6. Panik

24.8K 2.2K 116
                                    

Deni berderap keluar dari kamarnya, kemudian berteriak memanggil Brian dan Joana. Dirinya baru saja pulang dan tidak menemukan Dera di dalam kamar. Tempat tidur masih rapi seperti tidak pernah ditempati. ini sudah pukul sebelas malam, jadi tidak mungkin Dera masih berkeliaran keliling rumah bersama Brian dan Joana.

Brian muncul beberapa detik setelah mendengar gelegar suara sang tuan. Ia memberi hormat dengan menundukkan kepala kemudian bertanya apa yang tuannya butuhkan.

"Di mana istriku?"

"Maksud, Tuan?" Brian bingung dengan pertanyaan itu. Ia pun menjelaskan jika sejak tadi istri tuannya itu berada di dalam kamar. "Saya dan Joana masih menemani Nyonya Dera saat makan malam."

Seperti tidak mendengar penjelasan Brian, Deni berkata dengan murka, "Cari dia sampai ketemu, geledah seluruh penjuru rumah!"

Tanpa menunggu diperintah dua kali, Brian langsung undur diri untuk mengumpulkan anak buah Deni yang lain.

Sementara itu, Deni kembali masuk ke dalam kamarnya dan mencoba mencari jejak keberadaan Dera, tapi nihil. Dera adalah satu pengecualian manusia yang tidak bisa ia tembus pikirannya.

Deni mengepalkan tangannya dengan kuat sampai buku-buku jarinya memutih.

"Awas kau! Jangan harap aku akan mengampunimu! Akan kupatahkan kakimu! Bila perlu kubuat kau lumpuh seumur hidup agar tidak pernah bisa lari dariku!"

Tanpa ia sadari, air matanya jatuh ke pipi. Apa sekarang dirinya menangis? Deni tertawa getir. Setelah kehilangan semua miliknya yang berharga, apa ia juga harus kehilangan harapan terakhirnya?

Sembari menyeka air mata dengan punggung tangannya, Deni membuka pintu balkon di kamar Dera. Ia butuh menghirup udara segar agar pikirannya kembali jernih.

Langkahnya lambat dan berat. Sesungguhnya ia sudah jenuh dengan kehidupan monoton yang selama ini ia jalani. Jika saja ia tak mengemban tanggung jawab yang besar, dengan senang hati dirinya akan menjalani kehidupan sebagai manusia normal pada umumnya.

Namun semua kejenuhan itu berubah sejak dirinya bertemu dengan Dera. Gadis yang sudah mencuri hatinya sejak pandangan pertama. Memang terkesan tak masuk akal, tapi sejak kapan cinta harus memakai logika?

Jika saja Deni mau berpikir jernih, tentu ia sudah tahu bahwa mustahil bagi Dera untuk bisa kabur dari tempat ini. Selain terpencil dan jauh dari kehidupan manusia, juga karena hutan di sini selalu tertutup kabut tebal, nyaris tak mungkin menemukan jalan jika tidak hapal dengan kawasan sekitar.

Namun karena dilanda ketakutan yang luar biasa akan kepergian gadis itu, Deni tak bisa lagi berpikir dengan jernih. Berbagai pikiran negatif menguasai. Apakah ada salah satu laskar-nya yang berkhianat dan membantu pelarian Dera?

Tubuh Deni menegang memikirkan hal itu. Geraman berat keluar dari tenggorokannya. Ia bersumpah, jika sampai ada yang berani menyentuh gadisnya, siapapun itu akan menerima balasan yang akan dia sesali seumur hidupnya.

Deni berdiri mematung dengan pandangan terus menyisir hutan yang terbentang di hadapannya. Mencari sosok Dera. Matanya terus bergerak menyapu kawasan yang terbentuk di hadapannya. Tapi ia tetap tak bisa menemukan sosok yang ia cari.

Ia hanya melihat anak buahnya yang berpencar di dalam hutan untuk mencari keberadaan Dera. Ohh, semua anak buahnya akan aman di dalam hutan. Karena dirinya sudah membekali mereka dengan beberapa ilmu dan mantra sihir sederhana sebagai pertahanan diri.

Setelah menenangkan pikirannya, Deni memutuskan untuk ikut mencari dan melacak gadisnya. Ia tahu itu bisa dilakukan dari atas sini, tapi tetap saja dirinya tak bisa hanya menunggu dan berdiam diri. Ia harus memastikan sendiri, siapa tahu ada yang luput dari penglihatannya.

Obsesi Sang Pewaris TakhtaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang