Part 4

299K 8K 177
                                    

Andrew pov

"Terimakasih atas semua masukan, saran dan kerja keras kalian untuk menyelesaikan proyek ini," aku mengedarkan pandangan ke masing-masing karyawan yang ikut meeting hari ini. "saya menghargai itu".

Setelah semua staf keluar ruang meeting, aku terduduk di kursiku. Melipat kedua tanganku di atas meja kaca berwarna hitam, kemudian menghela napas.

Dua minggu terakhir ini adalah saat-saat paling sibuk untukku, banyak pembangunan yang butuh perhatian khusus karena kelalaian sebagian besar staf-staf setiap divisi, semuanya harus kutangani dengan serius supaya tidak terjadi kerugian. Kepalaku semakin pusing saat mendengar bahwa perkebunan kelapa sawit ayah di Palembang mengalami kebakaran yang cukup parah. Musim kemarau yang berkepanjangan adalah penyebabnya, berpuluh-puluh hektar habis dilalap api. Kondisi ayah yang tidak sekuat dulu membuatnya tidak lagi sanggup mengatasinya sendiri, ayah menghubungiku supaya membantunya. Sebagai putra satu-satunya, hal itu sudah pasti menjadi kewajibanku. Karena situasi di perusahanku juga masih dalam keadaan sulit, aku menugaskan Rio yang menghandle keadaan di Palembang. Aku sangat berharap dia bisa segera mengatasinya, Rio karyawan yang bisa diandalkan. Karena itulah, meski kelakuannya di luar pekerjaan sangat jauh dari kata terpuji, aku masih tetap mau memperkerjakannya di kantorku. Pernikahanku yang hanya tinggal menghitung hari juga ikut menyumbang kesibukan untukku. Walau kedua orang tua Vanessa dan juga orangtuaku turut membantu, tapi aku tidak mungkin tidak mengambil bagian. Apa lagi acara itu adalah pernikahanku sendiri, sudah tugasku ikut membantu.

Di antara semua itu, yang membuatku paling stres adalah Vanessa. Calon istriku itu seperti tidak merasa punya calon suami sama sekali dan kelakuannya tidak menunjukkan kalau sebentar lagi akan menikah, dia masih berkelakuan sesukanya.

Aku tahu profesinya sebagai model mengharuskannya berpenampilan menarik. Tapi menurutku tidak harus berpakaian yang sangat terbuka. Rasanya sudah semua cara kulakukan untuk melarangnya memakai pakaian yang kurang bahan, tapi rasanya semua yang kukatakan seperti masuk dari telinga kiri kemudian keluar dari telinga kanan. Tidak ada gunanya sama sekali. Aku juga tidak mungkin menyuruhnya berhenti menjadi model, bisa-bisa dia ngamuk dan malah membatalkan pernikahan.

Hey, bukannya aku posesif. Tapi di sini aku adalah calon suaminya, aku tidak rela para laki-laki bajingan di luar sana menikmati tubuh gadisku. Rasanya ingin sekali aku mencongkel setiap mata yang menatap pinggul, dada, kaki, bibir atau pun matanya yang indah.

Oke. Aku cemburu dan posesif.

Tapi seharusnya Vanessa tahu hal itu. Berulang kali aku kesal dibuatnya karena seakan tidak peduli dengan rasa cemburuku. Dia bisa tenang, karena aku tidak akan pernah tergoda pada wanita lain, hanya dia satu-satunya wanita yang mampu mencuri perhatianku.

Sedangkan aku?

Setiap detik, menit dan jam yang kulewati tanpa bersama dengan dirinya, membuatku bertanya-tanya. Apakah dia setia padaku? Mungkinkah dia tergoda pada laki-laki yang usianya tidak terlalu tua sepertiku? Apakah dia pernah memikirkanku saat kami berjauhan? Berapa banyak pria yang mendekati dan mencoba mencuri hatinya?

Sial. Semua itu membuatku frustasi.

Tapi tidak ada yang bisa kulakukan. Aku takut, bila semakin dikekang Vanessa akan lari dariku.

Bukan apa-apa, masalahnya dia sudah mengambil hatiku. Kalau dia lari dan menjauh, hatiku mungkin tidak akan kembali lagi.

Aku cengeng?

Terserah.

Sepertinya pasokan kesabaranku akan terkuras habis setelah menikah dengan Vanessa nanti. Dia sungguh gadis yang tidak bisa diprediksi. Seperti sekarang ini, saat semua orang sibuk mempersiapkan pernikahannya, dia malah sibuk berfoto-foto. Foto modeling maksudnya.

Bitter Sweet Life With You (Playstore)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang