4. Terpaksa Menerima

38K 2.8K 153
                                    

"Tuan Deni adalah salah satu investor terbesar di perusahaan Papa dan beliau sudah banyak membantu ketika perusahaan Papa dalam masalah." Hadi menjelaskan dengan nada datar. Dirinya tidak bisa sebaik istrinya dalam berakting menunjukkan kasih sayang pada putrinya itu di hadapan Tuan Deni.

Memikirkan dirinya harus berbicara pada Dera saja sudah membuatnya berjengit. Namun, karena ini adalah saat-saat yang sangat menentukan keberhasilan rencananya, ia pun berusaha sekuat tenaga untuk tidak menampakkan hubungan tidak harmonis keluarganya di hadapan Tuan Deni.

Dera menyimak penjelasan papanya sambil sesekali melirik Tuan Deni yang masih terus menatapnya. Ia pun mulai paham mengapa penyambutan tamu ini begitu istimewa. Ternyata keluarganya memiliki banyak hutang budi pada pria bernama Tuan Deni ini.

Dera kembali teringat bagaimana pria itu menolong dan mengantarkan dirinya pulang. Dia juga dengan cepat menyiapkan alibi untuknya ketika Budhe Hani bertanya mengapa dirinya pulang larut. Pria itu meminta maaf dan berkata bahwa dirinya telah menabrak Dera saat melajukan mobil dengan kecepatan tinggi di jalan. Dera pulang larut karena ia tadi sempat membawa gadis itu ke rumah sakit untuk diperiksa dan ketika dokter mengatakan bahwa Dera baik-baik saja, ia pun mengantar gadis itu pulang.

Dera melirik ke arah Budhe Hani yang menatapnya dengan pandangan penuh arti.

"Kita sangat banyak berhutang budi kepada beliau," lanjut Hadi saat melihat putrinya belum juga memahami arah pembicaraannya. "Untuk itu kami semua setuju untuk menerima lamaran beliau."

"Itu kabar yang sangat menggembirakan." Dera melemparkan senyum ke arah tiga kakak sepupunya.

Ia tidak tahu siapa di antara ketiganya yang beruntung mendapat lamaran dari Tuan Deni, tapi siapa pun itu dirinya tetap ikut merasa bahagia. Namun, senyum itu memudar tatkala matanya menangkap wajah keruh mama dan juga papanya, sementara ketiga kakak sepupunya saling melempar senyum seolah ucapannya merupakan suatu lawakan yang mereka anggap lucu.

"Tuan Deni juga sudah berbaik hati mengirim utusan untuk menjemput kami," ujar Diana mengeratkan rahang, menahan kesal. Matanya mendelik, sementara tangannya kembali ia susupkan ke belakang tubuh Dera, mencubit pinggang putrinya itu. "Beliau ingin agar-"

"Sepertinya ada kesalahpahaman di sini!" gelegar Deni. Sorot matanya tajam membunuh, membuat Hadi gemetar di kursinya. Namun, Deni tak peduli. Dirinya sudah cukup bersabar sejak mengetahui perlakuan Diana dan Hadi yang semena-mena terhadap putri kandungnya sendiri.

Kemarin, dia hanya mengetahui hal itu dari laporan yang diberikan oleh anak buahnya, tapi kali ini dirinya melibat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana mereka berdua tidak memanusiakan Dera. Bagaimana bisa mereka tidak menjelaskan terlebih dahulu mengenai tujuan kedatangannya kemari pada gadis yang akan ia lamar dengan cara terhormat?

Deni tahu Hani dan Diana tidak bisa menerima kenyataan bahwa anak mereka terlahir dengan jenis kelamin perempuan, tapi dirinya sungguh tidak menyangka jika kebencian mereka terhadap gadis pujaannya bisa sebegini besar.

Kedua tangan Deni mengenal di atas pangkuannya. Sekuat tenaga ia menahan geraman marah agar tidak lolos dari tenggorokan, tapi kejadian ini benar-benar telah menjatuhkan martabatnya.

"Aku tidak bisa menerima penghinaan ini!" murkanya. "Kau yakin sudah menyampaikan maksudku dengan cukup jelas, Bri?"

"Sudah, Tuan." Brian menjawab dengan wajah datar dari samping sang Tuan. Namun, dirinya tetap menjaga kewaspadaan kalau sampai tuannya lepas kendali-meski itu tidak pernah terjadi-dan menimbulkan kericuhan yang tak diinginkan.

"Lalu, kenapa ...." Deni menjatuhkan tatapannya ke arah sang gadis pujaan yang masih terlihat kebingungan. Seketika emosinya surut ketika melihat ekspresi terkejut dan takut gadis itu ketika melihat wajahnya. Ia pun mengatur napas dalam diam sambil memijat pangkal hidungnya.

Obsesi Sang Pewaris TakhtaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang