Prilly Regenia

298 17 0
                                    

"Prilly? Lo masih disini?" Gadis ini menganggukkan kepalanya dengan senyum yang ia berikan pada sahabatnya, Rara.

"Gue lupa bawa payung" Rara mendesah kasar.

"Bareng gue aja" tawarnya, namun dengan cepat prilly menggelengkan kepalanya bermaksud untuk menunggu hujan hingga reda, "rumah kita nggak searah ra, lo pulang aja"

"Ya udah, jangan nerobos hujan ya" Rara memperingatinya seperti seorang ibu. Prilly hanya menganggukkan kepalanya dan melambaikan tangannya ketika rara sudah semakin jauh darinya.

Prilly Regenia, gadis cantik namun juga pendiam. Tak banyak teman yang ia punya di sekolahnya. Bergaul memang hal yang cukup sulit untuknya, hanya Raralah yang menjadi sahabat satu-satunya.

Hujan sore ini tak cukup deras, hanya rintikan demi rintikan dari hujan kecil. Tapi, entah kenapa prilly masih bertahan di pinggiran halte sembari menghirup udara yang cukup dingin. Ia menyukainya, menyukai air hujan yang turun membasahi bumi.

"Nih!" Suara itu? Prilly tersentak kaget. Ia pikir hanya ada dirinya seorang yang berada di halte ini.  Dengan ragu ia menoleh ke arah orang yang telah menyodorkan sebuah payung padanya.

"Ini, bawa aja nggakpapa. Lo anak IPA 2 kan?" Ujarnya sekaligus melontarkan pertanyaan.  Gadis ini masih saja diam tak bergeming, ia sedikit memutar otaknya untuk mencari tau siapa yang berada di sampingnya saat ini.

"Siapa?" Tanya prilly pelan, "gue ali,  Aliando Ardansya.

Aliando Ardansya? Prilly tak mengenalnya, tapi kenapa pria ini bisa mengenalnya?

"Yah, hujannya udah Reda. Sepertinya lo udah nggak butuh payung ini" ujarnya lagi, prilly hanya tersenyum tipis menanggapinya.

"Lo temennya Rara kan? Gue sering liat lo bareng Rara" Prilly menganggukkan kepalanya tanpa melihat ke arahnya.

"Gue duluan!" Langit terlihat kembali mendung. Sepertinya hujan akan kembali turun, tanpa menunggu jawaban dari lawan bicaranya, prilly segera melangkah lebar-lebar dengan telapak tangan yang ia jadikan peneduh untuk kepalanya.

...

Koridor sekolah terlihat begitu ramai yang membuat prilly sulit untuk berjalan lurus. Lantai 3, lagi dan lagi ia terus mendesah tak terima. Mendapatkan kelas di lantai paling atas dan itu sangat jauh dari kantin sekolah.

"Prilly!" Teriakan Rara mampu menghentikan langkah kaki prilly yang hampir saja menyelesaikan di tangga terakhir.

"Apa sih Ra?"

"Masih jam 06.30 nih prill, gue belum sarapan. Temenin gue ke kantin yuk" mendengar ucapan Rara membuat prilly mendengus kesal.

"Lo yakin? Turun lagi gitu? Capek gue"

"Ya udah lah, kantin di lantai 2 aja. Tapi enakan di lantai 1 sih prill" Prilly berdecak sebal. Jujur, ia sangat malas untuk turun kembali ke lantai 1.

"Hay Ra"

"Eh, hai Li"

Prilly sontak menoleh menatap Ali yang tengah menyapa Rara. Mereka terlihat sangat akrab, mungkin mereka sudah berteman lama tanpa sepengetahuan prilly.

"Pada mau kemana nih?" Tanya Ali yang menatap ke dua gadis manis itu bergantian.

"Gue sih mau ke kantin, tapi prilly mau ke kelas"

"Ya udah, bareng gue aja Ra. Gue juga mau ke kantin" Rara menganggukkan kepalanya antusias

"Duluan ya prill" Prilly hanya tersenyum dan mengganggukkan kepalanya pelan. Ia kembali melangkahkan kakinya setelah Rara dan juga ali benar-benar menghilang dari pandangannya.

Kelas XII IPA 2, kelas baru dan teman-teman baru tentunya. Kenaikan kelas dari kelas XI ke XII membuat prilly senang sekaligus bingung. Ya, ia bingung untuk mencari teman baru lagi di dalam kelasnya. Gadis yang cukup pendiam dan tak pandai bergaul sepertinya memang menjadi beban tersendiri untuknya. Tapi ia bersyukur bisa satu kelas lagi dengan Rara, setidaknya ia bisa banyak bertanya tentang teman-teman yang tak cukup ia kenal pada Rara.

"Kelas paling rame!" Gumam prilly ketika masuk ke dalam kelasnya. Kelas yang menurutnya akan di cap kelas terame oleh guru-gurunya membuat prilly sedikit menyesal telah di masukkan ke dalam kelas ini.

"Hay prill, sini ikut gabung" ajak Andini salah satu teman kelasnya. Prilly hanya menganggukkan kepalanya dengan senyum tipisnya. Menolak secara halus dan memilih untuk duduk di bangkunya, ia memang tak terbiasa ikut bergabung dan mengobrol dengan teman-temannya.

Ia menghela nafasnya panjang. Tangannya merogoh laci mejanya untuk mengambil buku yang sengaja ia tinggal disana. Namun anehnya, tangannya merasa memegang sesuatu yang membuatnya penasaran.

"Bunga?" Keningnya mengerut tak mengerti. Bunga tulip berwarna merah muda, ia sangat menyukai bunga itu. Tapi, siapa yang memberikannya?.

'Hay, Prilly Regenia.. Apa kamu menyukai bunga pemberianku?'

Prilly semakin mengerutkan keningnya ketika membaca secarik kertas yang berada di samping bunga tersebut.

"Woy, ngelamun aja lo" suara Rara menyentaknya dari lamunan sementaranya.

"Ra, ini dari lo ya?" Rara menggelengkan kepalanya, "Enggak, ngapain juga gue ngasih bunga ke lo?"

Prilly tampak berfikir keras, "terus dari siapa dong?"

"Fans lo mungkin" Prilly kembali mendongakkan kepalanya menatap Ali yang sudah berada di samping Rara.

"Gue bukan artis" Rara terkekeh yang kemudian melirik Ali yang terdiam dengan alis yang terangkat satu, "nama lo siapa? Gue kayaknya pernah ketemu lo deh. Oh ya, lo yang kemarin di halte itu kan?"

"Gue prilly" ali menganggukkan kepalanya dan duduk di bangku depan Prilly.

"Kita satu kelas. Gue tau lo tapi lo kok nggak tau gue ya" Rara tebahak mendengar ucapan Ali. Tak heran jika prilly tak mengenalnya, gadis yang selalu memasa bodo amatkan pada sekelilingnya.  Bahkan ia tak tau jika ali satu kelas dengannya. Ali termasuk pria yang banyak di segani cewek-cewek yang ada di sekolah ini.

"Ali!" Suara lembut yang membuat ali, prilly dan juga Rara menoleh ke asal suara. Ali terlihat tersenyum menatap gadis yang berada di ambang pintu.

"Siapa Ra?" Tanya Prilly pada Rara setelah ali berjalan menghampiri gadis tersebut.

"Pacarnya Ali. Namanya Risa, anak IPA 1. Cantik ya prill" jelas Rara sedangkan prilly menganggukkan kepalanya mengiyakan.

...

Hujan kembali turun setiap kali prilly pulang sekolah. Kali ini ia masih bertahan di dalam kelas sembari menunggu hujan reda. Hanya ada dirinya dan tas Ali yang masih berada di bangkunya. Rara sudah pulang lebih dulu.

"Lho prill, lo masih disini?" Suara Ali membuat prilly mengalihkan pandangannya dari handphonenya.

"Iya, nunggu hujan reda" Ujar prilly. Ali tampak menganggukkan kepalanya.

"Nih!" Prilly mengerutkan keningnya ketika Ali memberikan jaket padanya.

"Gue pinjemin jaket buat di pake bukan buat di liatin kayak gitu" ujar ali, "gue duluan ya" lanjutnya dan menepuk pelan puncak kepala prilly.  Ali berlalu dari hadapan prilly yang masih terdiam mematung.

Bersambung...

REGENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang