"Neng, kok kamu nggak takut sih tinggal sendirian di pinggir hutan gini? Mana jauh dari rumah penduduk pula," cetus Ricky kepada seorang gadis di sampingnya, Phia.
.
"Ah, ngapain takut sih, Bang? Takut itu cuma boleh untuk Tuhan," balas Phia.
.
"Iya sih. Tapi kan di sini sepi, Neng. Apalagi kamu perempuan. Cantik lagi. Nanti kalo ada yang nyulik gimana?"
.
Phia tertawa. Terdengar syahdu di telinga Ricky. Seperti alunan melodi lembut yang dinyanyikan bidadari. Membuat lelaki berparas tampan itu tersenyum. Terbuai.
.
"Abang bisa aja ih. Emang siapa yang mau nyulik? Abang kali ya?" Rona wajah Phia menyemburat merah. Menggemaskan.
.
Lelaki itu terbahak.
.
"Denger-denger di sini sering ada penampakan lho! Dulu katanya, ada seorang gadis gantung diri di pohon randu di dalam hutan sana. Dalam keadaan hamil pula. Tragis ya?"
.
Tatapan Ricky seolah nelangsa, merasa kasihan dengan gadis yang sudah mati itu. Sebab berdasarkan cerita, gadis itu adalah kembang desa. Sayang, hidupnya berakhir tragis. Sementara perempuan di sampingnya hanya tersenyum menanggapi cerita Ricky. Ia tak merasa ketakutan sama sekali walaupun mungkin Ricky berniat menakutinya.
.
"Tapi Neng gak pernah ketemu tuh, Bang. Kalaupun ketemu, Neng gak takut!" Phia tersenyum, memperlihatkan kedua lesung pipinya.
.
Tangan Ricky terulur, mencubit dagu gadis itu pelan. Merasa gemas.
.
"Ih, Neng Phia bisa aja deh. Abang jadi makin cinta."
.
Phia tersipu.
.
Di kejauhan, Ricky melihat Mang Kodir sedang mengayuh sepeda ontelnya. Membawa banyak beban di belakang. Sesekali bibirnya berdecak, takjub melihat hasil panen Mang Kodir melimpah ruah hingga mau tumpah.
.
"Mang Kodir!"
.
Merasa namanya dipanggil, lelaki berusia setengah abad itu menghentikan laju sepedanya tepat di hadapan Ricky. Tanpa turun, Mang Kodir menatap heran pada Ricky, tapi ditutupinya dengan senyum canggung.
.
"Iya, Den Ricky."
.
"Habis panen ya? Melimpah euy! Sampe munjung begitu. Ckckck..."
.
Tatapan Ricky berpindah ke dua buah karung berisi sayur mayur yang diikat di belakang.
.
"Alhamdulillah, Den. Ini mau disetor ke pasar. Ngomong-ngomong, Den Ricky lagi ngapain di sini?"
.
Ricky mendengus geli.
.
"Lagi ngapain? Ya lagi pacaran lah, Mang!" jawabnya sambil tertawa.
.
"Pacaran?" Mang Kodir sedikit tak percaya. Pasalnya, ia sedari tadi hanya melihat Ricky duduk sendirian di sebuah gubuk tua di pinggir hutan.
.
"Maksudnya, Den Ricky lagi nunggu pacarnya di sini ya?"
.
Ricky semakin terbahak.
.
"Sedari tadi saya lagi pacaran kok, Mang. Nih, kenalin. Gadis di samping saya ini adalah pacar saya!" kata Ricky seraya menunjuk si gadis dengan matanya.
.
Kening Mang Kodir semakin berkerut keheranan. Ia tak melihat siapa pun di samping Ricky.
.
"Tapi saya nggak..."
.
Kalimat Mang Kodir terhenti begitu saja saat tiba-tiba ia melihat seorang perempuan duduk di sisi Ricky. Lidahnya kelu. Mang Kodir mengucek mata, barangkali salah lihat. Tapi tidak. Perempuan itu masih di sana. Sedang tersenyum padanya.
.
Mendadak, bulu roma di sekujur tubuhnya berdiri. Mang Kodir merinding. Wajahnya mulai pucat. Ricky yang memperhatikan perubahan itu nampak heran.
.
"Kenapa, Mang?"
.
Mang Kodir tersadar.
.
"Eh, anu. Saya harus buru-buru ke pasar buat setor sayuran ini. Udah sore, Den," jawabnya dengan sedikit tergagap.
.
Ricky mengangguk. "Oh, oke. Silakan, Mang. Hati-hati."
.
"Saya duluan, Den!" pamitnya.
.
Tanpa menunggu persetujuan Ricky, Mang Kodir langsung mengayuh sepedanya. Peluh sudah membanjir. Mulut sibuk membaca doa.
.
Ia masih merinding. Dipercepatnya kayuhan sepeda. Jantungnya bertalu cepat setelah melihat perempuan yang tersenyum di samping Ricky.
.
Karena perempuan itu adalah kembang desa yang tewas sepuluh tahun yang lalu. Ditemukan tergantung di pohon randu di dalam hutan dengan keadaan hamil muda. Ia masih ingat jelas bagaimana wajahnya. Baik saat hidup ataupun ketika sudah menjadi mayat. Lagipula, rumah gadis itu yang sekarang sudah dibongkar terletak tepat di belakang rumahnya.
.
Tetapi di lain pihak, Ricky tengah menggelengkan kepala. Tampak bingung melihat Mang Kodir yang seperti tengah ketakutan. Seolah baru saja melihat hantu.
.
"Dia kenapa, Neng? Tampangnya kayak abis liat hantu," ujarnya pada gadis di sampingnya.
.
Sang gadis menarik nafas sejenak. Mulutnya sudah membuka, namun kembali menutup. Ia tampak ragu untuk mengeluarkan suara.
.
"Mungkin... Mungkin dia ngira aku emang hantu, Bang!" suara Phia seperti tercekat di tenggorokan.
.
Ricky mengalihkan pandangan dari Mang Kodir yang sudah menghilang di belokan. Tatapan prihatin ia arahkan pada gadis yang duduk di sampingnya. Ricky mengulurkan tangan, mengelus rambut hitam panjang milik Phia.
.
"Kamu harus sembuh, Phia. Aku akan membawamu ke dokter terbaik supaya kau sembuh. Aku tak ingin kau tinggal di tempat seperti ini." mata Ricky memandang liar pada deretan pohon bakau dengan beberapa pohon randu yang berjejer rapi. Juga pada rumah kosong yang bangunannya hampir rubuh dan terbilang angker, karena Ricky selentingan mendengar kabar penampakan hantu kembang desa yang mati bunuh diri sepuluh tahun lalu dan sering menampakkan dirinya di sekitar rumah kosong yang halamannya kini ia duduki bersama Phia.
.
"Ini sangat nggak layak, Sayang! Seharusnya kamu berada di rumah yang nyaman dan hangat. Bukan di tempat kumuh nan angker seperti ini. Saat malam tiba, ayolah tinggal di rumahku. Kamu akan aman. Aku akan memberikanmu tempat yang layak dan... jauh dari matahari."
.
Phia tersenyum. Menggeleng pelan.
.
"Di sini udah cukup, Bang. Aku udah terbiasa kok. Aku nggak mau merepotkan siapa pun dengan penyakitku ini. Lagipula, belum ada obat yang dapat menyembuhkannya. Abang nggak perlu khawatir. Semua orang menyangka aku adalah hantu gadis desa itu. Karena pribadiku yang tertutup dan penampilan yang sedikit berantakan ditambah.kegemaranku memakai gaun putih panjang. Sedikit membantu sehingga tak ada yang berani bertindak asusila."
.
"Tapi tetap aja aku khawatir, Neng!"
.
Phia tetap menggeleng. Sebuah.ketegasan itu membuat Ricky menarik nafas, pasrah.
.
"Maaf, Bang."
.
Ricky bergeming. Paham akan maksud ucapan gadisnya. Walau ia menyayangi gadis itu, akan ada banyak resiko yang akan menyertainya.
.
Semua itu dikarenakan penyakit aneh yang diderita Phia. Penyakit yang tidak bisa kena sinar matahari. Sebab, pancaran sinar matahari akan membunuhnya jika ia memaksakan diri keluar dari sarangnya tanpa pelindung. Bahkan sunblock saja tidak cukup. Ia butuh obat. Juga kesembuhan secara total.
.
Sebagai anak orang berada, bukan perkara sulit bagi Ricky untuk membantu gadis yang sangat disayanginya itu. Walaupun ia juga sudah mandiri secara ekonomi, ia ingin sekali membantunya. Hanya saja, keragu-raguan gadis itu sedikit menghambat langkahnya.
.
Ricky paham. Phia belum sepenuhnya percaya padanya. Terlebih dari cerita hidup gadis itu yang telah terbiasa dikucilkan. Bahkan dibuang oleh keluarganya sendiri akibat penyakit yang dideritanya.
.
"Suatu saat aku akan mengajakmu main di pantai, Phia. Tentu saja setelah kau sembuh," tekadnya setelah membiarkan gadis itu masuk ke dalam rumahnya, sebuah pohon randu nan lebat.*end
Created: mon, 29 august 2016; 02.15 wib
KAMU SEDANG MEMBACA
Analekta Memory
Short StorySekumpulan cerita selintas yang ada dalam benak. Beberapa adalah fiksi rasa nyata, kenangan, juga impian. Ini tentang semua rasa, semua cerita, dan semua genre. Selamat membaca.