Selembar Surat Tuk Adinda

141 18 13
                                    

Dinda..,
Dimanakah kini?
Senandung lirih
Yang selalu membiaskan bisai
Lewat malaikat penjaga mimpi

Semakin jauh
Tak kudengar lagi alunan genta
Dari kuil-kuil suci
Tempat kusemayamkan
Setangkup mahabbah bersimbah tirani

Dinda,
Adakah kau dengar?
Serayu sendu
Dari salung pengembara bersimbah nista ini,
Yang berharap akan terpulas
Pada ribaan yang penuh kasih belaimu

Aku tak ubah shimpony
Yang perlahan sumbang
Dan terus mengais nada yang terpendar Pada lembah bingar
Yang padanya bisu mendayang

Dinda..,
Adakah masih terukir dalam anganmu? Saat lidah kita
Menyulam janji di rimba mimpi
Lalu kau mengecup keningku
Di penghujung senja bertirai mega kencana
Seakan kita tiada takut akan tarum
Pada cawan-cawan kaum perawah

Dinda...,
Bukankah Tuhan
Telah menisbatkan relung sebagai cinta untuk Esanya jiwa?

Maka adakah kau nampak
Pengembara yang membiarkan diri
Tersayat belati pekat sang dewi malam?

Dan berlari dalam buta
Lalu tenggelam
Pada petala nazam dan catatan bodoh tak berwatas
Demi berjumpa sang terwahai dalam wujudnya

Dan dengan jiwa terkulai
Pengembara nista pun tertawan dalam keranda sang malam

Dinda...
Adakah kau tahu?
Setitik cahaya
Yang kunyalakan sebelum perapian menjadi abu

Adalah kau...,
Pemberi terang pada galuh-galuh rimba
Karena kaulah
Cahaya itu pada tamsilku
Namun kau tak benar-benar tahu
Bahwa akulah galuh-galuh rimba itu
Yang rela menghanguskan diri
Lalu mati
Dalam kobar perapian
Agar dapat menyatu ke dalam cahaya
Meski riwayat...
Lebur bersama abu
Dan lalu tamat

Dinda...,
Adakah kau lihat?
Langkahku kian tertatih
Membawaku tersungkur
Pada keputus-asaan

Lalu
Kucoba sambangi dayah-dayah negeri maya
Kutanyai para sufi
Dan penyair-penyair ternama
Tentang arti sebuah kelana akan cinta

Namun yang kudapati
Tak lebih dari seorang ahli diam tersohor pada kitab-kitab lusuh tanpa penulis

Ah... kumulai penat...

Dinda...,
Jika aku tak kuasa
Membuatmu pulas kedalam hangat ragawi
Semoga nazam pengembara nista ini
Kan memberimu damai
Dalam peluknya~

Luka Yang Tak BerdarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang