CHAPTER 4

107 0 0
                                        

Di dalam gerbong wanita komuter Rin berdiri lurus menghadap ke kursi-kursi komuter. Berhimpitan dengan para penumpang wanita yang lain. Semua kursi telah penuh. Diisi wanita pekerja kantoran. Dan hanya Rin yang menjadi seorang content website di sebuah perusahaan media.


Beberapa yang duduk dan juga berdiri terlihat agak lelah karena bekerja seharian. Beberapa lagi sibuk dengan smartphone, entah sedang kerja, memeriksa social media, atau membaca artikel online. Dari yang berdiri terlihat seorang wanita yang lumayan tua. Rin menaksir umurnya lebih kurang enam puluh tahun.


Kuat juga, padahal sudah setua itu tapi masih bekerja sebagai pekerja kantoran.


Rin iba melihat wanita itu. Rin tidak bisa melakukan apa-apa selain hanya melihatnya, kerena dia pun berdesak-desakan dengan penumpang lain. Tapi di dalam gerbong tersebut sama sekali tidak ada yang peduli.


Rin baru pertama kali naik ke gerbong wanita, yang membuat Rin paham bahwa orang-orang yang sesama jenis lebih tidak peduli dengan keadaan sekitar dibandingkan dengan yang lawan jenis.


Tidak banyak yang Rin lakukan selain melihatnya. Posisinya tidak mendukung. Rin ingin berteriak tapi tidak etis menurutnya.


Selang lima belas menit dan kereta sudah di stasiun Cakung. Gerbong wanita itu sudah mulai ada sela-sela untuk berjalan, kursi-kursi ada satu dua yang kosong. Wanita tua itu mencoba untuk duduk di sebelah kanannya. Dia menghampiri kursi itu tapi tetap tidak bisa karena didahului oleh wanita muda. Melihat hal tersebut Rin menghampiri wanita muda itu tapi telat karena sudah dibantu oleh penjaga gerbong. Penjaga gerbong tadi berbicara dengan wanita muda itu untuk memberikan kursi kepada wanita tua itu dan wanita muda menyetujuinya.


Rin tetap heran dengan kejadian tadi. Kenapa harus diingatkan? Bukankah harusnya sudah tahu? Aturan sudah jelas-jelas ditulis di setiap kaca gerbong! Pertanyaan-pertanyaan itu membayangi batin Rin. Rin melihat wanita itu terlihat lelah sekali. Walaupun kelihatannya wanita itu bukan pekerja biasa, tapi tetap saja, gurat-gurat di wajah tanda penuaan yang membuat orang iba itu tidak dapat disembunyikan. Wanita tua itu dalam taksiran Rin bekerja di sebuah kantor perusahaan ternama di sekitar Jl. Medan Merdeka Timur. Rin mencoba mendekati wanita tua itu.


"Bu, mau kemana?" Rin membuka obrolan.


Rin pertama menyapa wanita tua itu tidak ada respon sama sekali. Rin dicuekin oleh wanita tua itu. Mungkin karena orang asing jadi wanita tua itu tidak menggubris obrolannya. Selang beberapa menit baru dijawab oleh wanita tua dengan agak dingin.


"Saya turun di stasiun Bekasi."


"Hmm sama, saya juga turun di stasiun Bekasi."


"oh gitu."


Setelah dijawab seperti itu sebenarnya hati Rin sakit hati dengan jawaban yang dingin. Tapi Rin tidak pantang menyerah.


"Hmm ibu kerja dimana?"


"Di salah satu kantor di Jalan Merdeka." Ujar wanita itu agak ramah


"Aah disana." Rin tidak melanjutkan lagi usaha untuk mengakrabkan diri dikarenakan oleh reaksi wanita itu. Walau sebenarnya Rin masih penasaran apa pekerjaan wanita itu, tapi dari penampilannya sudah ketahuan kalau wanita itu adalah direktur.


Rin memakai headsetnya untuk membuat nyaman perjalanannya. Dia mencari lagu di playlistnya. Dia memicingkan mata dan heran.


Kenapa playlist gue isinya omong kosong semua. Keluhnya dalam hati


Rin melihat playlistnya yang ternyata semua lagunya adalah lagu galau dan semuanya mengingatkan Rin dengan Andra. Jika Rin dengan terpaksa mendengarkan lagu-lagu yang ada di playlistnya yang artinya dia dengan terpaksa pula memutar sebuah pita kaset masa lalunya dengan Andra. Lalu Rin bergalau ria di dalam kereta.

CERITA DALAM KERETATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang