"Jadi x disini sama dengan 4, lalu bagaiman dengan ...". Toktoktok. Salah satu daun pintu tidak jauh dari balik punggung kami terketuk, menyebabkan pembahasan soal matematika yang cukup sulit menjadi terpotong. Dengan tergesa-gesa, bibi Ratih datang dari arah dapur. "Anna aja yang buka bi, bibi lanjutin aja ngebantu bunda". Wanita paruh baya yang menjadi lawan bicara Anna pun membalasnya dengan anggukan dan senyuman kecil membingkai wajah yang sudah mulai keriput itu. Anna yang telah mengetahui siapa yang mengetuk pintu rumahnya menarik napas panjang sebelum membuka salah satu dari daun pintu yang terpasang diantara jendela besar rumahnya.
"Hei Ran, kamu lama sekali membuka pintunya. Aku udah haus nih dari tadi"keluhnya begitu melihat Anna berdiri di depannya.
"Masuk dulu. Memangnya kamu jalan kaki apa ke sininya?" tanya Anna sambil menutup kembali pintu rumahnya.
"Em, enggak sih. Aku naik taksi tadi, dan ongkosnya mahal pula. Kok rumahmu enggak disebelah rumahku aja sih Ran? Kan jadi mudah kalau sewaktu-waktu aku mau belajar bareng" keluh Amara tanpa jeda sampai berhenti begitu melihat Bibim duduk bersila di depannya.
Anna yang baru saja melewatinya langsung menarik lengan kecil yang seputih susu itu. Menempatkan bibirnya di dekat telinga Anna. "Hei Ran, itu teman yang kamu maksud di sekolah tadi?". Anna hanya mengangguk pelan sambil melirik Bibim yang masih fokus dengan buku-buku keramatnya itu. "Kok kayak boyband-boyband korea gitu yah, kayak yang jadi Gao Fei itu". Anna memikirkan sejenak apa yang barusan dikatakan Amara, dan begitu pikiran lemotnya telah aktif "Dia bukan boyband korea Amara, dan Gao Fei itu Cina tulen". "Ah, sama aja mereka cogan tulen kan. Kenalin aku dong Ran" senggol Amara yang membuat pinggangnya sedikit sakit.
"Bim, ini orang yang aku bilang tadi" ucap Anna sembari duduk disamping Bibim yang dengan segera digeser menjauh oleh Amara. "Hai, aku Amara Tri Ningsih. Sahabat karibnya Kiran di SMA" cetus Anna sambil menyodorkan tangan kanannya. "Bima, sahabat dari kecilnya Anna" jawabnya cuek tanpa melirik sedikit pun ke arah Amara yang menyodokan tangannya sedari tadi. Anna hanya tertawa kecil, "Oke, Bim kita lanjut ke pelajaran tadi yah. Orangnya juga sudah datang" potong Anna cepat sebelum ketahuan oleh Amara yang duduk di sampingnya.
Walaupun Anna baru saja bertemu dengan Amara sekitar sebulan yang lalu, api seorang Amara inilah yang dapat membuat seorang Anna anak rumahan menjadi mudah bergaul dengan teman-teman sekelas. Tak jarang pula Amara mempromosikan para cogan-cogan yang bertebaran di sekolahnya itu.
"Aaah, aku gak ngerti sama soal nomor 6 ini" keluh Amara yang baru seperempat jam berada di rumah Anna. Lagi-lagi Anna nyengir melihat tingkah laku Amara yang bukan main aneh. Tanpa sadar ternyata Bibim dengan sekali-kali mencuri pandang ke arah Anna, dan dengan pasti ia menarik kecil ujung bibirnya. "Aku ke belakang dulu mengambil sesuatu. Bibim, tolong ajari Amara yah"ucap Anna tiba-tiba. Bibim hanya mengangguk menuruti ucapan Anna.
Asiikkkk. Ternyata temanku yang satu ini pengertian orangnya. Aku bersyukur punya teman kayak dia. Hufh, andaikan saja rumahku dekat dengan rumah mereka, tiap hari aku bakal ngapelin mereka mengalahkan rekor seorang pacar. Pasti kalau aku sama dia jadian, dunia ini bakal teriak karna iri. Aku harus bisa dapatin dia. Hehe...
"Bibim, x yang ini diapain?"tegur Amara yang ingin mewujudkan khayalannya sedetik yang lalu.
"Kamu bisa pake integral bebas, terus jangan lupa yang negatif diganti jadi positif. Dan itu harus" jawabnya singkat, padat dan jelas. Tidak menunjukkan rasa ketertarikan apa pun. "Oh ya, hanya Anna dan keluarganya yang boleh memanggilku dengan Bibim dan kamu tidak termasuk dari yang aku sebutkan tadi"sambungnya yang membuat suasana mereka menjadi menegangkan. Dan sebelum kehadiran Anna dari dapur menghancurkan suasana tersebut.
"Ini nih cookie baru buatan mamaku, dimakan yah. Coffe Latte buat Bibim, Rainbow Syce buat Amara dan Choco Melt Panas buat aku".
"Ran, sadar gak kamu?"
"Apa?"
"Suasana diluar sana sedang panas. Dan kamu dan Bima minum-minum panas. Clop sekali kalian" kata-kata Amara membuat Bima yang sedang menyeruput kopinya tersedak. Sepertinya Amara tahu situasi apa yang sedang terjadi diantara mereka.
"Hm, aku udah kebiasaan aja dari dulu. Jadi, yah biasa aja bagiku"sahut Anna yang tidak sadar bahwa Bibim tersedak barusan. "By the way, kamu udah selesai ngerjain nomor 6 tadi?"sambungnya.
"Belum, angka enam kalau dibalik menjadi sembilan, dan apa artinya itu? itu artinya adalah diapa-apain juga tetap aja hasilnya nda jelas gitu. Dan angka enam kalau dibalik akan menjadi angka sembilan. Dan itu artinya dibalik 360 derajat pun hasilnya akan ...."
"Aku udah dapat tuh hasilnya dari tadi"potong Bibim tiba-tiba.
Sahabat laki-lakinya inilah orang yang cukup bisa diandalkan dalam bidang apapun kecuali memasak. Terutama dalam hal Sains, Teknologi dan Olahraga, mungkin dia adalah salah satu malaikat yang diturunkan untuk membantunya menjalani kehidupan yang sebelumnya suram itu.
"Kamu udah dapat jawabannya daritadi tapi kamu gak ngasih tahu aku tentang rahasia negara ini? Oh my, Bimaaaa!"suara kesal yang keluar dari mulut Amara membuat seisi rumah Anna menutup telinganya. Suaranya yang normal berubah menjadi keras dan melengking yang membuat telinga sakit. Dan dari arah dapur tampak mama Anna dan bibi Ratih tertawa cekikikan. "Sepertinya harapan Anna akan segera terwujud"ucap mama Anna kepada bibi Ratih lirih. "Mudah-mudahan dapat berjalan lancar ya nyonya. Aamiin"sahut bibi Ratih sembali memasukkan bebarapa macam makanan ke dalam mika kotak. Mama Anna hanya menjawabnya dengan senyuman yang memamerkan gigi-gigi putihnya.
"Oke sampai jumpa besok di sekolah"ucap Amara dan melambaikan tangannya dari dalam mobil sedan hitam.
"Hati-hati di jalan"sahut Anna yang disampingnya berdiri Bima dengan senyuman terpaksa. Mobil sedan itu perlahan pergi keluar halaman rumah Anna dan menghilang mengikuti arus jalan raya.
Dari dalam mobil, Amara mengernyitkan dahinya yang kemudian disusul dengan tarikan senyuman semringai.
♪♫♪
KAMU SEDANG MEMBACA
RAIN - The Story of PAIN
RomanceKisah mengenai seorang gadis yang mengetahui bahwa ia bukanlah anak kandung dari keluarga yang selama ini merawatnya dan ia memiliki penyakit parah secara bersamaan. Ditambah, ia memiliki pikiran yang buruk tentang keluarga aslinya. Kemudian ia bert...