Jalan raya di depan Adam nampak lengang meski malam belum lama menjelang. Tidak ada keinginan dari Adam―pemuda yang masih duduk di bangku SMA kelas 3 itu mempercepat laju mobilnya, memanfaatkan kelengangan suasana. Jalanan yang dilaluinya memang terlalu gelap dengan medan berkelok dan naik turun khas jalanan di dataran tinggi. Tapi, itu bukan alasan utamanya. Dia hanya tidak ingin mengambil resiko akan terjadinya sesuatu dengan mempercepat laju mobilnya di saat sedang diliputi kejengkelan. Sumbernya tidak jauh, dia sedang duduk di sampingnya. Namanya Indah, gadis cantik yang baru masuk usia 21 tahun itu memang sudah membuatnya jengkel seharian ini. Sayangnya dia tidak bisa berbuat apa-apa, karena dia adalah kakak kandung satu-satunya.
Kejengkelannya sudah dimulai sejak tadi pagi di saat dia sedang menikmati tidur di hari terakhir libur semesternya. Rencananya untuk bangun siang terpaksa berantakan karena gangguan Indah. Kakaknya itu minta diantar untuk meliput peristiwa keracunan yang menimpa puluhan orang dalam satu desa. Tapi, itu bukan berarti Indah seorang wartawan atau reporter. Indah hanyalah pemilik sekaligus pengelola newsblog pribadi. Blog yang cukup sukses dia kelola yang dibuktikan dengan jumlah follower-nya yang sudah mencapai ribuan. Tapi, kesuksesan itu juga bukan tanpa campur tangan Adam, adiknya itu bahkan sangat berperan di sana. Bagi Indah, Adam adalah pembantu umumnya. Benar-benar pembantu umum karena hampir semuanya bisa dilakukannya. Mulai dari sopir pribadinya yang siap mengantar kemana saja, sebagai kamerawan sekaligus editornya, bahkan juga orang yang selalu menyiapkan makan-minum di saat mereka sedang liputan.
Bagi Adam sebenarnya tidak masalah dengan semua itu, dia rela melakukannya demi sang kakak. Kalaupun ada yang menjengkelkannya itu hanya satu, semuanya harus siap dia lakukan sewaktu-waktu tanpa ada kemungkinan opsi penolakan. Seperti sekarang, setelah mengganggu kenikmatan tidurnya tadi pagi, ternyata masih ditambah dengan melesetnya perkiraan waktu sang kakak. Liputan yang katanya tidak akan memakan waktu setengah hari ternyata tembus sampai malam. Itupun masih ditambah dengan GPS yang kata kakaknya akan mempersingkat waktu perjalanan pulang. Kenyataannya justru membuat mereka memutar.
Kejengkalan Adam mungkin akan sedikit berkurang andai Indah sedikit saja menunjukkan rasa bersalah. Sayangnya, itu tidak terjadi. Indah tetap duduk dengan santainya sambil memangku laptop menonton hasil liputan seakan tidak pernah terjadi apa-apa. Sebenarnya itu hanya di luarnya saja, di dalamnya Indah tahu persis apa yang sedang terjadi dengan adik satu-satunya itu. Hanya saja dia sudah terlalu mengenal sang adik, kemarahannya hanya sementara saja seperti yang sudah-sudah. Dia bahkan malah menikmatinya, tersenyum dalam hati melihat Adam yang sering sekali melirik ke arahnya dengan wajah terlipat-lipat.
"Mukanya jangan ditekuk terus begitu. Nanti kelewatan lagi." Indah melirik Adam bersama senyum gelinya.
"Enggak ada yang kelewatan. Tadi itu gang, bukan jalan raya," sahut Adam dingin.
"Tapi, kan, mobil masih bisa masuk."
"Kakak enggak pernah lewat gang, ya? Yang namanya gang apa saja bisa ada di tengah jalan. Orang parkir kendaraan sembaranganlah, orang jemur pakaianlah. Kadang ada juga yang jemur kasur di tengah jalan."
"Ini sudah malam, ngapain kasur masih ada di tengah jalan?"
"Kali saja yang punya kasur lupa."
"Hahaha..." Indah tertawa. "Iya deh, terserah kamu. Yang penting," Indah menunjuk layar GPS, "500 meter lagi belok kanan, enggak peduli itu gang atau pekarangan rumah orang. Pokoknya belok kanan."
"Peta enggak valid masih dipercaya."
"Yang enggak valid orangnya, bukan petanya."
"Coba tadi lewat jalan biasanya, pasti sekarang sudah sampai rumah."
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTER KOMA
Mystery / ThrillerUsai kecelakaan itu, ada sesosok perempuan yang selalu membayanginya. Antara takut dan penasaran, dia berusaha mencari tahu siapa sosok perempuan itu. Tapi, amnesia yang dialaminya usai kecelakaan membuat usahanya semakin sulit. Rincian awal hingga...