Baekhyun tersenyum senang sembari memasukkan beberapa potong pakaian kedalam tas lusuhnya. Untuk pertama kalinya ia akan tinggal jauh dari Ayahnya. Senang? Tentu saja. Namja ini sangat senang hingga kepalanya terbentur karena terlalu semangat membuka pintu lemari. Sehun yang sedang mengepak hanya bisa tertawa pelan melihatnya.
Setelah selesai, kedua namja itu terdiam di ruang tamu. Mencoba kembali flashback dengan kejadian dimana keluarga mereka masih utuh dan juga rukun. Baik Baekhyun maupun Sehun menyunggingkan senyum tipis, sebentar lagi hidup mereka akan berubah. Yah, setidaknya sedikit demi sedikit. Netra Baekhyun kembali meredup, bagaimana dengan Ayahnya nanti jika mereka pergi? Bagaimana hidup Ayahnya kedepan? Guratan itu tertangkap oleh pandangan Sehun. Namja albino itu memegang pundak kakaknya, mencuri atensi Baekhyun.
"Kenapa, Hyung?" Baekhyun menggulum bibirnya sebelum menjawab.
"Bagaimana dengan Appa? Dia sendirian nanti." ujar Baekhyun pelan. Sehun berdecak pelan dan menatap kakaknya tajam.
"Kenapa mengasihani dia? Apa selama ini dia pernah mengasihani kita? Tidak 'kan?" Ujar Sehun kesal. Kenapa hyungnya ini begitu perhatian ke semua orang?
"Tapi Sehun, dia adalah Appa. Dia orangtua yang sudah menemani kita selama bererapa tahun hidup. Kau harus hormat padanya, bagaimana pun sikapnya padamu." ujar Baekhyun meluruskan, sedikit heran dengan pemikiran Sehun yang terlalu negatif kepada Ayahnya.
Sehun terdiam sebentar setelahnya tertawa pelan, membuat Baekhyun menatapnya horor. "Ada apa denganmu?" Tanya Baekhyun.
"Aku kembali teringat dengan perkataan Baekhan hyung." Jawab namja itu sambil terkekeh. "Dia menyuruhku untuk hormat kepada Appa. Jika melanggar, aku harus memakan lima potong wasabi. Astaga, aku rindu Baekhan hyung." lanjutnya sambil masih terkekeh, mau tak mau Baekhyun ikut terkekeh.
"Kau tahu? Terkadang aku berpikir kalau Luhan itu adalah Baekhan hyung." Perkataan Baekhyun menghentikan kekehan Sehun. Namja jangkung itu terdiam entah memikirkan apa.
"Hah, ayo kita pergi! Kurasa Inyoung ahjuma sudah menunggu kita. Ayo, Sehun!" Ajak Baekhyun semangat, beberapa sekon kemudian tubuhnya tak terlihat dari pintu utama rumah.
Sehun menatap kepergian Baekhyun nanar, jika saja dia tahu yang sebenarnya. Meski Sehun masih belum yakin dengan pemikirannya sendiri, ia masih ragu untuk mengungkap siapa itu Luhan dan juga kabar kematian Ibunya pada Baekhyun. Sehun menghela nafas dan segera mengejar Baekhyun yang hampir sampai di halte bus.
.
.
.
Luhan menopang dagunya, pose saat ia sedang merasakan sesuatu. Bimbang, itu yang ia rasakan saat ini. Antara ingin memberitahu Baekhyun yang sebenarnya atau tidak. Matanya bergerak gelisah, menatap apa saja yang bisa menarik perhatiannya. Hingga netra coklatnya menatap dua namja yang baru saja datang dengan senyum bahagia. Sedikit mengulas senyum, Luhan bangkit dari duduk dan menghampiri kedua orang tadi.
"Bagaimana? Kalian sudah membawa semuanya?" Tanya Luhan santai, berusaha tidak canggung seperti dua hari sebelumnya. Kedua namja itu menampakkan ekspresi berbeda. Yang satunya tersenyum senang dan mengangguk cepat, sedang satunya lagi hanya mengangkat bahu acuh.
"Sudah. Bahkan barang penting milik Ibuku aku bawa. Em... tidak apa 'kan?" Tanya si namja pendek- Baekhyun takut-takut. Luhan terdiam sembari menggulung bibirnya. Barang penting milik Ibunya? Mungkin Luhan bisa kepo sedikit.
"Tentu boleh, tapi ada syaratnya!" Ujarnya dengan tatapan jahil. Sehun yang merasa malas pergi meninggalkan mereka menuju kamar. Menurutnya lebih baik merapihkan baju dari pada mendengar ocehan tidak jelas milik Luhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY POOR TWINS [EXO FANFICTION]
Fanfiction[DALAM PROSES REVISI] [PROLOG] Sebuah kejadian merenggut memori masa kecilku. Seketika semuanya berubah drastis. Aku hidup dengan sangat layak, bertingkah banyak, juga manja pada orangtua yang tadinya kupikir adalah orangtua kandungku. Ternyata, da...