Seperti biasa, brian selalu datang terlambat. Guru bk sudah tak aneh melihat brian seperti ini, bahkan guru guru sudah bingung ingin memberi hukuman apalagi agar brian tak terlambat.
Hari ini, brian mendapat hukuman mengabsen masing masing kelas yang berada di sekolah ini.
Brian dengan senang hati melakukan itu, karena ia pikir ia tak perlu mengikuti pelajaran. Dan itu menyenangkan.
Dia sudah berada di lantai dua, dan sekarang tujuannya adalah kelas yang paling ujung yaitu kelas X MIPA 2.
"Dikelas ini siapa aja yang kaga masuk, hari ini ye" kata brian yang tiba tiba masuk dengan nada bicara malas.
Oh ternyata kelas ini ada gurunya, brian baru menyadari itu."Yan, kamu ngapain disini?" Tanya pak riyan mengintimidasi dengan suara baritonya yang khas.
Oh iya, disekolah ini tak ada satupun guru yang tidak kenal brian. Bukan karena prestasinya yang membuat terkenal tetapi kenakalannya.
"Bapak emang ga liat atau cuman basa basi doang nih?" Tanya balik brian. Hening, hanya ada suara brian dan guru itu. Seisi kelas sekarang hanya melihat percakapan antara guru killer dan murid nakal.
"Cepet absennya, ganggu pelajaran saya aja" ujar pak riyan dengan nada tak suka.
Brian bertanya kembali, namun saat sekretaris kelas menjawab mata brian tak sengaja bertemu mata yang tak asing. "Mata coklat" batin brian, brian masih terpaku.
Brian diam-diam mengagumi perempuan yang memergokinya sedang merokok di gudang sekolah.
Akibatnya akhir akhir ini, brian menjadi memerhatikan alana diam diam. Namun, ada yang membuat brian kesal yaitu ia tidak mengetahui nama gadis itu -alana.
Tak masalah, karena ia sudah mengetahui kelas gadis itu. Secepatnya ia akan tau namanya, setidaknya itulah pikiran brian.Saat brian menatap alana, alana malah menunduk dan kembali menulis apa yang ditulis pak riyan di papan tulis. Dan saat itu juga, brian cepat cepat sadar lalu menulis nama Sania dengan keterangan sakit. Shit
*****
Bel sudah berbunyi, tentu para murid langsung berhamburan keluar kelas dan menuju kantin kesayangan.
Alana, gissel, dio dan alrito pun menjadi salah satu dari para murid tersebut. Mereka berpencar, alana dan alrito membeli siomay sedangkan gissel dan dio membeli minuman untuk mereka berempat.
Diperjalanan alana termenung, ia masih memikirkan kejadian tadi pagi. Sudah lama ia tak melihat brian, tapi pagi ini alana melihat dia dan kejadian itu tidak terlalu mengenakkan. Alana pikir brian sedang dihukum, tapi sepertinya memang benar.
Alana memerhatikan kejadian itu sangat detail, alana tak menyangka saat ia menatap brian ternyata brian juga menatapnya -walaupun alana tak yakin, tapi sepertinya benar.
Anehnya jantung alana tiba tiba menjadi tidak bisa dikontrol ketika mata itu kembali menatapnya matanya juga.
Karena jantungnya, alana mencoba mengalihkan pandangannya ke buku, lalu menulis apa yang ditulis dipapan tulis -mencoba untuk biasa saja. Setelah itu, brian pergi.
Setelah membeli siomay, alana dan alrito mengedarkan pandangannya. Ternyata gissel dan dio sudah duduk ditempat biasa, tapi ini menjadi lebih ramai. Oh alana tau, andhika, viola, dava, geo, dan rion pasti duduk disana. Bingo, tebakan alana selalu saja benar.
"Nah nih alana dateng, sama ito juga kan ya" kata dio sambil menyunggikan mulutnya -tersenyum misteri dan menaikan alisnya. Alana mencoba tidak memerdulikannya dan langsung duduk disebelah gissel.
"Mau bang" kata alana yang tiba tiba mengambil snack yang dimakan andhika. Teman andhika dan alana sudah tau jika mereka bersaudara, dan karena itu juga teman alana dan andhika menjadi lumayan sangat dekat.
"Nih apaan lagi ngambil makanan orang, ga dibagi bagi pula. Ga barokah hidup lo entar" ucap dava -teman andhika sambil merebut snack dari tangan alana dan menaruh di tengah meja kantin yang mereka duduki.
Yang duduk di meja tersebut langsung mengambil isi snack itu, hingga tidak tersisa sama sekali. Tak lupa mereka mengucapkan terimakasih dan tersenyum manis -sangat manis sampai andhika mual melihatnya
"Ya tuhan, ko andhika punya temen yang kaya beginian mulu ya. Huft" ucap andhika memasang wajah memelas sambil menopang kepalanya dengan tangan kirinya.
Yang ada dimeja tersebut kembali makan dan berbincang bincang, tak jarang mereka tertawa sangat keras. Akibatnya, semua murid yang ada dikantin selalu memerhatikan mereka. Termasuk brian.
"Yan, lo kenapa dari tadi liatin si andhika mulu? Masih dendam?" Tanya gilang yang menyadari sahabatnya memerhatikan meja andhika. Sebenarnya tak ada yang tau jika selama ini brian itu selalu memerhatikan adik andhika -alana.
"Ga, dendam gue udah surut" ucap brian sambil meminum teh kemasan yang ada ditangannya.
Murid SMA Bhakti Nusa tak mungkin tidak ada yang tau jika geng andhika dan geng brian itu bermusuhan, kecuali murid kelas X karena mereka baru berada di sekolah ini.
Maka dari itu, para guru mencoba agar mereka tidak bermusuhan lagi dengan cara memasukan mereka ke kelas yang sama. Dan itu adalah cara terbodoh yang pernah ada menurut andhika dan brian, karena cara itu membuat mereka semakin membenci. Padahal mereka dulu pernah dekat, sangat dekat.
****
Disinilah brian berada, gudang sekolah. Ia kabur sebelum guru mata pelajaran terakhir datang, sebenarnya gilang dan bimo ingin ikut tetapi brian tak izinkan karena ia tak ingin temannya menjadi bodoh seperti dia.
Sebelum brian pergi, ia melihat andhika dan kawan sedang memerhatikan dirinya dengan tatapan sinis. Tapi brian tak peduli, toh brian tak terganggu hanya karena tatapan.
Brian termenung, tak lupa disela jarinya ada seputung rokok untuk melampiaskan kekesalannya.
Drrt.. drrt..
Ada sesuatu yang bergetar di kantung celana, lalu brian meraih ponselnya. Ada satu pesan, tertera nama Deva.
From: Deva
Yan, kapan pulang?
Brian hanya menghela nafas lalu memasukkan kembali ponselnya ke dalam kantung celana. Brian tak berminat untuk membalas pesan itu, pesan dari kakaknya.
Sudah seminggu brian kabur dari rumah dan lebih memilih tinggal di apartemennya -pemberian dari 'papanya'.
Waktu brian sudah 2 hari kabur dari rumah, deva datang ke apartemennya, tentu saja brian mengusir deva tapi dengan cara halus. Brian sudah bilang kepada deva jika ia ingin menenangkan pikirannya.Brian muak dengan kenyataan ini. Ia kembali menghisap rokok itu ketika memikirkan hal itu. Rokok itu hampir habis, reflek brian mengingat alana. Selalu seperti ini. Muka terkejut alana selalu terngiang di pikiran brian.
Hanya alana yang bisa membuat brian melupakan persoalan keluarganya yang sangat kacau. Tapi ada satu hal yang brian sangat ingin tau. Nama alana.
Brian hingga kini, tak tau nama perempuan yang ia kagumi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Something Wrong
Teen FictionLucu memang. Takdir seolah permainan yang entah diawali oleh siapa. Yang tanpa sadar membuat orang lainlah yang menjadi korban dari takdir tersebut. "Gue benci sendiri." -Alana Dwiarwan "Don't worry. Lo punya gue." -Brian L...