-STIGMA-

1.7K 112 9
                                    

[Itu adalah hal pertama di kolom yang telah ditegakkan dimasa kanak-kanak, yang setiap individu harus menghancurkannya sebelum ia bisa menjadi dirinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


[Itu adalah hal pertama di kolom yang telah ditegakkan dimasa kanak-kanak, yang setiap individu harus menghancurkannya sebelum ia bisa menjadi dirinya.]

-STIGMA-


Kembali mengingat masa lalu di saat aku berusaha menemukan dunia yang ku cari. Semakin dalam aku mengingatnya aku merasa diriku semakin menjauh dari titik itu.

Malam itu aku kembali ke tempat yang dulu sering aku kunjungi. Semuanya masih sama, bahkan coretan itu. Ku dekati tempat itu dan memang tidak ada yang berubah. Malam ini aku ingin sedikit membuang masa-masa burukku di dunia ini.

Ku dapati gambar yang mengejek itu masih tergambar jelas disana. Sebuah besi kecil aku keluarkan dari balik saku milikku untuk mulai menghapus jejak itu. Benar, aku bahkan tak tahu sejak kapan aku menggambar itu.

Di kejauhan ku dengar suara sirine mobil polisi mendekat. Cahaya lampunya telah menyilaukan diriku dan seperti menandakan bahwa aku telah tertangkap. Aku menoleh mendapati seorang petugas keluar dari mobil dan menghampiriku dengan beringas.

Brruugghhh

Tanpa perlawanan aku menyerah dan di bawa ke tempat yang sering orang katakan adalah tempat yang lebih seram dari pada neraka.

Di dalam ruangan yang kecil itu, hanya ada aku, petugas itu, laptop miliknya, dan sebuah lampu yang menggantung di atas kepalaku. Benar, ini sangat menakutkan disana seorang diri dengan seorang petugas yang mulai menanyaiku dengan banyak pertanyaan.

'Siapa namamu?'

Aku berpikir, 'Apakah aku punya nama?' dan aku menemukan jawabannya pada diriku sendiri. 'Kim Tae Hyung' ucapku begitu.

'Umurmu?'

Umur? Berapakah umurku saat ini? Apakah ini juga tentang berapa lama aku seperti ini? Tapi aku kembali mendapatkan jawabannya, '21 tahun.'

'Orang tuamu?'

Orang tua? Kenapa dia menanyakan orang tuaku? Apakah aku memilikinya?

Pertanyaan itu membawaku kembali ke masa lalu. Saat aku seorang diri menjauh dari sebuah realita menyakitkan yang sering ku alami. Aku berlari kesana kemari menjauhi dirinya. Ya, dirinya. Dia yang selalu akan membuatku mendapatkan luka baru, kesakitan baru, atau kata cacian baru.

Rasa sakit yang ku alami selama ini seakan nyata. Aku bisa merasakan bagaimana sakitnya waktu itu. Rasa tangan yang panas memukul wajahku tanpa memandang aku siapa. Hingga terjatuh dan kembali menemukan masa lalu yang tergali lebih dalam.

Kini aku menemukan diriku di dalam kamar. Tempat yang selalu aku rindu sekaligus aku benci disaat yang bersamaan. Aku ingat betul waktu itu tepat sebelum aku mengakhiri hidupnya.

Bau alkohol tercium dimana-mana, bahkan tanpa berpikir jika ada aku dan saudariku disana dia tetap menenggak minuman itu. Aku terduduk dan menatap cahaya yang masuk lewat sela-sela jendela kamar. Ku lirik saudariku yang tak dapat menutup matanya setiap kali mendengar tegukan cairan itu dari mulutnya.

Aku merasa iba, tentu. Yang mampu ku lakukan saat itu hanya memeluknya dan membawanya untuk tidur. Aku tidak lagi ingin saudariku mendengar dan menangis setiap melihat orang itu di dekatnya. Tapi semakin aku berusaha untuk membuatnya tertidur tetesan air matanya semakin deras terjatuh dari pelupuk matanya.

Aku kembali dalam ingatan saat aku terakhir kali terjatuh. Ku dapati sebuah cahaya mengarah padaku diantara kegelapan disana. Ini sangat membunuh, sangat. Aku merasa tertekan disini. Aku merasa terpenjara disini. Semakin aku mencoba untuk kembali mengingatnya, jeruji besi itu semakin nyata mengurungku. Aku takut sendirian. Aku takut cahaya itu hanya akan menerangi kesalahanku.

'Orang tuamu?'

Aku kembali teringat pertanyaan itu. Orang tua?

'Aku tidak punya orang tua.'

Benar. Aku tidak memiliki mereka. Atau memang mereka tidak memiliki ku.

Kenapa kau melakukan ini padaku?

WINGS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang