Di sore hari itu hujan terdengar sangat riuh, bahkan di balik hujan itu. Ahn Ji Na yang tengah bersedih sedang berjalan sendirian, seolah tengah mencoba bersembunyi dibalik tirai air, ia bahkan tak peduli jika tirai air itu terus-menerus membahasi kepala hingga bajunya, dengan begitu gelisah seperti layaknya domba yang seekor domba yang tersesat. Bisa dipastikan bahwa wajahnya terlihat begitu kusut untuk saat ini.
Langit tampaknya juga sedang bersedih, dengan menumpahkan banyak tetesan air yang jatuh secara cepat ke permukaan tanah, seakan di dalam air hujan itu tersirat tangisan dari orang-orang yang sedang bersedih. Hujan ini seakan mengerti betapa kerasnya tangisan Ji na sesaat sebelumnya, begitulah yang ia pikirkan saat menatap ke atas dan memandangi langit kelabu itu.
"Langit jika aku berhenti menangis, apakah kamu juga akan berhenti menurunkan air hujanmu? Karena sepertinya bajuku sudah basah kuyup oleh air mata dan air hujanmu ini. Aku juga harus segera pulang, jika tidak orang tuaku akan marah besar."
Bagaikan sihir permintaan yang diajukan oleh Ji Na setelah ia menghabiskan beberapa menit berjalan tanpa suara tangisan seperti yang ia janjikan pada semesta, dan akhirnya hujan pun turut berhenti sehingga matahari yang sedang terbenam pun mulai kembali bersinar.
Namun, tiba-tiba saja dari kejauhan, Ji Na melihat sekumpulan orang yang sedang melakukan perbuatan kekerasan pada seorang anak laki-laki berseragam sekolah.
Ji Na tidak tahu pasti bagaimana permasalahan yang dialami anak laki-laki itu, sehingga ia harus dipukuli beramai-ramai oleh sekumpulan orang yang mempunyai badan yang jauh lebih besar darinya.
Hingga terbesit keinginan dari Ji Na untuk membantu anak laki-laki tersebut, walaupun bukan membantu secara fisik, setidaknya ia harus mencoba berteriak meminta pertolongan pada orang lain, agar anak laki-laki itu tidak terluka parah.
"Tolong, siapapun, ada perkelahian di sana!" sahut Ji Na yang sayangnya tidak begitu di dengar oleh orang lain karena berhubung jalanan masih begitu sepi selepas hujan deras tadi.
Dengan usahanya mencoba berlari untuk mendekati sekumpulan orang-orang yang ia lihat tadi, Ji Na sedikit mendapatkan kesempatan untuk meminta pertolongan dari orang lain, ketika ia sempat melihat seorang pria sedang berjalan keluar dari sebuah toko.
"OMG, akhirnya ketemu juga!" ucap Ji Na spontan, dan langsung menepuk lengan dari pria tersebut. "Ahjussi, bisakah aku meminta pertolonganmu?"
Pertanyaan dari Ji Na pun dibalas oleh pria tadi dengan begitu ramah "Pertolongan apa nak?"
"Di sana, ada sekumpulan orang yang sedang menganiaya seorang anak laki-laki. Aku ingin menolongnya tapi aku hanya anak perempuan biasa yang pasti akan kalah dengan sekumpulan orang-orang itu."
"Benarkah? Seharusnya kamu mencoba menelpon polisi supaya tidak terjadi kekerasan yang jauh lebih besar."
"Ah, sudah terlambat jika harus menelpon polisi. Mereka pun tidak akan langsung mendatangi kita, sedangkan kejadiannya sudah terjadi sekarang, Ahjussi!"
"Tapi, Ahjussi tidak bisa membantunya tanpa bantuan polisi nak."
"Apakah Ahjussi takut? Bukankah Ahjussi ini seorang pria, seharusnya seorang pria tidak takut dengan apapun." tegas Ahn Ji Na sembari memperhatikan raut wajah pria di hadapannya itu. "Tapi baiklah jika Ahjussi tidak bisa membantuku, maka aku saja yang pergi kesana walaupun nyawaku akan menjadi taruhannya."
Ji Na kemudian bergegas berlari kembali, hingga ia hampir mendekati sekumpulan orang-orang tadi, dari jarak yang cukup dekat, ia memperhatikan bagaimana anak laki-laki itu dipukuli sampai ia mengerang kesakitan.
Mencoba memberanikan diri, Ji Na yang sedang kepalang emosi, mengepal keras tangan kanannya, hingga dengan kenekatannya, Ahn Ji Na berhasil memukuli bagian kepala dari salah seorang pria yang berada di depannya itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Reach the Star
FanfictionAda kalanya hidup perlu dipertanyakan tujuannya, karena satu hal kecil yang telah terjadi di kehidupan sebelumnya. Dapat mengubah satu kenyataan yang besar di masa depan. 🌙 G1STAR Project