Blurb | 1

8.4K 297 51
                                    

Wawancara dengan Lindra Zesnita Chaniago (22 tahun)

05 Agustus 2016

Waktu yang tepat untuk sebuah rekreasi adalah sore hari dengan gemericik air di sekitarnya. Dan di situlah Lindra berada, duduk dengan anggun di atas batu cadas besar dan mencelupkan kakinya di air sungai dengan sesekali mencipak-cipaknya hingga air menjadi beriak.

Halo, Lindra! Dari samping kamu cantik sekali.
Halo… sini-sini duduk. Enak ya suasananya, yang begini ngga akan kita temui di Jakarta. Dan terima kasih untuk pujiannya, kamu juga cantik.

Ah, terimakasih. Lindra Zesnita Chaniago. Apa arti namamu ini?
Konon kata Amak, Lindra itu berarti tenang dan Zesnita adalah negeri yang sempurna dan Chaniago adalah nama marga. Mungkin kalau diartikan jadi ketenangan untuk negeri yang sempurna? Semoga nyambung.

Apa kamu punya nama kecil, nama panggilan di rumah atau saat sekolah?
Normal saja panggilannya, Lindra begitu.

Saya dengar kamu kuliah di ilmu hukum UI. Ada alasan kenapa kamu memilih hukum?
Untung tidak ada kalimat lanjutan semacam ‘kamu sepertinya lebih cocok kuliah di fashion design.’Alasan utama aku memilih hukum karena ingin melihat bagaimana hukum mengakomodir orang untuk tunduk di bawahnya. Klise ya? Tapi begitulah motivasi yang tertanam sejak kecil. Bukan karena alasan heroik semacam ingin menegakkan keadilan atau membela rakyat lemah. Kalau mau tahu, alasan yang sebenarnya ya karena ingin keluar dari desa ini sih. Aku cinta desa ini, tapi aku lebih cinta kebebasan. Eh… jangan terlalu dipikir serius.

Kenapa kamu ingin kebebasan?
Aku hidup sejak kecil dengan buku-buku yang sering bercerita tentang indahnya dunia luar, jadi tanpa sadar sejak kecil aku sudah ingin melihat bagaimana rupa Amerika, seberapa indahnya Prancis, betapa lezatnya pizza Italia dan seberapa besarnya Big Ben. Secara lebih prinsipil, sepertinya aku tidak akan jadi apa-apa kalau tetap di sini.

Apa itu kebahagiaan yang sempurna?
Saat kau bisa menemukan arti kebebasan yang sesungguhnya.

Apa hal yang paling kamu takuti?
Saat tubuhku dan jiwaku terkekang oleh rantai tak kasat mata bernama perbedaan.

Apa sifatmu  yang kamu tidak sukai?
Terlalu berpikir rumit akan sesuatu. Itu sungguh melelahkan.

Kamu enggak suka orang yang sifatnya gimana?
Munafik.

Siapa orang hidup yang sekarang kamu kagumi?
Mari kuperkenalkan, ada seseorang yang datang dari provinsi seberang ke desa kecil ini. Namanya Jagratara. Coba kau buka percakapan dengannya, ada jaminan kau akan lupa waktu.

Pemborosan terbesar apa yang pernah kamu lakukan?
Siapa yang mengira belanja itu memang diciptakan untuk jadi teman setia para perempuan. Dulu aku waktu masih kecil setiap bulan hanya bisa beli dua buku karena uangnya harus ditabung. Sekarang, make-up, tas, sepatu, dress harus selalu up to date. Konsekuensi tak tertulis dalam sebuah rantai pertemanan.

Gimana pikiran kamu sekarang? ada hal yang mengganggu?
Pikiranku selalu bekerja tanpa diminta dan digaji. Jadi ya begitu, isi kepalaku selalu riuh.

Apa kebaikan yang pernah kamu lakukan yang dinilai orang sangat baik?
Tidak bijak sepertinya mengingat-ingat kebaikan sendiri.

Kapan kamu biasanya berbohong?
Sepanjang waktu dalam hidupku. Aku selalu berbohong dan pura-pura bahagia.
Apa yang kamu benci dari mukamu?
Tenang, bukan karena aku model berarti akan bilang ‘wajahku sempurna.’ Ada yang kubenci dari wajahku yaitu eye bag yang mulai menjengkelkan saat-saat aku kurang tidur.

AKRABTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang