Perempuan itu terjebak dalam ruangan persegi empat, yang mereka sebut dengan ruang kelas. Ia termangu dan terduduk menikmati detik yang ragu akan maju, pantang akan mundur.
Pagi ini pikiran liarnya tidak bisa bergerilya dan berkembang biak dengan semestinya, entah mengapa.
Mungkin penyebabnya adalah dirinya sendiri, tepatnya hidungnya sendiri.Dalam aliran yang terus melaju bak air terjun niagara, jernih dan terus meluncur mengalir dengan amat dahsyatnya, sangat begitu dinamis dan elegan.
Yahh itu adalah perumpamaan ingus Juminten.Juminten mengusap ingus yang membasahi kerah seragamnya. Hidungnya memerah dan terasa perih.
Ia mendongakkan kepala, berusaha untuk tidak membiarkan ingus jahatnya lolos lagi.
Tahan, tahan, tahan. Ternyata tidak sia-sia ingus jahatnya berusaha mengalah dan perlahan-lahan serentak mundur.
Kali ini Juminten yang menang."JUMINTEN!" panggil Pardelina.
Karena nila setitik, rusak susu sebelangga
Ternyata ingus jahatnya lebih gesit dari yang ia duga, saat ada kesempatan dalam kesempitan ingus jahatnya memutar arah dan menerobos jalan tembus menuju kerongkongan. Skakmat.
"Kenapa muka lo! nahan pup ya lo?" Deli menoel pipi juminten.
"Gue...neguk ingus gue sendiri."
****
"Halo."
Juminten mengangkat panggilan dari seseorang, panggilan itu belum usai, berapa menit yang sudah terbuang tapi seolah tak pernah ada habisnya, yang muncul malah perdebatan kecil dan keringat yang semakin dipupuk membanjiri dahinya.
Pardelina mengamati temannya itu hingga panggilan telah diselesaikan.
"Kenapa?" Deli mulai kepo.
Juminten membuang napas kasar. "Nyonya besar."
"Gue disuruh pulang bareng ketos." Juminten ogah-ogahan merapikan buku ke dalam tasnya. "Emang ketos kita siapa sih?"
Deli memutar bola matanya, mencoba mengingat nama ketosnya. "Erlangga mungkin."
"Kelas?"
Deli mencoba menggaruk kepalanya. "Hmm Mipa mungkin."
"Lo tau mipa tuh dimana?"
Kali ini Deli menggaruk jari-jari kakinya. "Belakang Perpus."
Juminten menatap Deli mencari kebenaran dikedua bola matanya, merasa yakin Juminten pun melenggang pergi meninggalkan kelasnya dengan berat hati.
"Del" Seli menepuk bahu Deli. "Lo tau gak?"
"hmm paan?"
"Yang lo kasih tau ke Juminten itu kan arah kantin."
Deli melotot tak membantah pernyataan Seli, mau bagaimana lagi yang ia ingat hanya kantin dan ruang kelasnya sendiri.
****
Sialan Deli. Berkatnya Juminten nyasar hingga ke kantin.
Yah sebenarnya kalau Juminten nyasar itu merupakan hal yang biasa, toh yang Juminten ingat di sekolah ini cuma dua hal yaitu Gerbang masuk dan gerbang keluar. Kelasnya sendiri? Sering lupa.
Perihal nyasar ke kantin, Juminten menggunakan kesempatan amat baik. Ia ahli dalam mengatur strategi perutnya.
Juminten melihat jam yang berada di kantinnya. Ternyata jam makan dan jam belajar amat tidak sinkron, bagaimana bisa saat ia nongkrong di kantin waktu terasa begitu cepat.
Juminten pun meninggalkan kantin, menuju ke kelas Mipa yan berada di lantai dua. Informasi yang sangat akurat, karena ia mendapatkannya dari seorang guru yang sedang nongki di kantin bersamanya.
MIPA 1
Begitu jelas plang itu terpampang didepan pintu kelas.
Juminten mengamati satu persatu manusia-manusia yang keluar dari kelas.
Jam 3. Ternyata manusia penghuni kelas ini keluar begitu tepat waktu. Berbanding dengan kelasnya yang sudah sepi macam kuburan saat 2 jam yang lalu.
"Hoi." Juminten menarik lengan seseorang, cowok berkacamata dengan membawa buku tebal. "Panggilin yang namanya Erlangga, gak pake lama."
Cowok berkacamata hanya melirik Juminten dari atas sampe bawah, lalu mengangguk menyetujui.
"Erlangga! ada yang nyariin" Teriak cowok berkacamata itu.
"Sudah," ujarnya pada Juminten.
"Oke, thanks sayang." Juminten cengar-cengir.
Cowok berkacamata itu mengangguk dan berlalu begitu cepat, tidak ingin berlama-lama berada didekat syetan yang terkutuk.
Juminten mengamati cowok jangkung yang baru saja keluar kelas. Otak nya pun tersentuh, ia baru saja ingat perihal manusia ini.
"Lo yang namanya Erlangga?"
Erlangga hanya tersenyum miring melipat tangannya sambil bersender ke pintu kelasnya.
****
Yahoo! See u next chap!
Pastikan menekan tombol Like
KAMU SEDANG MEMBACA
Juminten Love Story
HorrorDear hidup;asik terus, please Kata-kata yang selalu dikatakan Juminten, cewek yang aduhai bandel dan brandalannya bahkan babal akan peraturan. "Namanya juga hidup gak mungkin manis mulu pasti lah ada pahitnya, apalagi pahitnya bertambah setelah bert...