Sudah tiga hari ini Sehun tidak menghubungi Irene. Irene sebenarnya bingung apa ada sesuatu yang terjadi pada lelaki itu? Biasanya Sehun tak pernah absen 'mengganggu'nya, entah menanyakan kegiatan Irene, menceritakan hal tidak penting, atau apapun itu lah.
Hari ini, entah sudah berapa kali Irene mengecek ponselnya, memeriksa seluruh akun social media miliknya juga notifikasinya, berharap nama Sehun muncul di sana.
Kenapa tidak menghubungi duluan kalau penasaran?
Ayolah, Irene itu perempuan dan prinsip perempuan? Menunggu, dikejar. Klasik.
Tidak, bukan. Bukan itu alasannya. Irene hanya malu. Bagaimana kalau nanti Sehun malah meledeknya habis-habisan? Rasanya Irene belum siap untuk itu.
Irene terduduk di pinggiran kasurnya seraya menatap layar ponselnya yang gelap. Gadis itu menghela nafas panjang dan seketika ponselnya menyala, menampilkan sebuah nama yang sudah beberapa hari ini ia tunggu.
Telepon dari Sehun.
Rasanya dewa-dewi keberuntungan sedang berpihak pada Irene saat ini. Irene berdeham pelan sebelum mengangkat telepon dari Sehun.
"Yeoboseyo?"
"Hey, kau merindukanku?"
Irene mendengus pelan menanggapi pertanyaan Sehun, tentu saja meskipun Irene merindukan Sehun sekalipun, Irene tak akan mengakuinya secara gamblang bukan?
Sehun sendiri hanya terkekeh pelan mendengarnya.
"Apa kau bisa memasak bubur?" Tanya Sehun lagi. Irene mengangguk pelan, sedetik kemudian ia tersadar Sehun tak akan mampu melihatnya. Duh!
"Bisa. Kenapa?"
"Bisa ke rumahku buatkan aku bubur?"
"Kenapa harus aku?"
"Karena tidak ada orang di rumah dan aku sakit. Aku hanya punya kamu,"
"Sakit? Sakit apa?" Tanya Irene cepat, membuat Sehun menahan tawanya.
"Kau khawatir?"
Hanya dengan pertanyaan itu, sesuatu kembali bergejolak di dalam diri Irene. Sepertinya kali ini sesuatu itu bersarang di rongga dadanya.
"Aish tidak," jawab Irene segera.
"Jangan bohong. Suaramu terdengar panik. Datanglah dan cari tahu sendiri jawabannya. Kau akan datang kan?"
"Hmm kita lihat nanti. Sudah ya, aku sibuk," ujar Irene lalu mematikan sambungan telepon.
Irene membanting tubuhnya ke belakang hingga ia telentang di atas Kasur.
"Aaaa astaga perasaan apa ini?" Tanya Irene seraya memukul-mukul dadanya pelan. Gadis itu terdiam sebentar, memandangi langit-langit kamarnya dan akhirnya beranjak mengambil tasnya dengan terburu-buru.
"Kuharap apa yang aku lakukan ini benar," gumam Irene.
●○●
Irene terkejut ketika pintu rumah Sehun terbuka dan tampaklah laki-laki itu dalam keadaan berantakan dengan wajah pucat. Ia bahkan hanya bisa menganga tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Sehun berdiri dengan mengenakan pakaian tebal dan sebelah tangannya memegangi sebuah kompresan yang ia tempelkan sendiri di dahinya.
"Apa kau terpesona denganku? Meski dalam keadaan seperti ini?" Tanya Sehun pelan.
Irene mengarahkan punggung telapak tangannya ke dahi Sehun menggantikan kompresan yang dipegang Sehun, namun sedetik kemudian gadis itu berjengit. Tubuh Sehun panas sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Remember You
FanfictionDemi apapun, Irene tak pernah ingin berurusan dengan seorang bad boy lagi. Ia tak ingin terus-menerus hidup dalam bayang-bayang masa lalunya. Sampai ketika seorang Oh Sehun mengusik kehidupannya, mau tak mau Irene kembali dihadang pilunya kenangan-k...