Bagian 2

3.4K 130 3
                                    

Usai melipat mukenaku dan memasukkannya kembali kedalam tas, kurasakan ponselku bergetar. Akupun segera mengambilnya dari dalam kantong. Ternyata Naufal mengirimiku sms. Entah kenapa jantungku berdegup dengan cepat. Gugup.

Aku membukanya dengan perasaan campur aduk.

from: Naufal

"Kamu dimana? Aku baru sampe rumah. Kamu kapan pulang? miss you :( kemarin-kemarin aku sibuk. Jadi baru sempet balas."

Sibuk katanya? Sibuk apa? bukankah terakhir kali ia menelponku, ia begitu marah padaku?

Walau heran, rasa bahagia membuncah dihatiku.

Dengan berusaha menghilangkan segala rasa kekecewaan lalu memaafkannya, aku segera membalas pesannya.

To:Naufal

"Bentar lagi pulang, ini mau keparkiran. Iya miss you too :)"

From: Naufal

"Ya udah hati2 dijalan. Kalo smpe kabarin ya"

Pesannya hanya ku baca saja. Jangan heran mengapa aku begini. Walaupun aku telah disakitinya berkali-kali dengan permasalahan yang beragam dan kali ini terfatal menurutku karena menyangkut orang ke-3, akhirnya pun akan selalu sama. Aku memafkannya tanpa diminta.

Karena faktanya, rasa ini tak pernah berubah untuknya. Katakanlah aku bodoh. Tapi kenyataannya memang begitu. Entah aku yang terlalu mencintainya hingga membutakan mataku terhadap apa yang sudah dilakukannya dan tak mau melepaskannya atau memang dia menganggap apa yang sudah dilakukannya bukan masalah besar yang harus dimaafkan hingga ia tidak menyadari bahwa hal tersebut telah melukai perasaanku.

Aku sendiri tak tau bagaimana bisa perasaan ini tak berubah. Apakah kalian pikir semua ini tidak menyakitkan? Tentu saja menyakitkan.

Kurasa ia begitu mahir memanfaatkan kekuranganku, dan bodohnya aku masih seperti ini. luluh hanya dengan satu sms darinya.

"Dhiyaaaa... Gue nebeng pulang dong." aku kaget mendapati Karen yang tiba-tiba menghampiriku.

"loh, tadi pagi emangnya naik apa?"
Karen terkekeh kemudian menyebut nama Fathur. Aku hanya geleng-geleng kepala.

"kok baliknya gak bareng?" tanyaku basa basi. Padahal aku juga tak masalah ia pulang bersamaku.

"doi belum selesai les tambahan, kan sudah kelas 3 SMA." sahutnya ringan.
Aku merasa aneh saja melihatnya bersama anak SMA. Padahal usia mereka sama, tapi Karen mengambil kelas akselerasi saat SMP dan SMA dulu, makanya sekarang ia sudah kuliah diusianya yang menginjak 17 tahun. Usia kamipun terpaut 2 tahun.

"yaudah tapi elo bawa helm kan?"
Karen mengangguk dan memamerkan helmnya didepanku.

"oiya Ren gue harus ke toko alat tulis. Lo ikut gapapa? Tinta printer gue habis. Gue belum ngeprint tugas." Aku agak mengeraskan suaraku karena saat ini kami sedang dimotor dalam perjalanan ke toko alat tulis.

"ya gapapa lah. Nebeng gini mah ngikut terus." ia terkekeh menjawab.

Tak lama kami sampai disebuah toko tersebut.

"katanya lo beli tinta printer, kok belanjaannya banyak gini sih?" karen protes sekaligus keheranan melihatku yang telah membawa banyak barang.

"ini udah selesai kok, mau bayar kekasir." Aku merogoh tas dan mengambil dompet. Tiba-tiba seorang anak kecil berlari menabrakku. Anehnya malah aku yang jatuh. Belanjaanku berserakan dimana-mana. tulang keringku mengenai ujung meja rendah yang ada ditengah toko.

Aku mengaduh kesakitan tentu saja.
Bukannya membantuku, Karen malah bengong. Aku berusaha berdiri dengan susah payah.

Kulihat seseorang berlari mengejar lakban yang tadi ingin ku beli, lakban tersebut telah berguling menjauh.
Ia kemudian menghampiriku dan membantu memunguti barang lain yang berjatuhan.

Reaching Your LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang