CHAPTER 2

125 2 0
                                    

Pagi selalu membawa sebuah cerita. Di Bekasi dengan kepadatan penduduknya selalu punya cerita pagi. Kopi atau susu dan juga sepiring nasi uduk sambal kacang dengan lauk telur menemani santap sarapan dari sebuah rumah di perumahan yang terletak di Wisma Asri. Santap sarapan adalah waktu yang tepat untuk mengobrolkan masalah-masalah santai. Fifi dan keluarganya sering bercengkrama sambil santap sarapan. Sebelum mereka sibuk dengan pekerjaan masing-masing seperti Fifi yang sekolah, ayahnya yang Walikota Bekasi, dan mamahnya yang seorang guru di sekolah swasta elit di Bekasi. Kami sekeluarga hanya bertemu ketika malam dan akhir pekan, kecuali Ibu. Ibu sudah pulang ketika menjelang sore.

"akhir pekan nanti kita mau kemana nih?" Ayah membuka obrolan pagi itu.

"Mamah ikut saja Yah."

"aku belum tahu Yah, belum memikirkan akhir pekan nih Yah, maklum lagi banyak tugas rumah, nanti aku kabarin Yah."

"yo wis nanti kita obrolin lagi."

"yah Mah sudah jam 6 nih, yuk kita berangkat sebelum terkena macet di depan."

Fifi dan keluarganya memang searah jadi tidak berangkat sendiri-sendiri. Tempat mengajar Mamahnya terletak di kawasan elit Summarecon, sedangkan kantor Ayahnya ada di balai kota Bekasi, sedangkan Fifi sekolah di SMA negeri yang berada di kawasan GOR Bekasi.

***

Bekasi merupakan kota yang luas. Bekasi menjadi kota urban yang banyak ditempati oleh para pendatang. Letaknya yang menjadi penyangga ibukota Jakarta membuat Bekasi tidak kalah ramai dari Jakarta.

Jalanan pagi itu pun seperti biasanya. Walau jam sudah menunjukkan pukul 6.00, tetapi jalanan sudah ramai. Ayahnya Fifi mengantar ibunya dahulu ke sekolah tempat Ibunya mengajar, setelah itu mengantar Fifi ke sekolah. Setelah mengantar Ibunya, Fifi pindah yang tadinya di kursi tengah ke kursi depan di samping Ayahnya.

Macet pagi itu seperti biasa di gerbang perlintasan kereta api dekat Stasiun Bekasi. Dari tahun ke tahun memang kawasan tersebut tidak pernah sepi kalau jam-jam berangkat ataupun pulang kerja. Mungkin karena ini merupakan gerbang untuk memasuki Bekasi melalui jalur kereta, macet akan terus terjadi. Fifi dan Ayahnya sibuk masing-masing di dalam mobil. Ayahnya sedang berkonsentrasi sedangkan Fifi hanya menatap ke depan, dia lalu takjub ketika melihat kereta lewat di depannya.

"Yah kalau liburan kita belum pernah naik kereta?" Fifi membuka obrolan supaya tidak bosan di mobil.

"eh apa Fi? Kereta ya?hmmm kalau dipikir-pikir sih iya. Memangnya kenapa?"

"liburan nanti kita naik kereta yuk Yah! Aku bosan naik kendaraan pribadi, pesawat, kapal laut atau apalah yang pernah kita naikin itu." Fifi memperlihatkan wajah memohon.

"kamu yakin? Mau kemana kalau naik kereta?"

"yang dekat-dekat saja Yah, semisal ke Kota Tua, Monas, atau Kota Bogor. Aku maunya naik commuter line, ingin dekat dengan masyarakat kayak Ayah. Ayah kan pemimpin yang dekat dengan rakyat, hehehe."

"kamu lagi merayu ya?" Ayahnya Fifi mendekatkan wajahnya dan memperhatikan Fifi dengan penuh selidik. "ah anak Ayah sudah besar. Iya nanti ya kalau semua urusan sudah beres, kita jalan-jalan naik kereta."

"oke deh Yah."

***

Kantor Pemerintah Kota Bekasi menjadi kantor yang begitu nyaman untuk para pegawainya setelah Ayahnya Fifi menjabat. Kantor disertai ruang terbuka hijau dan area bermain begitu nyaman untuk menjadi tempat bekerja. Memang pada masa sekarang Indonesia banyak terpilih pemimpin-pemimpin daerah yang tegas, berani dan kreatif sehingga pembangunan daerah menjadi signifikan begitu juga apa yang dilakukan oleh Ayahnya Fifi yaitu Pak Rama.

CERITA DALAM KERETATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang