2/2

3.5K 40 5
                                    

Sebel nggak sih lo kalau lagi baca seru-seru lalu tiba-tiba bersambung dan harus nunggu updatenya? Gue jugaa berooohhh. Jadi, ini langsung dikelarin ajalah. Entah dibaca entah nggak, yang penting utang lunas. /yasip/

***

"Aku janji, kamu pacar terakhir aku. Aku bakal jagain kamu, lindungin kamu, sayangin kamu. Selamanya. Sampai rambut kita berdua memutih dan napas kita putus barengan. Kamu mau 'kan bersama aku sampai saat itu tiba?"


"Woi Clarissa! Bengong aja! Bengongin Reinhard lo ya? Udah sih, cowok playboy gitu masih lo harepin!" Aelke menyikut lenganku agar aku tersadar dari lamunanku.

Saat ini sedang jam kosong, yang biasanya kugunakan untuk mengobrol, mendengarkan lagu, atau melakukan ritual 'ingatlah-Reinhard-tanpa-henti'. Ritual yang kata Aelke dan Variska adalah sesuatu yang bodoh dan tak pernah bisa lepas dari hidupku.

"Tau tuh, apa sih bagusnya Reinhard? Cowok pasar ayam kayak gitu..." Variska, si pecinta ayam memulai kalimatnya yang sudah kudengar untuk ke-8823974289374632 kalinya.

"Eh Riss, lo mau tau nggak? Si Reinhard lagi deket sama cewek loh. Mau liat fotonya nggak?" Virion, sahabat laki-lakiku yang duduk sebangku denganku ikut mengambil andil dalam pembicaraan tentang Reinhard, yang menjadi topik obrolan sehari-hariku.

Eh? Apa? Apa katanya?

"Clarissaaaaa, lo mau lihat nggaaak?" Virion mengulangi kata-katanya.

"Ng-nggak. Buat apa gue liat? Nggak ada gunanya juga deh."

Waktuku serasa terhenti sejenak saat mendengar kata-kata Virion. Apa ini? Bukankah ia telah berjanji? Bukankah ia akan selalu bersamaku? Bukankah dia telah ditakdirkan untukku?

Beribu pertanyaan terlintas dalam benakku dalam sekejap. Tak ada satupun materi pelajaran yang masuk ke dalam otakku setelah Virion mengucapkan kata itu padaku.

Kenapa aku harus menyayanginya dalam derita hati sementara ia di sana bersenang-senang dan hidup bahagia dengan perempuan lain?

Sakit. Hatiku hancur bagaikan kertas yang dirobek. Pedih bagaikan tertusuk ribuan jarum.

Kemana janjinya yang dulu ia ucapkan ketika kami masih bersama? Apakah itu hanya janji palsu yang sengaja ia umbar demi kebahagiaan semu yang sementara?

Aku terus berpikir dan berpikir. Ingin sekali aku menangis, tapi tak mau. Kutahan banjiran air di pelupuk mataku yang akan segera menjadi air mata jika meluncur ke pipi.

Aku rapuh. Aku tak berdaya. Kenapa harus aku? Kenapa tidak orang lain saja yang mengalami ini? Tak bisakah aku memiliki kisah cinta yang bahagia? Cinta yang selalu tersenyum, cinta yang tidak menyakiti?

Sebenarnya, aku sangat ingin melihat foto perempuan itu. Tapi lagi-lagi, aku hanya bisa mematung dalam diam. Mendengar hatiku yang menjerit karena terhempas oleh sakitnya cinta. Cinta pada Reinhard.

Aku hanya bisa berharap. Harapan yang tidak pasti, kalau Reinhard, akan menjaga dirinya untukku. Untuk menjadi milikku pada akhirnya. Walau aku ragu, kalau itu akan menjadi kenyataan... tapi, yang bisa kulakukan sekarang... hanyalah berharap.

***

A/N:

Cerita pendek ini based on true story. Yap, ini kisah nyata. Walaupun nggak semuanya adalah kenyataan, beberapa gue manipulasi dan mengalami dramatisasi di beberapa bagian supaya ceritanya lebih enak dibaca dan mudah dipahami. Tapi secara garis besar, kisah ini benar adanya.

Gue emang nggak pernah mengalami hal seperti ini, karena gue pacaran cuma dua kali, dan dua-duanya gue yang mengakhiri. Tapi, perasaan Clarissa, gue tahu. Perasaan dimana kita terombang-ambing karena yang namanya suka-sukaan, atau dalam hal Clarissa ini, cinta. Gue yakin Clarissa ini udah masuk ke tahap cinta, atau mungkin cinta-buta. Gue pernah ngerasain yang namanya gelisah dan resah setiap malemnya hanya karena satu cowok yang bahkan nggak pantes buat airmata gue. Gue yakin kalian yang baca juga pernah rasain yang namanya 'galau'. Kalo nggak pernah, kalian manusia yang nggak punya hati dan orang yang nggak menghargai adanya 'misteri kehidupan'. IMO, no offense ya. :p

Ya, bertepuk sebelah tangan dalam menyayangi seseorang itu... nggak mudah dan menyakitkan.

P.S buat Clarissa: Memang nggak salah terlalu menyayangi seseorang. Tapi relakah lo disakiti terus-menerus sama orang yang cuma bisa mengumbar janji palsu? Menangis untuk orang yang bahkan nggak pernah menangis buat lo? Nggak ada enaknya menyakiti diri sendiri sementara orang yang kita inginkan untuk merasakan hal yang sama kaya yang kita rasain itu NGGAK PEDULI. Sadar, move on! Masih banyak orang-orang yang belom lo kenal. Lo masih muda, masih punya banyak pilihan. Jangan takut nggak laku dan mutusin buat nungguin SATU orang seumur hidup lo. Nggak ada yang mau usahanya sia-sia. Memilih yang lain itu BUKAN jalan pintas, tapi belokan. Hidup itu pilihan, 'kan?

Masih ada 3 milliar cowok di dunia, tapi kenapa lo memilih 1 orang yang membuat lo lebih banyak menangis daripada bahagia? Renungin ya, Clarissa.. ;)

Cerita ini gue peruntukkan buat sahabat gue, si Clarissa tersebut, yang sampai cerpen ini ditulis (2013)...masih dan terus menunggu si Reinhard. Variska pun, sampai saat ini, masih pecinta ayam. Peace. Sekian.

GalauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang