"No one naturally loves to work, except my Boss."
"Astaga gue gagal paham!" Aku duduk di kubikel dengan emosi, rasanya ingin kusobek-sobek tumpukan revisi yang kupegang.
"Kenapa lagi?" Carlo melirik dari balik dinding kubikel pendek yang sebenarnya hanya formalitas tapi cukup untuk menyembunyikan adegan kalau dia tidak henti-hentinya mengambil cemilan dari drawer.
"Kenapa revisi yang nggak substansial gini sih?! Ini udah revisi yang ke 10!" Aku mengomel sambil menyalakan layar lagi.
"Namanya juga bos," Carlo nyengir.
"Pengen resign gue dari sini rasanya," Kataku.
"Udah berapa lama lo di sini?" Tanyanya.
"2 bulan lagi dua tahun, pas buat resign," Aku mulai mengetik revisi hasil corat-coret Tuan Tigran.
Tigran Putra Pramudiwirja mungkin outlier manusia normal, atau keajaiban dunia nomor 8. Sebuah penelitian pernah menyebutkan pada dasarnya manusia itu tidak suka bekerja, tapi manusia ini bisa menghabiskan 14 jam dengan bekerja. Kelainan! Lulus s1 dari MIT, S2 dari Harvard, S2 ke 2 dari Stanford dan terakhir S2 dari Monash University. Kelainan kedua, mengapa dia terlalu rajin sampai S2 3 kali? Kelainan ketiga, setelah masuk top 10 universitas terbaik di dunia, apa yang dia lakukan dengan berpetualang ke Australia? Kelainan keempat, dia baru berusia 34 tahun for God Sake dan sudah jadi Partner!
"Udah apply-apply belum?" Carlo bertanya.
"Udah, tapi keberuntungan gue kayaknya habis semenjak gue menginjakkan kaki di sini. Biasanya gue cepat terima jawaban, tapi this time zero," Kataku sambil mengetik cepat.
"Lama-lama gue bisa nangis karena panik terjebak di sini sama Tigran," Bye-bye Pak, I'm done respecting you!
"Memang dari semua anak buah Pak Tigran tuh paling lama lo kayaknya," Kata Carlo kali ini dia tertawa. Menertawakan lebih tepatnya.
Aku nyengir sinis, "Makasih lho, pas gue tanya-tanya ke lo, lo bilang kerja di sini enak. Kecewa gue sama senior kayak lo," Kataku.
Carlo tertawa lagi, "Yeee, kan lo tanya gaji. Kalau gaji emang enak kan?" Dia menunjukku, "Lagian meneketehe gue ternyata yang nyari anak buah itu Pak Tigran."
Aku menghembuskan nafas kesal.
"Capek gue tiap hari kerjaannya mau resign melulu," Kataku sambil menaikkan rambut ke atas dan menjepitnya.
Pintu kaca ruangan Tigran dibuka dan dia berjalan ke arahku. Astaga, pasti ada tugas tambahan.
"Ra," Panggilnya dan berhenti tepat di depan kubikel ku.
"Kamu ikut saya meeting dulu," Katanya sambil mengancing jasnya.
"Pak revisi harus masuk siang ini."
Aku melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 13.00 WIB, I didn't even have a break!
"Lho, daritadi belum selesai?" Alisnya berkerut.
Ganti aku yang melongo, daritadi nenek moyangmu Tigran! Aku keluar ruangan kamu lima menit yang lalu aja belum ada!
"Pak, komputer saya saja belum panas karena ditinggal sejam tadi di ruangan Bapak," Sinis nomor 3.
Kesopananku lenyap sedikit-sedikit ketika periode kerjaku memasuki bulan ke 8. Menurut gosip orang – orang kantor, anak buah terakhir yang resign itu sampai menjerit di ruangan Tigran.
Aku bisa mendengar Carlo terbatuk, mungkin dia antara tersedak karena kaget atau ingin tertawa terbahak-bahak.
"Ya sudah bawa laptop, kerjakan di jalan," Ujar Tigran enteng.
"Terus ngeprintnya pakai laptop juga?"
Aku masukkan file ke dalam USB dan mengemas laptop.
"Ya kita sebentar doang kok, jam 3 paling udah sampai kantor," Dia melihat ponselnya sambil mengetik-ngetik sesuatu.
Aku berdiri sekarang, "Pak, jam 3 itu Country Director terbang ke Kuala Lumpur. Baru pulang besok. Terus gimana caranya mau minta tanda tangan? Dokumen ini urgent kan?" Aku sudah tak habis pikir.
"Oh," Katanya masih fokus ke iPhone 6 Plus yang rasanya ingin kubuat Home Run ke luar jendela, "Besok aja. Sebenernya perlu dikirim ke Client lusa pagi it's okay."
Kali ini kulirik Carlo sudah membekap mulutnya sambil menunduk. Saudara-saudara sebangsa dan setanah air sekalian, can you see how annoying my boss is? Mungkin beyond annoying.
"Kamu saya tunggu di lobi ya," Katanya sambil berlalu.
Saat itu juga tawa Carlo pecah, "Gila tampang lo kayak udah mau gampar dia," Katanya.
Aku melepas jepitan di rambut, "Gue rasanya pengen resign. Itu aja deh," Kataku lemah kemudian menyusulnya ke lift.
Dia masih di sana, menunduk sambil mengecek ponselnya. Aku menekan tombol lift.
"Kok bawa laptop?" Tanyanya.
Tadi kan lo yang suruh!
"Buat revisi," Jawabku ketus.
"Kan nggak jadi besok tanda tangannya," Kata Tigran seperti orang yang lelah menasehati.
Ya Allah tolong tahan tangan saya supaya laptop ini tidak melayang ke pipi bos saya yang tampan ini.
"Biar cepat selesai. Going for extra miles," Aku menatapnya.
Dia mengangguk-angguk, "Nggak percuma saya nge-hire fresh grad kayak kamu, rajin banget."
Intonasinya lebih berat ke arah menyindir dibanding memuji.
"Saya nggak se-fresh-grad itu kali Pak. I've worked two years before I applied to here." Kataku.
I'm 26 years. Sudah S2 dari University of Melbourne, bekerja 6 bulan di Melbourne dan hampir 3 tahun di Jakarta.
"Experienced itu dihitung untuk yang sudah kerja 5 tahun." Katanya.
Yeah, whatever!
Pintu lift terbuka. Kosong. Dia masuk lebih dulu. Lantai 40 ke Lobi.
"Omong-omong kemarin kamu nggak masuk kenapa?" Tanyanya.
"Nggak enak badan," Jawabku, bohong.
Kemarin aku datang untuk tes tertulis.
"Ke rumah sakit nggak?" Tanyanya lagi sambil menatapku.
"Sudah kok," Bohong lagi, kali ini perasaanku rasanya tidak enak.
"Oh, rumah sakitnya di Sampoerna Strategic?" Dia tersenyum seperti iblis.
Okay, now I am actually sick.
"Kalau mau resign, untuk seumur kamu lebih baik tunggu dua tahun dulu. Nggak usah buru-buru, nanti di CV nya kurang bagus kalau terlalu cepat resign," Nasihatnya seperti air super dingin yang dituangkan ke pucuk kepalaku.
Pintu lift terbuka. Tigran keluar dengan tenang. Mati aku harus gimana ini dalam mobil? T.T
KAMU SEDANG MEMBACA
Resign!!! (Only 6 Chapters Left)
HumorRank #1 per 25 June 2017 (sudah dicetak) Pusing! Mumet! Punya bos yang terlalu jenius, otoriter dan perfeksionis membuat tidak ada pegawai yang betah bekerja di bawah Tigran. Berkali-kali kepergok ingin resign, Alranita dan rekan - rekan sedivisiny...