan bahwa semua semua benda yang ada di dalam kotak itu adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan seseorang. Ya, seorang lelaki yang sangat disayanginya.

"Rasya! Kamu sudah tidur?" terdengar suara Sang Mama dari balik pintu. Gadis itu beranjak meninggalkan tempat tidur untuk membuka pintu kamarnya. Wajah gadis itu terlihat sangat letih. Dibukanya pintu dan menemukan sosok Sang Mama. Gadis itu hanya tersenyum sekilas, kemudian kembali menuju tempat tidurnya.

"Sya, besok Mama akan berangkat ke Bangka..." ucap Sang Mama sangat antusias.

"Bisakah Mama tinggal lebih lama dirumah?"

Gadis itu mangajukan pertanyaan tanpa menoleh ke arah lawan bicaranya. Rasya sadar bahwa sangat tidak sopan bersikap seperti itu kepada Sang Mama. Rasya terpaksa melakukannya agar Sang Mama tak melihat matanya itu berkaca-kaca menahan tangis.

"Mama harus pergi ke Bangka, Sya. Banyak urusan yang sudah menanti kedatangan Mama." suara Sang Mama terdengar sangat lembut.

"Setuju atau tidaknya aku, tidak akan pernah bisa mengubah keputusan Mama, kan? Apapun yang kuucapkan tidak akan bisa mencegah Mama untuk pergi. Jadi, kalau itu memang sudah menjadi keputusan Mama, aku hanya bisa mendo'akan Mama. Dan aku hanya bisa berharap supaya semua urusan di Bangka cepat selesai." ucap gadis itu yang berusaha menyunggingkan senyum diwajahnya.

"Maafkan Mama yang tak bisa selalu menemani kamu, Sya. Tapi, satu hal yang harus Rasya tahu. Mama melakukan ini semua demi masa depan Rasya, untuk kehidupan kita."

Tanpa diberi aba-aba, Rasya langsung memeluk Sang Mama. Dibiarkannya cairan bening yang sejak tadi ia tahan itu menetes, membasahi pipinya.

"Rasya sayang Mama, maaf kalau sikap Rasya tadi tidak sopan. Rasya hanya tidak ingin berada jauh dari Mama, itu saja."

"Sudahlah, jangan menangis lagi. Wajahmu terlihat jelek jika sedang menangis, Sya." ucap Sang Mama dengan nada menggoda.

Gadis itu tersenyum memandang Sang Mama. Dipandangnya wajah wanita separuh baya itu. tetap terlihat letih meskipun sedang tersenyum. Letih karena terlalu banyak beban yang dipikulnya.

"Bolehkah Rasya meminta sesuatu, Ma?" kalimat itu keluar dari bibir mungilnya.

"Kamu ingin meminta apa, Sya?" Sang Mama terlihat antusias.

"Bisakah Mama menemaniku tidur malam ini? Sebelum Mama pergi ke Bangka."

Sang Mama mengangguk tanda bersedia. Pandangan Rasya langsung tertuju pada kotak biru yang masih tergeletak di atas tempat tidurnya. Mata Rasya dan Sang Mama saling bertemu selama beberapa detik.

"Sepertinya, kamu melupakan sesuatu!"

Tanpa menunggu lama, Rasya dan Sang Mama segera menuju ke tempat tidur.

"Apa ini?" tanya Sang Mama.

Gadis itu hanya bisa diam. Memarahi dirinya sendiri karena tidak sempat menyimpan kembali kotak itu.

"Sejak kapan kamu mulai menyukainya?" tanya Sang Mama sambil tersenyum.

"Sejak pertama kali aku melihatnya, Ma." Rasya menjawab pertanyaan Sang Mama sambil menunduk.

Gadis itu takut kalau Sang Mama tak mengijinkannya untuk pacaran.

"Rupanya, anak semata wayang Mama yang dulu masih Mama timang sudah beranjak dewasa, ya!" ucap Sang Mama mengacak rambut gadis itu.

"Mama tidak marah?"

"Tidak, kenapa Mama harus marah?" Sang Mama geleng-geleng kepala mendengar pertanyaan Sang Anak.

"Mama mengijinkan?" Rasya masih berusaha untuk memastikannya.

"Selama itu tidak mengganggu prestasi sekolahmu dan kamu bisa membagi waktu, why not!"

Find You AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang