Keyakinan 1

235 25 5
                                    

May, asisten Miss Voura menatap lima orang lelaki berwajah kasar dan berpenampilan berandalan di depannnya. Andai Miss Voura tidak berpesan padanya bahwa akan ada tamu yang harus diterimanya, dia pasti akan segera menutup kembali gerbang rumah itu. Semua bayangan tentang bagaimana seharusnya penampilan seorang preman jalanan, sungguh sudah terwakili dengan penampilan lima orang di depannya.

"Boleh kami masuk?" salah satu dari mereka berkata.

May harus terlebih dahulu menelan air liur sebelum menjawab, "Silakan."

Ini pengalaman pertama baginya sejak menjadi asisten Miss Voura. Selama ini tamu yang diterimanya selalu berpenampilan rapi bahkan bisa dibilang parlente dengan tunggangan mobil-mobil mewah. Tidak pernah sekalipun hingga hari ini dia menerima tamu dengan penampilan seperti mereka. Apa mungkin.... Dugaan buruknya membuatnya tegang sendiri. Mungkin dia sudah salah, mungkin bukan mereka tamu yang dimaksud Miss Voura.

May segera menutup kembali gerbang rumah. Pandangannya menyisir mencari sesuatu di sekitarnya. Dia menemukannya. Sebuah sapu di sudut depan garasi. Entah dari mana dia mendapatkan kekuatan, gagang sapu berhasil dia patahkan. Selanjutnya, dia segera menyusul masuk ke dalam rumah dengan tongkat kayu di genggaman.

May benar-benar mendahului mereka, masuk terlebih dahulu ke ruangan di mana Miss Voura berada. Wajah tegang dan tongkat kayu di tangannya sudah cukup membuat Miss Voura tersenyum.

"Tidak apa-apa, May. Mereka memang tamu saya," ucap Miss Voura.

"Tapi Miss, mereka ...."

"May," sela Miss Voura.

"Maaf, Miss."

"Tidak apa-apa, Miss. Kami bisa memakluminya." Salah satu dari mereka berkata bersama senyum geli di bibirnya. "Baru kali ini Miss meminta bertemu di rumah."

"Saya memang sedang membutuhkan informasi itu. Silakan." Miss Voura menunjuk sofa di depannya.

"Terima kasih."

Tiga dari lima orang lelaki itu duduk, sementara dua lainnya memilih tetap berdiri. May berdiri tidak jauh dari mereka. Tongkat kayu di tangannya semakin dia genggam erat saat satu dari dua lelaki yang berdiri memberinya seringai galak. Entah itu serius atau tidak, May sudah memutuskan tidak akan pergi dari ruangan seperti kebiasaan dia usai mengantarkan tamu menemui Miss Voura.

"Apa yang sudah kalian dapat?" Miss Voura bertanya pada lelaki yang duduk di tengah.

"Tidak banyak. Dengan waktu sesempit ini, tidak banyak yang bisa kami dapatkan."

"Saya mengerti. Ceritakan saja yang sudah kalian dapat."

"Baik. Pertama, anak lelaki ini." Dia mengambil foto dari saku jaketnya. Foto Mardiono dengan mata kanannya yang masih cacat. "Tidak gampang mencari informasi tentang anak ini." Dia meletakkan foto di tangannya ke atas meja. "Semua yang mengaku tahu tentangnya mengatakan anak ini sangat tertutup. Tidak suka bergaul. Tapi, ada satu cerita menarik yang kami dapat tentang keluarganya."

"Apa itu?"

"Kedua orangtuanya meninggal dengan cara tidak wajar. Ibunya seorang pecandu. Dia tewas karena over dosis."

"Pecandu tewas karena over dosis, apa yang tidak wajar?"

"Dia dibunuh dengan membuatnya over dosis."

"Oh. Teruskan."

"Seorang pecandu biasanya akan menyuntik tubuhnya di tempat yang sama. Perempuan ini, ibu si anak ini." Dia menunjuk foto di atas meja. "Menyuntik dirinya di urat nadi lehernya. Pecandu separah apa pun tidak akan berani melakukannya. Kecuali, seseorang sengaja menyuntiknya di sana."

AFTER  KOMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang