Sejak lahir apakah kita sudah memiliki takdir? Dan apa semestinya berakhir dengan happy end or sad end? Waktu itu aku menangis dibawah payung biruku. Menangis merenungi takdir yang kumiliki. Apakah hidup ini adil? Atau sebenarnya hanya terlihat adil aja?
Aku bertemu dengannya disebuah lorong sempit di belakang gedung. Aku tak sengaja bertabrakan dengan beberapa anak yang berlari tunggang langgang karna suatu hal yang aku tak tahu apa itu. Memberanikan diri untuk melongok ke arah asal tersebut. Dia, berdiri tegak mengadah langit, menikmati setiap tetes air hujan yang menyentuh wajahnya. Saat itu, wajahnya penuh dengan lebam dan darah diujung bibirnya.
"Menangis saat hujan itu sangat kekanak-kanakan"menutupi wajahnya dengan payung yang saat ini kupegang. Sebenarnya aku juga ingin mencoba hal yang sama, tapi....
"..."
"Berkelahi juga takkan menyelesaikan masalah. Malah, akan menimbulkan masalah baru yang tak terduga. Selagi masih ada waktu, nikmatilah hidupmu dengan damai."
"...". Dia tak menjawabnya sama sekali. Apakah dia tungarungu? Atau mungkin suasana hatinya sedang buruk. Sebelum aku menjadi sasaran berikutnya, lebih baik aku pergi. Dan apa yang kulakukan? Aku memberikannya payungku. Lalu bagaimana caranya aku pulang tanpa basah kuyup? Akh, sudahlah. Begitu banyak pertanyaan dalam diriku, tapi itu seperti suatu pepatah nasi telah menjadi bubur karna terlalu banyak air saat memasaknya, sia-sia. Tidak satupun dari tindakanku yang dapat menjawab pertanyaan tersebut dengan tepat dan benar. Hufh. Setidaknya menangis dibawah ribuan tetes air hujan itu sangat menyenangkan. Semua beban terlarut sedikit demi sedikit. Tidak berani melakukan apa yang diinginkan, menyakitkan. Itu aku.
♪♫♪
KAMU SEDANG MEMBACA
RAIN - The Story of PAIN
RomanceKisah mengenai seorang gadis yang mengetahui bahwa ia bukanlah anak kandung dari keluarga yang selama ini merawatnya dan ia memiliki penyakit parah secara bersamaan. Ditambah, ia memiliki pikiran yang buruk tentang keluarga aslinya. Kemudian ia bert...