**
Dan lagi...
Seperti kemarin,
Pagi datang
Menghunus pedang kearifan
Di depan kenangan
Yang mencumbu mesra kebodohankuDan lagi...
Seperti jengah,
Pagi menebas habis rumpun kenangan
Yang selalu datang
menelanjangi kelemahankuDan lagi...
Seperti menjarah,
Pagi membungkam bahasa pikiranku
Yang acap merayu kenangan
Tuk menari di sepinya pagiDan lagi...
Seperti murka,
Pagi mengusirku dari puisi terkutuk ini
Yang da'im berlena
Dalam belai kenangan yang seharusnya indahDan lagi...
Seperti curiga,
Pagi memilih pergi membelai mentari
Karena aku mengabadikan bunga
Di balik puisi
Yang seharusnya memuja pagiTapi...
Sebelum pergi,
Kukatakan kepada pagi
"Hujamkan saja belatimu ke dadaku
Bila kau curiga
Kusembunyikan bunga di balik punggungku."Dan lagi...
Seperti mengiba,
Kumemohon kepada pagi
Untuk datang esok lagi
Menyapaku dengan senyum mentari
Saat kuterbangun
Di beranda puisi (yang terkutuk ini)
Tuk membelai bunga
Dalam keranda kenangan
Yang kuabadikan
Seperti edelweis yang tiada matiOh~ Pagi...
Datanglah esok lagi...
Lagi...
Dan lagi...Izinkan aku menyambutmu
Dengan warna warni sang bunga
Yang kurangkai dalam puisi
Yang terkutuk ini...○○○○○○○»
Dedikasi untuk sang pagi
Yang ada di >
Cipaku, Paseh
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka Yang Tak Berdarah
PoesíaTapi kan kubiarkan itu, menjadi ukiran pada wajah sukma~ Lalu menjelma prasasti tentang sebuah prahara lembaran silam~ Pada riwayat seorang pengembara. Yang pernah mencoba mengulum tawa di pembaringannya~Di antara nafas-nafas yang menghembuskan arom...