Dan tanpa pikir panjang, aku lari ke kamar dan mengunci pintunya....
Awalnya mereka sangat berisik dengan menggedor-gedor pintu, tapi setelah terdengar kata “Assalamu’alaikum..” sebagai tanda aku telah mengangkat telepon, maka mereka pun terdiam, khusyuk menguping pembicaraanku.
“Wa’alaikumsalam, aku gak ganggu kan?” tanyanya dari seberang sana.
“Gak lah Rei, ada apa?” tanyaku berlagak tidak tahu apa tujuan dia meneleponku.
“Masa lupa si, kan kemarin aku bilang mau hubungin kamu buat bahas masalah yang kemarin. Gimana? Udah kamu pikirin?”
“Owh itu..ya kalo masalah itu aku akan berusaha semampuku untuk membantu ibu itu, emang kapan persidangannya? Dan paling gak kita butuh waktu mengumpulkan data untuk memperkuat pihak ibu itu di persidangan nanti,” terangku serius.
“Persidangannya minggu depan Zam, data dan bukti udah aku kumpulkan kok Zam. Kamu gak kuliah hari apa? Nanti aku ke rumah kamu aja bawa datanya,” ucapnya.
“Besok jam 1 aku kosong kok. Emang kamu tahu rumahku Rei? Ketemu di kampus juga ga apa-apa Rei,” ucapku.
“Tahu dong, rumahmu deket rumah Sevie anak Manajemen kan? Ga apa-apa besok aku tempatmu bareng Sevie kok. Gimana?” ucapnya.
“Oh oke Rei kalo gitu, besok sms aja,” ucapku singkat.
“Ya beres Zam, makasih ya. Assalamu’alaikum...”ucapnya hendak mengakhiri perbincangan telepon kami.
“Ya Rei, Wa’alaikumsalam...” dan aku pun mematikan jaringan teleponnya.
Setelah membuka pintu kamar, aku temukan mereka berdua masih setia di balik pintu dengan tatapan tak sebringas sebelumnya.
“Reina? Masalah serius ya? Sampe bawa persidangan segala,” tanya Frian. Sepertinya dia benar-benar tak berpikiran kalo Reina itu adalah wanita yang mereka ingin tahu, mungkin karena pembicaraan kami tadi terdengar sangat serius. Syukurlah..
“Iya, ada ibu muda yang......................” terangku menjelaskan duduk permasalahannya.
“Untuk apa kamu lakuin itu? di Undang-undang Negara kita sudah pasti membela ibu muda itu Zam,” ucap Frian.
“Gak sesimpel itu Ian kalo urusannya udah sama uang. Pihak penuntut hak adopsi bayi itu orang kaya yang punya modal, modal buat nyuap hakim di persidangan. Hakim yang sudah berhadapan dengan tumpukan uang biasanya menjadi sangat pintar memutarbalikkan makna bunyi pasal-pasal dalam Undang-Undang agar memihak pada orang yang memiliki modal. Jadi tugas aku dan Reina adalah membuat Hakim gak bisa memutarbalikkan makna pasal-pasal itu,” terangku.
“Oh gitu toh..kalian harus berjuang maksimal ya,”ucapnya mengakhiri pembicaraan kami tentang Reina.
KAMU SEDANG MEMBACA
Apa Jadinya Indonesia Dengan Generasi Muda Apatis?
RandomSeorang mahasiswa pintar yang sangat tidak mempercayai dunia politik dari tingkat nasional hingga tingkat organisasi kampus akhirnya memutuskan membantu seorang aktivis kampus dalam sebuah aksi sosial. Akankah keputusannya itu merubah pandangannya t...