6. Rahasia ala cungpret

126K 15.2K 1.2K
                                    

"Lo tahu dong arti rahasia?" - the Cungpret




"Ra," Carlo memanggil dengan suara pelan.
"What?" Tanyaku sambil terus mengetik proposal.
"Bos gue ada ngasih tahu sesuatu, rahasia, penting," katanya sambil sedikit menggeser duduknya.
"Gila lo baru balik honeymoon sudah sigap info-teman lagi?" Aku tertawa geli.

Bagaimana mungkin Carlo yang baru masuk di hari Senin super sibuk ini dan di jam yang baru menunjukkan pukul 10.04 WIB sudah punya 'informasi' baru?

"Kata bos tapi ini rahasia..." Kata Carlo dengan intonasi memancing, "Tadi pagi ketemu di Starbucks."
"Benar nih rahasia?" Aku menoleh sedikit kemudian kembali mengetik lagi.
"Lo tahu dong arti rahasia. Artinya, bos, gue, sama lo," Carlo cengengesan.

Berhubung Bos Carlo adalah perempuan, jadi memang lebih akrab ketimbang hubungan kami dengan Bos Tigran. Alhasil, Carlo biasa mendengar 'informasi' papan atas ketimbang gosip papan bawah seperti OB yang akan menikah, atau Mbak Karenina yang beli Benz baru.

"Jadi apa tuh?" Tanyaku tertarik.
"Tigran, bawa cewek kemarin ke Blitz!" Kata-kata Carlo menghentikan gerakan tanganku.
"Hah?" Responku melambat.
"Jadi," mata Carlo berapi-api, "hari Jumat itu, si Bos gue, nonton film di Blitz, kelas velvet!"

Jantungku serasa dipukul pukulan beduk maghrib.

"Demi apa?" Tanyaku kaget.
"Belum juga cerita," Carlo tidak menyadari ada yang aneh, "Nah, dia nonton berdua sama suaminya. Waktu selesai dia lihat Tigran. Si Bos menyapa Tigran," cerita Carlo mulai melambat.
"Terus?" Oh My God Oh My God!
"Bos nanya 'eh Gran sama siapa lo?' gitu,"
"Terus?" Mataku melebar.
"Terus sabar kali lo motong melulu!" Carlo terlihat gemas.
"Ya lo ceritanya lambat!" Aku menyalahkan.
"Namanya cerita itu sambil bangun emosi," Carlo tidak ingin kalah.
"Terus Tigran bilang apa?!" Tanyaku tidak sabar.
"Tigran katanya cuma senyum-senyum doang sambil bilang gini 'she's in the restroom, nggak bisa mengenalkan dia ke kamu,' gitu. Berarti sama pacar dong ya nggak?" Ekspresi Carlo persis seperti ibu-ibu gendut yang menggosipkan selingkuhan tetangga.
"Ya bisa saja bukan pacarnya kali," Aku mulai resah.
"Maksud lo ngajak ibunya ke velvet class? Ya kali," Carlo mencibir.
"Lho kenapa nggak mungkin?" Aku balik bertanya.
"Menurut lo orang tua dikasih kasur, selimut, bantal, lampu dimatiin mau ngapain kalau bukan tidur?" Carlo beragumentasi.
"Emang kalau pacar mau ngapain? Otak lo itu kadang-kadang deh Om-om!" Kataku.
"Tigran lebih Om-om kali daripada gue!" Carlo tersinggung, "Lo semalam lembur, sampai jam berapa? Jangan-jangan selesai cepat karena Bos mau ketemu pacarnya!" Mata Carlo melebar, menuduh.

Untung saja tadi malam Tigran tidak mendapat sofa bed yang dekat denganku. Kami duduk berseberangan, dari ujung ke ujung. Di tengah - tengah film, aku sengaja keluar dengan mengendap-endap, selagi studio gelap. Instingku mengatakan, terlalu awkward kalau diantar pulang setelah nonton bersama bos. Alhasil, ketika film nya selesai, berkali-kali Tigran meneleponku dan hanya kubalas dengan satu pesan 'Sorry Boss, saya duluan, masuk angin seminggu lembur'. Sekalian, supaya Tigran sadar kalau lembur itu jangan maraton seperti sinetron!

