Gue mulai membaca banyak artikel tentang psyco therapy. Tapi sebagian besar gue nggak ngerti maksudnya apa. Mungkin keterbatasan otak gue yang emang nggak cemerlang kaya sabun colek.
Emang sih kalo masalah kejiwaan gitu harusnya mending konsultasi ke psikiater atau dokter ahli jiwa. Tapi masa gue ngajak Ervagan ke rumah sakit jiwa ? WTF ! Niatan mau dibunuh di tepi jalan apa ?
Nggak. Ini nggak bener. Tapi kalo psikiater mungkin agak masuk akal juga sih. Gue mencoba searching di web mengenai psikolog ataupun psikiater. Nggak ada hasilnya.Gue ngeliat jam dinding. Udah pukul 12 siang. Waktunya makan siang. Hari ini gue nggak ada jadwal pergi sama Ervagan. Tapi daritadi dia nggak keliatan ada dimana. Gue mutusin buat keluar rumah. Tapi gue nggak sepenuhnya bisa keluar dari lingkungan ini. Gue cuma bisa berkeliaran di sekitar taman bunga serta halaman belakang.
"Tiinn...Tiinn..!!" Suara klakson mobil. Sepertinya ada tamu yang datang. Tapi siapa ya ? Gue penasaran. Gue berjalan menuju pintu gerbang dengan maksud mau ngeliat siapa yang datang. Gue nggak sengaja liat Ervagan keluar dari rumah serta diikuti para pelayan, seolah menyambut seseorang yang begitu penting. Akhirnya gue cuma bisa ngintip di balik semak semak.
Seorang gadis cantik keluar dari mobil dengan pakaian casual. Begitu anggun dan elegan. Rambutnya pirang serta kulit seputih susu. Gue sampe melongo ngeliatnya. Tiba tiba ada yang berdiri di belakang gue.
"Nona sedang apa di sini ?" Kata Eva. Gue reflek narik tangannya Eva."Ssssttt... itu siapanya Ervagan ya ? Cantik banget." Tanya gue sambil nunjuk cewek blasteran itu.
"Oh. Sepupunya Tuan dari Jerman. Namanya Seira Regist Everald." Jelas Eva. Gue cuma diem aja. Bener emang itu cewek blasteran kali. Gue ngeliat mereka berdua masuk ke rumah. Gue nggak mau ngikutin lagi. Itu juga bukan urusan gue. Tapi ternyata Lukas menghampiri gue.
"Nona Betrisika, Tuan Ervagan menunggu di ruang tamu bersama Nona Seira Regist. " kata Lukas. Gue kaget bukan main. Apalagi ini sih ?
Gue masuk ke rumah menuju ke ruang tamu langsung dan melihat Ervagan duduk berdekatan dengan Seira. Inilah raja dan ratu yang sesungguhnya. Bukan gue yang rakyat jelata gini ikut hadir di ruangan ini agak kurang etis rasanya. Seira melirik gue dengan tatapan 'siapa rakyat jelata ini'."Oke. Semua udah di sini. Seira, perkenalkan dia Betrisika Caya. Betrisika, ini Seira Regist Everald. Sepupu gue dari Jerman. Dia udah 3 bulan tinggal di Indonesia. Jadi dia udah bisa ngomong bahasa Indonesia." Kata Ervagan. Gue ngulurin tangan tanda perkenalan. Seira cuma menoleh dengan tatapan sengit ke gue.
"Cihh.. maunya loe tinggal sama rakyat jelata kaya dia. Kenapa loe nggak minta gue aja buat nemenin loe ?" Gue udah biasa denger kata sarkastik kaya gitu. Jadi, gue mah nggak kepikiran apa apa. Sementara Ervagan berdiri lalu mendekati gue. Gue gemeteran. Apa lagi yang mau dia lakuin ? Ervagan duduk di sebelah gue sambil meletakkan tangannya di pinggang gue.
"Dia bukan rakyat jelata, Seira. Dia calon istriku. " jawab Ervagan dengan senyum puas. Sementara Seira melongo dan gue melotot ke Ervagan 'maksud loe apa, gila'
"Emmmm.. itu... anu gue cuma.." kata kata gue terhenti karena Ervagan nyium bibir gue. Dalam hati gue ngomel sendiri. Awas loe cowok gila kurang ajar !
"It's okay, gue juga nggak urusan sama yang begituan. Karena gue juga udah dijodohin sama Fen Erden Collean. Anak pengusaha ternama di Jerman." Kata Seira dengan sombongnya.
"By the way, gue mau tidur di kamar tamu utama dan yang paling spesial." Kata Seira lagi.
"Sayangnya, kamar itu udah ada pemiliknya, Seira." Kata Ervagan.
Seira melotot ke arah gue."Pokoknya gue mau kamar terbaik. Gue nggak mau tau. Beresin kamar rakyat jelata ini. Ganti semua dari kasur, selimut, dll. Gue nggak mau tidur di kasur bekas rakyat jelata." Kata Seira. Gue mulai dongkol juga nih.
"Oke tuan putri yang terhormat, gue bakal beresin itu kamar buat loe seorang. Jadi, udah beres kan urusannya ? Gue mau keluar. Pengap di sini. Sadar diri kalo gue rakyat jelata." Gue langsung berjalan menjauh dari mereka.
Gue nggak berharap Ervagan ngejar gue lalu membela gue. Dan nyatanya dia cuma diem aja. Kehadiran gue di sini cuma memperburuk keadaan aja. Gue udah nggak betah. Gue mau pulang. Gue duduk di taman bunga sambil menarik nafas. Apa gue kabur aja ya ? Ide itu tiba tiba terlintas di otak gue.
Saat menjelang malam, waktunya untuk makan malam. Gue berencana minta ijin ke Ervagan buat beli sesuatu yang gue butuh. Saat makan malam selesai, Seira langsung pergi ke kamar bekas gue. Sementara Ervagan terdiam di ruang keluarga sambil membaca buku.
"Ehemm.. Ervagan. Gue boleh ijin keluar nggak ?" Tanya gue rada takut. Kalo sifat psikopatnya kumat lagi kan bahaya. Ervagan cuma menatap gue tanpa ekspresi apapun.
"Hee.. ya udah nggak jadi. Gue balik ke kamar baru gue ya. Mau beres-beres." Kata gue pura pura senyum. Gue langsung nglengos aja. Sialnya Ervagan kembali fokus sama buku yang dibacanya tadi. Gue mondar mandir di kamar gue yang baru diberesin Eva. Nggak semewah kamar sebelumnya. Tapi cukup bikin gue nyaman. Beberapa jam kemudian, gue duduk di kasur dengan muka 'nggak nemu ide' kusut nggak jelas. Emang udah malem banget sih. Mungkin juga penghuni rumah ini udah pada tidur.
Karena udah terlanjur insomnia. Akhirnya gue keliling di dalem rumah sambil liat liat barang antik seolah di museum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Psycolove Story
RomanceSebenarnya dosa besar apa yang udah gue lakuin sampe ketemu cowo psyco kaya dia ? Tapi kenapa semua ini jadi rumit saat gue terlibat dalam urusannya yang nggak jelas gitu. Apalagi dia sering banget bikin gue sport jantung.