Pagi ini tak seperti biasanya suasana sangat cerah, tak ada hujan yang membuat aroma tanah terkuak, tak ada pula awan gelap berarak menutupi langit. Kini matahari dengan berani menampakan sinar kekuasaan Illahi, burung-burung pun terbang bersama dari satu tempat ke tempat lain, membuat nuansa pagi akhir pekan ini terasa begitu hangat.
“Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Salam Sejahtera seluruh warga Desa Condong Catur yang saya cintai...” teriak seorang laki-laki separuh baya di atas panggung kecil yang didirikan di tengah lapangan Desa. Sapaan itu terdengar menunjukkan bahwa orang tersebut sangat menjunjung tinggi paham Pluralisme bukan?? Ucapan salam umat Islam yang kemudian dikombinasikan dengan salam yang biasa digunakan umat Kristiani. Tapi bagiku itu hanyalah upaya cari muka orang-orang yang sebentar lagi wajahnya akan terpampang di kertas Tempat Pemilihan Umum. Dan sekarang ini, di tempat ini mereka tengah melakukan ajang promosi diri untuk mencari pendukung sebanyak-banyaknya dengan memberikan segudang janji-janji yang sangat manis kedengarannya, tapi entahlah aku tak bisa bilang itu janji palsu, tapi aku juga tak pernah beharap mereka akan merealisasikan janji-janji itu.
Aku Azzam, mahasiswa jurusan Pendidikan Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta Semester 5. Perlu aku tegaskan diawal bahwa aku bukanlah pendukung partai yang sekarang ini sedang berkoar-koar di Desa-ku ini. Lalu kenapa aku sekarang aku berada di lapangan ini?? Jawabannya simple, karena minggu lalu tim sukses partai ini telah berkoar bahwa setiap warga yang hadir di acara ini akan dibagikan uang sebesar Rp 50.000,00, jadi itulah alasan keberadaanku disini. Rasional bukan?? Hari ini aku tidak memiliki agenda penting jadi opportunity cost-ku untuk mengikuti acara ini sangat kecil, dan uang senilai lima puluh ribu ini kurasa bisa menutup kebutuhan isi ulang modemku selama sebulan dan bila ada partai lain yang melakukan hal yang sama aku rasa aku pun akan berusaha meluangkan waktuku.
Setelah acara selesai dan aku mendapatkan apa yang kuinginkan, aku segera bergegas pulang ke rumah. Cuaca panas membuatku ingin segera menegak air dari dalam lemari es.
“Gleek..Gleek..Gleek..” aku terlihat sangat menikmati air es yang kuminum, karena memang aku merasa sangat haus.
“Mas Azzam....jangan dihabisin airnya, itu kan aku yang masukin airnya ke kulkas,”teriak kesal Reza, adik semata wayangku yang kini masih bersekolah di bangku kelas 3 Sekolah Dasar.
“Gleek..”baru saja aku menghabiskannya. Melihat botolnya sudah kosong, mukanya menjadi merah bak kepiting rebus, entah karena menahan marah atau menahan tangis.
“Upss...maaf Za, mas haus banget e...mas ganti aja ya? Kamu mau apa? Coca-cola? Sprite? Fanta? Ice Cream...”
“Ice Cream....”ucapnya memoton ucapanku. Ya seperti anak kecil yang lain, dia sangat suka ice cream.Di Minimarket.....
Dari kotak tempat ice cream aku langsung mengambil 2 Ice Cream Fest yang biasanya kami beli.
“Mas, Magnum ada yang baru,” ucapnya sambil menghentikan langkahku menuju kasir.
“Terus....??” tanyaku seolah tak tahu jalan pikiran adikku yang telah berencana memeras kakaknya ini. Bukannya menjawab, dia hanya menatapku dengan tatapan memelas penuh harap.
“Hufh, Okelah untuk sekali ini aja loh. Nih tuker ice cream-nya,” ucapku menyerah sambil menyodorkan ice cream Fest yang aku ambil tadi untuk ditukarkan dengan Magnum. Untuk sekali ini dia berhasil memerasku, biasanya aku tak pernah mengizinkannya membeli ice cream dengan harga lebih dari Rp 4.000,00. Tapi kali ini aku telah menggunakan Rp 25.000,00 hanya untuk 2 batang ice cream. Tapi tak apalah, uangnya toh juga aku dapat dengan percuma.
KAMU SEDANG MEMBACA
Apa Jadinya Indonesia Dengan Generasi Muda Apatis?
RandomSeorang mahasiswa pintar yang sangat tidak mempercayai dunia politik dari tingkat nasional hingga tingkat organisasi kampus akhirnya memutuskan membantu seorang aktivis kampus dalam sebuah aksi sosial. Akankah keputusannya itu merubah pandangannya t...