Espresso

2.2K 244 4
                                    

"Kita mau ke mana?" Irene akhirnya membuka suara setelah entah berapa lama mereka hanya duduk dalam diam di dalam mobil Sehun.

"Makan. Aku lapar," Tak lama Sehun mengehentikan mobilnya di sebuah tempat yang terkenal dengan bibimbapnya.

"Perasaanku sedang campur aduk saat ini, jadi aku ingin makan bibimbap," Irene mendesis pelan mendengar ucapan Sehun. Teori darimana itu? Bilang saja ia mau makan bibimbap. Dasar orang aneh, Irene membatin.

Keduanya segera turun dan tanpa menunggu lama, Sehun segera memesan 2 porsi bibimbap untuk dirinya dan Irene. Irene hanya diam saja menurut.

"Kamu ke mana saja? Aku mencari-carimu," kata Sehun akhirnya. Kedua matanya menatap lurus ke arah Irene, sementara yang ditatap hanya mengalihkan pandangannya, tak mau beradu pandang dengan Sehun.

"Menghindarimu," jawab Irene singkat. Sehun meraih dagu Irene sehingga gadis itu kini tak bisa menghidari tatapan Sehun yang menghunus hingga jantungnya, membuatnya berdetak lebih cepat dari yang seharusnya.

"Kenapa menghindariku? Apa yang salah? Semuanya? Apa maksudnya? Aku tidak mengerti, Bae Irene. Katakan padaku yang sejujurnya," Irene hanya diam, tak bisa menjawab pertanyaan Sehun.  Gadis itu hanya menatap Sehun lama tepat di kedua matanya.

"Irene-a, jawab aku. Jangan menyiksaku seperti ini," kata Sehun lirih. Irene menghela nafas panjang lalu menepis pelan tangan Sehun yang memegang dagunya.

"Maafkan aku," Sehun menunggu gadis itu untuk berkata lebih, namun tak ada lagi kata-kata yang keluar dari bibir mungilnya. Gadis itu hanya menunduk dalam.

"Untuk apa?"

"Untuk semuanya. Aku yang salah. Tidak seharusnya aku bersikap seperti ini. Aku hanya ingin melupakannya dan melihatmu, bersamamu, selalu mengingatkanku pada sosoknya. Itulah mengapa aku memilih menjauh darimu," jawa Irene pelan, nyaris berbisik.

"Siapa dia?" tanya Sehun penasaran.

"Kau tidak perlu tahu," tepat saat itu, pesanan mereka datang dan Irene buru-buru melahap makanannya, menghindari keberlanjutan percakapannya dengan Sehun. Sehun mengurungkan niatnya untuk bertanya lebih jauh, mungkin lain kali. Setidaknya ia sudah mulai melihat sebuah celah di sini.

●○●

Irene membereskan barang-barangnya dengan wajah suntuk. Ia benar-benar tidak bisa berpikir dengan jernih belakangan ini. Tugas-tugasnya banyak yang terbengkalai karena ia menghabiskan kebanyakan waktunya untuk melamun, sehingga kini tugas-tugasnya menumpuk dan tak jarang ia harus merelakan waktu tidurnya demi menyelesaikan tugas.

Baru saja Irene melangkah keluar dari pintu kelasnya, ia sudah dikejutkan dengan kehadiran Sehun yang menunggunya di depan pintu. Irene tak kuasa menahan dagunya yang jatuh begitu saja. Bukan hanya karena melihat Sehun, tapi karena melihat wajah lelaki itu kini berhiaskan luka dan lebam.

"Kenapa sampai seperti itu?" Tanya Sehun seraya menyentuh dagu Irene, menutup mulutnya yang sedari tadi menganga lebar.

"Wajahmu..? Ck kali ini kenapa lagi?" Tanya Irene ketus. Ia melipat kedua tangannya di depan tanda.

"Bukan apa-apa. Hanya salah paham kecil," kata Sehun tersenyum. Irene heran, dengan wajah seperti itu lelaki itu bahkan masih bisa tersenyum cerah. Irene menoleh ke kiri dan ke kanan, mendapati bahwa dirinya dan Sehun kini tengah menjadi tatapan orang-orang yang berlalu-lalang.

Sebagian memperlihatkan wajah bingung, sebagian penasaran, dan sebagian lagi kagum. Ya, mengagumi wajah seorang Oh Sehun. Harus diakui, meski wajahnya penuh luka dan lebam sekalipun, Sehun masih terlihat tampan.

Remember YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang