91.06 FM

1.6K 87 2
                                    

Dalam kegelapan sebelum fajar

Tinggal di bawah cahaya sebuah lampu

Kesepian terbendung di bawah rembulan

Hingga aku tak lagi bermimpi ....

Namun kau datang menggenggam hatiku

Memberikanku mimpi untuk melihat sang mentari

Tak kusangka akukan membutuhkanmu, merindukanmu,

Kan kutepiskan kehidupan malamku 'tuk menapak kehidupan siang ...

91.06 Radio Station. On Air!

Malam ini, Presley terpaksa menjadi DJ menggantikan Reesa—daripada ia di-cap sebagai loser, pecundang—takut dengan tengah malam. Presley tidak mau huruf L besar itu menempel di jidatnya, seperti yang anak-anak remaja bentuk dengan ibu jari dan telunjuk diangkat ke dahi mereka.

Presley mendorong pintu, melempar tas selempangnya ke meja, kemudian menempelkan bokongnya senyaman mungkin pada kursi putar. Sedikit mendesah, ia menekan tombol ON pada audio mixer dan software matrix. Meraih headphone dan menempelkannya di sepasang telinganya, Presley mengucapkan 'check' saat mulai berbicara di depan microphone, sementara tangannya yang lain menyambungkan hybrid telephone pada komputer.

"Kimchi Midnight with DJ Presley!" katanya menyambut acara paling dibencinya di dunia itu. Tak ingin mengulur waktu, ia menyambar naskah misteri yang akan ia bagikan malam ini. 'Gadis Penunggu Malam' Presley bergidik menatap background pada judul itu—sebuah bungkusan hitam dengan rambut menjuntai di bibir serbet tak tertutup.

"Stay tune on frekuensi 91.06 FM, kita dengarkan hits yang satu ini dulu sebelum penelepon pertama terhubung," Presley benar-benar gemetar tak keruan setelah membacakan 'Gadis Penunggu Malam' itu. Entah sejak kapan ia percaya kata 'Di mana pun kau berada, kau tidak pernah sendirian', ia merasa kalau seseorang, bukan, sesuatu tengah mengawasinya.

Hush little baby, don't say a word ...

Papa's gonna buy you a mockingbird ...

"Shit! Lagu apa ini?" terengah-engah, tubuhnya membungkuk meraih enter pada komputer. Tapi lagu itu tak berhenti juga—semakin terasa dekat dan mengerikan. Harusnya aku tidak melakukan semua ini sendiri, ia memaki kesal. Presley terpaksa melepaskan headphone itu daripada mendengar suara wanita yang bersenandung pilu di benda itu. Kesalahan teknis, hah, ia tidak menyangka kalau lagu kuno seperti itu tersimpan di playlist.

Tiba-tiba.

Tanpa disangka-sangka.

"Akhh!" Presley mengerang ketika rasa sakit menyerang bagian perutnya. Iamemandang nanar microphone yang menggemakan lagu itu semakin nyaring. Presley berpikir untuk menghubungi Jeremy—kekasihnya. Sialnya yang ia dengar di sambungan hanya tangisan bercampur amarah—tak jelas. "Apa-apaan ini?"

Presley merasakan kepedihan yang menyayat, 'Gadis Penunggu Malam' terasa nyata. "Jangan konyol," bisiknya lirih, walaupun perasaan gelisah bahwa semua itu bukan kesalahan teknis melekat di benaknya. "Kendalikan dirimu,"

Ia memejamkan mata selama beberapa detik setelah menelan sebutir pil obat maag yang selalu ia selipkan di saku blazer-nya. Mungkin setelah ini, Presley berpikir untuk mengakhiri acara sialan itu. Dan ia takkan mau melakukannya lagi—sampai kapanpun.

Hush little baby ...

Suara itu menjadi nyata, bukan di headphone, tapi di sini.Terdengar di tembok, atau mungkin di langit-langit.

Short StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang