Kemarin sore aku pulang kerumah niatnya mau kangen-kangen sama masakan Mama, karena memang setelah aku bekerja aku memilih untuk tinggal di apartement sendiri. Jadi dirumah hanya ada Papa, Mama sama Kak Putra.
Tapi saat makan malam, Papa membuat nafsu makanku hilang setelah mengatakan itu. Kata-kata yang sangat aku benci akhir-akhir ini. Aku ingin membantahnya ya walaupun akhirnya aku manut aja dari pada dipecat jadi anak. Kan bisa repot. hahaa
Tapi kok keliatannya aku pasrah banget yah? Bukannya kemaren-kemaren berontak, atau hayati sudah lelah? Entahlah berdo'a saja mudah-mudahan calon suamiku nanti tak seburuk apa yang selama ini aku bayangkan. Papa juga nggak mungkin jodohin aku sama pria yang asal-usulnya nggak jelas. Pasti dari keluarga baik-baik. Mari kita berpikir dengan positif agar hasilnya baik.
Dan disinilah aku sekarang. Rumah yang biasanya sepi kini terlihat ramai. Aku melihat kesekeliling rumah. Orang-orang sibuk dengan urusannya masing-masing. Mengurus ini itu untuk mempersiapkan acara nanti malam. Emang harus seribet ini apa? Ini kan hanya makan malam biasa. Bukan acara lamaran atau tunangan. Ini sih kerjaannya mama pasti.
Aku berjalan melewati ruang tamu begitu saja. Tak menghiraukan sapaan mama didapur. Lagi-lagi merutuk tentang semua yang telah terjadi. Apalagi soal perjodohan konyol ini. Ingin rasanya membunuh siapa saja yang menciptakan kata-kata itu.
Aku merasa sangat tidak beruntung. Hari ini, ya kalian tahulah, pertemuan antara dua keluarga besar yang aku sangat yakini akan membawa pengaruh besar dalam dunia pembisnisan. Hal ini pula yang membuatku uring-uringan di kantor tadi siang. Yang benar saja secepat ini kah mereka menghancurkan kehidupan bebasku.
Tapi masih untung aku bisa liat calonku terlebih dahulu. Daripada dikawinin duluan. Ogah banget rasanya.
"Disa !" seseorang menarik lengan dengan sedikit kasar. Aku terlonjak kaget.
"Heii?" Sentakku sedikit kasar.
Aku berbalik untuk melihat sang pelaku. Aira ternyata. Dia menatapku dengan senyum merasa bersalah dengan apa yang baru saja dia lakukan. Kapan dia sampai di rumah? Dan untuk apa dia ada dirumahku?
"Sorry, sorry, abisnya kamu aku panggil gak denger-denger sih."
"Kamu ngapain disini?" mataku menatapnya penuh selidik.
"Di suruh Mama kamu ke sini."
"Masa sih ?" tanyaku tak yakin.
Aira mengangguk meyakinkan. Aku mendengus kasar. Lalu melanjutkan langkahku menuju kamar. Aira mengikutiku di belakang.
"Kok nggak bilang aku sih? Tau gitu tadi kita pulang bareng." Kataku.
"Ya aku juga gak tau kalau mau di ajak kesini."
"Di ajak siapa? kak Putra ?"
Aira mengganguk. Emm.. Sepertinya kak Putra mulai bergerak cepat nih. hha
"Ooh sepertinya ada udang dibalik batu nih," godaku.
"Apasih. Orang nggak ada apa-apa juga," elaknya.
"Elah, ada apa-apa juga nggak kenapa-kenapa kok." Aku menjuil-juil pipinya jail.
"Sudahlah. Lupakan soal itu." Aira mendengus kasar seraya menghentakan kakinya. Dasar labil. Haha
"Terus aja ketawa. Aku nggak bakalan kasih tahu info yang paling penting menyangkut masa depanmu," ancamnya membuatku melongo tak percaya. Tuhkan Aira mah labil.
"Duh yang marah lucu banget sih."
"Emang biasanya ngga lucu gitu ?" bibirnya maju udah kayak donald bebek. haha
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage With(Out) Love
RomanceAda apa dengan Papa? Kenapa dia ingin sekali aku menikah dengannya? Ini tidak adil.