Pagi ini aku sebenarnya sengaja datang terlambat supaya tidak berpapasan dengan Tigran. Untung saja Carlo bercerita seperti ini kalau tidak pasti aku masih merasa bersalah pada Tigran.

"Jam 11," kataku pura-pura mengingat.
"Tuh kan! Tumben dia cepat amat cuma sampai jam 11, pasti karena mau kencan," Carlo menuduh.
"Ya gue juga sudah mau pingsan kalau diteruskan sampai lewat tengah malam," kataku.
"Apa nih apa nih?! Gosip kok nggak ngajak gue!" Mbak Karenina memundurkan kursinya.
"Jadi gini," Carlo mulai membuka kisahnya lagi.
"Jadi gue baru dapat rahasia, tapi lo tahu dong yang namanya rahasia itu berarti yang ngasih rahasia, gue, dan lo-lo pada,"
"Ah lagu lama lo, rahasia tapi nyebarin sekampung," Aku tertawa terbahak-bahak.
Carlo tidak terima, "For the sake of lighting up our little cubicle (demi meramaikan kubikel kita yang super kecil ini!)"

***

Hari Senin seperti biasa, selalu ada rapat divisi, paling lama hanya setengah jam. Fungsinya untuk mengupdate Tigran mengenai proyek masing-masing, atau tugas baru yang ingin Tigran berikan pada yang lain.

Aku masuk lebih dulu ke dalam ruangan, disusul dengan Mas Andre yang mengambil tempat di depanku. Tigran sebagai orang ketiga, memilih duduk di sebelahku. Sedangkan mbak Karenina memilih duduk di sebelah mas Andre karena datang paling buncit.

"Klien manufaktur di Bangkok sudah selesai Ndre atau berapa hari lagi lo bisa gue kasih kerjaan yang di Hongkong?" Tanya Tigran.
"Next week sudah bisa, tapi gue mau ke Priok," kata mas Andre.
"Itu biar Karen aja, sekalian lo urus perusahaan gas tuh, kemarin telepon gue. They need help, bisa lo temuin nggak?" Tigran memandang tajam Karen.
"Bisa," kata mbak Karenina tegas, padahal besok harusnya dia bertemu dengan salah satu petinggi BUMN untuk ditawarkan posisi penting.

Aku dan mas Andre nyaris tertawa. Gagal lagi, gagal lagi!

Aku mengambil permen yang di meja dan menelannya.

"Terus yang perusahaan sawit di antara lo berdua siapa yang mau?" Tanya Tigran.
"Gue deh," kata Mas Andre.
"Berarti lo yang rumah sakit ya Ren, bareng sama tim Singapore," Tigran mencatat.

Aku mengambil botol air mineral 300 ml di hadapanku. Sepertinya, segel botol itu dilas, bukan dari plastik, karena kucoba memutarnya beberapa kali dan masih terkunci.

"Itu yang rumah sakit, mereka mau buka jadi rumah sakit khusus, pilihannya Jantung atau Kanker. Kita harus ukur potensi market sharenya," tiba-tiba Tigran mengambil botol minum yang sedang kuputar tanpa menoleh.
"Terus gue telepon tim Singapore, untungnya mereka baru rekrut PhD dari medical school di amrik," tutup botol terbuka dan Tigran meletakkannya di depanku.

Aku terdiam selama dua detik, pun begitu dengan ekspresi syok dari mbak Karen selama setengah detik, dan Mas Andre yang berusaha mengendalikan lirikan matanya.

"Jadi dari Singapore 2, dari Indo lo Ren, bisa?" Tanya Tigran dengan ekspresi datar.

Aku mengambil botol dan meminumnya dengan canggung.

"Bisa," kata Mbak Karen.

"Okay done, lo bantu mereka semua ya Ra," kata Tigran sebelum pergi.

Kami bertiga diam sampai Tigran menutup pintu.

"Tigran kok sweet banget ke lo?" mbak Karenina melotot.
"Lagi baik aja kali," kataku ikut melotot.
"Mungkin karena Ra susah kali jadi dia sebagai laki-laki gentleman tolong," kata Mas Andre sambil bersandar dan berpositive thinking ria.
"Tapi waktu karaokean kantor gue sebelahan sama dia keselek kentang goreng sampai mau mati, dia cuma kasih minuman botol nggak dibukain!" Mbak Karenina masih dendam soal itu dan kami terbahak-bahak.

Resign!!! (Only 6 Chapters Left)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang